Skip to main content

Tiga Teori Mengapa Kurva Penawaran Agregat Jangka Pendek Miring ke Atas


Gambar 1. Kurva Penawaran Agregat Jangka Pendek
Apabila kurva penawaran agregat jangka panjang berbentuk vertikal. Maka, dalam jangka pendek, kurva penawaran agregat miring ke atas, seperti yang ditunjukkan pada gambar 1. Artinya, dalam periode satu atau dua tahun, naiknya tingkat harga keseluruhan dalam perekonomian cenderung menaikkan jumlah penawaran barang dan jasa, dan penurunan tingkat harga cenderung mengurangi jumlah penawaran barang dan jasa (Turunnya tingkat harga dari P1 ke P2 mengurangi jumlah hasil produksi yang ditawarkan dari Y1 ke Y2.
Apakah penyebab hubungan positif antara tingkat harga dan output ini? Para ahli ekonomi makro telah mengemukakan tiga teori untuk menjelaskan mengapa kurva penawaran agregat jangka pendek miring ke atas. Dalam masing-masing teori, suatu ketidaksempurnaan pasar yang spesifik menyebabkan sisi penawaran dari perekonomian perilakunya berbeda dalam jangka pendek dibandingkan dalam jangka panjang. Meskipun isi masing-masing teori tersebut berbeda, ketiga teori ini memiliki kesamaan : Jumlah output yang ditawarkan menyimpang dari jangka panjang, yang biasanya disebut "tingkat alamiah"-nya, ketika tingkat harga menyimpang dari tingkat harga yang diharapkan. Pada saat tingkat harga naik di atas yang diharapkan, maka output juga meningkat di atas tingkat alamiahnya, dan ketika tingkat harga jatuh di bawah tingkat yang diharapkan, maka output pun jatuh sehingga berada di bawah tingkat alamiahnya. Berikut adalah rincian dari ketiga teori tersebut.

Teori Kekakuan Upah. Penjelasan pertama dan paling sederhana mengenai mengapa kurva penawaran agregat jangka pendek miring ke atas adalah teori kekakuan upah. Menurut teori ini, kurva penawaran agregat jangka pendek miring ke atas karena dalam jangka pendek, upah nominal sulit berubah, atau "kaku". Hingga batas tertentu, lambatnya perubahan upah nominal itu terkait dengan kontrak jangka panjang (antara pekerja dengan perusahaan) yang mengatur upah nominal, yang terkadang berjangka waktu hingga tiga tahun. Selain itu, perubahan yang lambat tersebut mungkin juga terkait dengan norma-norma sosial dan pemahaman mengenai keadilan yang memengaruhi penentuan upah dan tidak berubah drastis dari waktu ke waktu.
Untuk melihat hubungan kekakuan upah nominal tersebut dengan penawaran agregat, bayangkan suatu perusahaan telah mencapai kesepakatan dengan para pekerjanya untuk membayar upah nominal dalam jumlah tertentu yang didasarkan atas harapan perusahaan perihal tingkat harga di masa mendatang. Jika tingkat harga P jatuh di bawah tingkat yang diharapkan dan upah nominal tetap pada W, maka upah riil W/P naik di atas tingkat semula yang rencananya akan dibayarkan oleh perusahaan. Karena upah biasanya merupakan komponen besar dari keseluruhan biaya produksi, maka upah riil yang lebih tinggi tentu saja akan meningkatkan biaya riil perusahaan. Perusahaan akan menanggapi masalah kenaikan biaya ini dengan mengurangi jumlah pekerja dan menurunkan jumlah barang dan jasa yang mereka produksi. Dengan kata lain, karena upah tidak dapat menyesuaikan diri dengan cepat terhadap tingkat harga, maka penurunan tingkat harga membuat jumlah pekerjaan dan produksi menurun, sehingga perusahaan mengurangi jumlah penawaran barang dan jasa.

Teori Kekakuan Harga. Beberapa ekonom mengemukakan pendekatan lain terhadap kurva penawaran agregat jangka pendek, yang disebut teori kekakuan harga. Seperti yang telah dibahas, teori kekakuan upah menekankan bahwa upah nominal lambat menyesuaikan dirinya dari waktu ke waktu. Teori kekakuan harga menekankan bahwa harga berbagai barang dan jasa juga lambat menyesuaikan dirinya untuk menanggapi perubahan kondisi ekonomi. Penyesuaian harga yang lambat tersebut sebagian terjadi karena adanya biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk menyesuaikan harga, yang disebut biaya menu. Biaya menu meliputi biaya pencetakan dan distribusi katalog serta waktu yang dibutuhkan untuk mengganti label harga. Oleh karena itu, harga-harga, seperti upah, bersifat kaku dalam jangka pendek.
Untuk melihat implikasi dari kekakuan harga terhadap penawaran agregat, kita misalkan setiap perusahaan dalam suatu perekonomian mengumumkan harga-harganya berdasarkan kondisi ekonomi yang diramalkan akan terjadi di masa depan. Kemudian, setelah harga diumumkan, jumlah uang yang beredar dalam perekonomian tersebut tiba-tiba mmenyusut tidak sesuai harapan, sehingga tingkat harga keseluruhan dalam jangka panjang menurun. Walaupun beberapa perusahaan menurunkan harga-harga mereka dengan cepat sebagai tanggapan terhadap kondisi perekonomian yang berubah-ubah ini, perusahaan lainnya mungkin saja tidak mau mengeluarkan biaya-biaya tambahan sehingga akan tertinggal untuk sementara. Karena perusahaan-perusahaan yang tertinggal itu mengenakan harga yang terlalu tinggi, penjualan mereka akan menurun. Menurunnya penjualan akan menyebabkan perusahaan yang bersangkutan harus mengurangi produksi dan jumlah pekerjanya. Dengan kata lain, karena tidak semua harga disesuaikan dengan cepat terhadap situasi perekonomian yang berubah cepat, penurunan tingkat harga yang tidak terduga meninggalkan beberapa perusahaan yang mengenakan harga yang lebih tinggi dari yang diharapkan, dan harga yang terlalu tinggi ini akan menurunkan penjualan dan mendorong perusahaan tersebut mengurangi jumlah barang dan jasa yang ditawarkannya.

Teori Kesalahan Persepsi. Pendekatan ketiga terhadap kurva penawaran agregat jangka pendek adalah teori kesalahan persepsi. Teori ini menyatakan bahwa perubahan-perubahan pada tingkat harga keseluruhan terkadang dapat menyesatkan produsen perihal apa yang terjadi dalam masing-masing pasar tempat mereka menjual produk-produknya. Akibat kesalahan persepsi jangka pendek tersebut, produsen menanggapi perubahan-perubahan dalam tingkat harga, dan hal ini dapat menyebabkan kurva penawaran agregat miring ke atas.
Untuk memahami cara kerjanya, bayangkan tingkat harga keseluruhan tiba-tiba turun di bawah tingkat yang diharapkan. Ketika para produsen mengetahui bahwa harga-harga produk mereka menurun, mereka mungkin mengira bahwa harga-harga relatif produk mereka juga turun. Sebagai contoh, para petani gandum mungkin menganggap penurunan harga gandum sebagai kemerosotan harga relatif produknya, tanpa terlebih dahulu memerhatikan penurunan harga berbagai barang yang mereka beli. Mereka mungkin segera menyimpulkan bahwa imbalan dari memproduksi gandum menjadi rendah untuk sementara, dan mereka akan menanggapinya dengan mengurangi produksi gandum. Demikian pula, para pekerja memerhatikan turunnya upah nominal mereka sebelum memerhatikan turunnya harga-harga barang yang mereka beli. Mereka mungkin menyimpulkan bahwa imbalan yang diterima dari bekerja menjadi lebih rendah untuk sementara dan menanggapinya dengan mengurangi jumlah penawaran tenaga kerja. Pada kedua kasus tersebut, penurunan tingkat harga menyebabkan kesalahan persepsi perihal harga relatif, dan kesalahan persepsi ini memengaruhi produsen untuk menanggapi penurunan tingkat harga dengan menurunkan jumlah penawaran barang dan jasa mereka.

Ringkasan. Terdapat tiga penjelasan alternatif untuk bentuk kurva penawaran agregat jangka pendek yang miring ke atas : (1) kekakuan upah, (2) kekakuan harga, dan (3) kesalahan persepsi. Sejauh ini para ekonom masih terus mendebatkan mana di antara ketiga teori tersebut yang benar, dan sangkat mungkin masing-masing teori tersebut mengandung kebenaran. Untuk tujuan kita dalam buku ini, persamaan teori-teori ini lebih penting daripada perbedaannya.. Ketiga teori ini sama-sama menyatakan bahwa output menyimpang dari tingat alamiahnya ketika tingkat harga menyimpnag dari tingkat harga yang diharapkan sebelumnya. Kita dapat menyatakannya secara sistematis :

Jumlah Output yang ditawarkan = Tingkat Output Alamiah + a (Tingkat Harga
 
                                                             Aktual - Tingkat Harga yang diharapkan)
di mana a adalah jumlah yang menentukan seberapa tanggapnya output terhadap perubahan tingkat harga yang tidak diharapkan.
Perhatikan bahwa masing-masing teori mengenai penawaran agregat jangka pendek ini menekankan suatu masalah yang tampaknya bersifat sementara. Terlepas dari apakah bentuk kurva penawaran agregat jangka pendek yang miring ke atas ini disebabkan oleh kekakuan upah, kekakuan harga, atau kesalahan persepsi, kondisi-kondisi tersebut tidak akan berlangsung selamanya. Pada akhirnya, setelah masyarakat menyesuaikan kembali harapan mereka, upah nominal juga disesuaikan, harga menjadi lebih bebas untuk bergerak, dan kesalahan persepsi diperbaiki. Dengan kata lain, tingkat harga aktual dan tingkat harga yang diharapkan adalah sama dalam jangka panjang, dan kurva penawaran agregatnya berbentuk vertikal alih-alih miring ke atas.

Comments

Post a Comment

Iklan Ad

Popular posts from this blog

Menghitung Persediaan dengan Metode LCNRV (Lower-Cost-Net-Realizable-Value)

NILAI TERENDAH DARI BIAYA PEROLEHAN ATAU NILAI REALISASI NETO (LCNRV) Persediaan dicatat sebesar biaya perolehan. Namun, jika persediaan turun nilainya sampai ke tingkat di bawah biaya aslinya, maka prinsip biaya historis menjadi tidak relevan. Apapun alasan untuk penurunan nilai tersebut, baik itu usang, perubahan tingkat harga, atau rusak, perusahaan harus menurunkan nilai persediaan menjadi nilai realisasi neto untuk melaporkan kerugian ini. Perusahaan meninggalkan prinsip biaya historis ketika utilitas masa depan (kemampuan menghasilkan pendapatan) dari aset turun di bawah biaya aslinya. Nilai Realisasi Neto Ingat bahwa biaya adalah harga perolehan persediaan yang dihitung dengan menggunakan salah satu metode berbasis biaya historis. Nilai realisasi neto ( net realizable value /NRV) mengacu pada jumlah neto yang diharapkan oleh perusahaan untuk direalisasi dari penjualan persediaan. Secara khusus, nilai realisasi neto adalah estimasi harga penjualan dalam kegiatan bisnis bi

Teori-Teori Kekerasan

Menurut Priyanto (2015 : 129-132), dalam buku “Teori-teori Kekerasan” (Thomas Santoso) dikemukakan ada sepuluh macam kekerasan, yaitu sebagai berikut. 1.  Teori kekerasan sebagai tindakan aktor (individu) atau kelompok Dalam teori ini dikemukakan bahwa manusia melakukan kekerasan karena adanya faktor bawaan, seperti kelainan genetik atau fisiologis. 2.  Teori kekerasan struktural Menurut teori ini kekerasan struktural terbentuk dalam suatu sistem sosial. Dalam teori ini dikemukakan bahwa kekerasan tidak hanya dilakukan oleh individu atau kelompok semata, tetapi juga dipengaruhi oleh suatu struktur sosial. 3.  Teori kekerasan sebagai kaitan antara aktor dan struktur Menurut para ahli teori ini, konflik merupakan sesuatu yang telah ditentukan sehingga bersifat endemik bagi kehidupan masyarakat. 4.  Teori faktor individual Menurut beberapa ahli, setiap perilaku kelompok, termasuk kekerasan dan konflik selalu berawal dari tindakan perorangan atau individual. Teori ini meng

Hubungan antara Renaisans, Aufklarung, dan Reformasi Gereja

Hubungan antara Renaisans, Aufklarung, dan Reformasi Gereja 1.  Renaisans ( Renaissance ) 1.1 Arti Renaissance Renaissance  dari bidang ilmu Etimologi, istilah Renaisans atau Renaissance  berasal dari bahasa Latin “renaitre” yang berarti “hidup kembali” atau “lahir kembali”. Renaissance  adalah menyangkut kelahiran atau hidupnya kembali kebudayaan klasik Yunani dan Romawi dalam kehidupan masyarakat Barat. Renaissance  juga dapat diartikan sebagai suatu periode sejarah dimana perkembangan kebudayaan Barat memasuki babak baru dalam semua aspek kehidupan yang mencakup ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sistem kepercayaan, sistem politik, dan lain sebagainya. Kata Renaissance  pertama kali digunakan oleh Jules Michelet pada karyanya yang berjudul “History of France”. Jules Michelet membedakan antara masyarakat Renaissance  dengan masyarakat abad pertengahan adalah pada penafsiran pelaksanaan agama dalam kehidupan bermasyarakat. Di dalam buku “History of France” terdapat kata