A. Lokasi
Lembah Sungai Gangga dengan anak sungainya Yamuna terletak antara Pegunungan Himalaya dan Pegunungan Vindhya. Kedua sungai tersebut bermata air di Pegunungan Himalaya dan mengalir melalui kota-kota besar seperti Delhi, Agra, dan bermuara di wilayah Bangladesh ke Teluk Benggala.
Sungai Gangga bertemu dengan Sungai Brahmaputra yang bermata air di Pegunungan Kwen Lun. Lembah Sungai Gangga merupakan daerah yang subur.
Lembah Sungai Gangga dengan anak sungainya Yamuna terletak antara Pegunungan Himalaya dan Pegunungan Vindhya. Kedua sungai tersebut bermata air di Pegunungan Himalaya dan mengalir melalui kota-kota besar seperti Delhi, Agra, dan bermuara di wilayah Bangladesh ke Teluk Benggala.
Sungai Gangga bertemu dengan Sungai Brahmaputra yang bermata air di Pegunungan Kwen Lun. Lembah Sungai Gangga merupakan daerah yang subur.
B. Pendukung
Pendukung peradaban Lembah Sungai Gangga adalah bangsa Aria yang termasuk bangsa Indo Jerman. Bangsa Aria memasuki wilayah India kurang lebih tahun 1500 SM melalui Pas Kaiber di Pegunungan Hindu Kush. Merekaberkulit putih, berbadan tinggi, dan berhidung mancung. Pencahariannya semula beternak, tetapi setelah berhasil mengalahkan bangsa Dravida di Lembah Sungai Indus yang subur dan menguasai daerah tersebut, mereka kemudian bercocok tanam dan menetap.
Pendukung peradaban Lembah Sungai Gangga adalah bangsa Aria yang termasuk bangsa Indo Jerman. Bangsa Aria memasuki wilayah India kurang lebih tahun 1500 SM melalui Pas Kaiber di Pegunungan Hindu Kush. Merekaberkulit putih, berbadan tinggi, dan berhidung mancung. Pencahariannya semula beternak, tetapi setelah berhasil mengalahkan bangsa Dravida di Lembah Sungai Indus yang subur dan menguasai daerah tersebut, mereka kemudian bercocok tanam dan menetap.
C. Masyarakat
Bangsa Aria berusaha untuk tidak campur dengan bangsa Dravida yang merupakan penduduk asli India. Mereka menyebut bangsa Dravida anasah, artinya tidak berhidung atau berhidung pesek dan dasa yang berarti raksasa. Untuk memelihara kemurnian keturunannya, diadakan sistem pelapisan (kasta) yang dikatakannya bersumber pada ajaran agama.
Bangsa Aria berhasil mengambil alih kekuasaan politik, sosial dan ekonomi. Akan tetapi, dalam kebudayaan terjadi percampuran (asimilasi) antara Aria dan Dravida. Percampuran budaya itu melahirkan kebudayaan Weda. Kebudayaan inilah yang melahirkan agama dan kebudayaan Hindu atau Hinduisme. Daerah perkembangan pertamanya di lembah Sungai Gangga yang kemudian disebut
Aryawarta (negeri orang Aria) atau Hindustan (tanah milik orang Hindu).
Untuk mempertahankan kekuasaannya di tengah kehidupan masyarakat, bangsa Arya berusaha menjaga kemurnian ras. Artinya, mereka melarang perkawinan campur dengan bangsa Dravida. Untuk itulah, bangsa Arya menciptakan sistem kasta dalam kemasyarakatan. Sistem kasta didasarkan pada kedudukan, hak dan kewajiban seseorang dalam masyarakat.
Bangsa Aria berusaha untuk tidak campur dengan bangsa Dravida yang merupakan penduduk asli India. Mereka menyebut bangsa Dravida anasah, artinya tidak berhidung atau berhidung pesek dan dasa yang berarti raksasa. Untuk memelihara kemurnian keturunannya, diadakan sistem pelapisan (kasta) yang dikatakannya bersumber pada ajaran agama.
Bangsa Aria berhasil mengambil alih kekuasaan politik, sosial dan ekonomi. Akan tetapi, dalam kebudayaan terjadi percampuran (asimilasi) antara Aria dan Dravida. Percampuran budaya itu melahirkan kebudayaan Weda. Kebudayaan inilah yang melahirkan agama dan kebudayaan Hindu atau Hinduisme. Daerah perkembangan pertamanya di lembah Sungai Gangga yang kemudian disebut
Aryawarta (negeri orang Aria) atau Hindustan (tanah milik orang Hindu).
Untuk mempertahankan kekuasaannya di tengah kehidupan masyarakat, bangsa Arya berusaha menjaga kemurnian ras. Artinya, mereka melarang perkawinan campur dengan bangsa Dravida. Untuk itulah, bangsa Arya menciptakan sistem kasta dalam kemasyarakatan. Sistem kasta didasarkan pada kedudukan, hak dan kewajiban seseorang dalam masyarakat.
Pembagian golongan atau tingkatan dalam masyarakat Hindu terdiri dari empat kasta atau caturwarna, yakni : Brahmana (pendeta), bertugas dalam kehidupan keagamaan; Ksatria (raja, bangsawan dan prajurit), berkewajiban menjalankan pemerintahan termasuk mempertahankan negara, Waisya (pedagang, petani, dan peternak), dan Sudra (pekerja-pekerja kasar dan budak).
Kasta Brahmana, Kastria, Waisya terdiri dari orang-orang Aria. Kasta Sudra terdiri dari orang-orang Dravida. Selain keempat kasta di atas, ada lagi kasta Paria/Candala atau Panchama. Panchama yang berarti "kaum terbuang". Kasta ini dipandang hina, karena melakukan pekerjaan kotor, orang jahat dan tidak boleh disentuh, lebih-lebih bagi kaum Brahmana.
Kasta Brahmana, Kastria, Waisya terdiri dari orang-orang Aria. Kasta Sudra terdiri dari orang-orang Dravida. Selain keempat kasta di atas, ada lagi kasta Paria/Candala atau Panchama. Panchama yang berarti "kaum terbuang". Kasta ini dipandang hina, karena melakukan pekerjaan kotor, orang jahat dan tidak boleh disentuh, lebih-lebih bagi kaum Brahmana.
D. Kepercayaan
1. Agama Hindu
Agama dan kebudayaan Hindu lahir pertama kali di India sekitar tahun 1500 SM. Agama dan kebudayaan Hindu ini mengalami pertumbuhan pada zaman Weda. Kebudayaan Hindu merupakan perpaduan antara kebudayaan bangsa Aria dari Asia Tengah yang telah memasuki India dengan kebudayaan bangsa asli India (Dravida). Hasil percampuran itulah yang disebut agama Hindu atau Hinduisme. Daerah perkembangan pertamanya di lembah Sungai Gangga yang disebut Aryawarta (negeri orang Aria) dan Hindustan (tanah milik orang Hindu). Sejak berkembangnya kebudayaan Hindu di India maka lahir agama Hindu. Dari India, agama Hindu menyebar ke seluruh dunia dan banyak memengaruhi kebudayaan-kebudayaan di dunia, termasuk Indonesia.
Menurut pendapat para ahli sejarah, berdasarkan temuan berbagai peninggalan sejarah, diyakini bahwa bekas kota Mahenjo-Daro (Larkana) dan Harappa (Punjab) di lembah Sungai Indus merupakan tempat timbul dan berkembangnya agama Hindu.
Agama Hindu tumbuh bersamaan dengan kedatangan bangsa Arya (Indo-Jerman) ke India kira-kira tahun 1500 SM. Mereka datang melewati celah Kaiber. Celah tersebut terletak di pegunungan Hindu Kush, sebelah barat laut India. Itulah sebabnya celah Kaiber terkenal dengan sebutan "Pintu Gerbang India". Kemudian bangsa Arya mendesak bangsa Dravida dan Munda yang telah mendiami daerah tersebut.
Akhirnya bangsa Arya berhasil menempati daerah celah Kaiber yang sangat subur. Bangsa Dravida mendiami Dataran Tinggi Dekan (India Selatan). Bangsa Munda mendiami daerah-daerah pegunungan.
Pemeluk agama Hindu mengenal tiga dewa tertinggi yang disebut Trimurti, yakni Brahma (dewa pencipta), Wisnu (dewa pelindung), dan Syiwa (dewa perusak). Dewa-dewi lainnya antara lain : Agni (dewa api), Bayu (dewa angin), Surya (dewa matahari), Candra (dewa bulan), Indra (dewa perang), Saraswati (dewi pengetahuan dan seni), Lakshmi (dewi keberuntungan), dan Ganesha (dewa pengetahuan dan penolong).
Agama dan kebudayaan Hindu lahir pertama kali di India sekitar tahun 1500 SM. Agama dan kebudayaan Hindu ini mengalami pertumbuhan pada zaman Weda. Kebudayaan Hindu merupakan perpaduan antara kebudayaan bangsa Aria dari Asia Tengah yang telah memasuki India dengan kebudayaan bangsa asli India (Dravida). Hasil percampuran itulah yang disebut agama Hindu atau Hinduisme. Daerah perkembangan pertamanya di lembah Sungai Gangga yang disebut Aryawarta (negeri orang Aria) dan Hindustan (tanah milik orang Hindu). Sejak berkembangnya kebudayaan Hindu di India maka lahir agama Hindu. Dari India, agama Hindu menyebar ke seluruh dunia dan banyak memengaruhi kebudayaan-kebudayaan di dunia, termasuk Indonesia.
Menurut pendapat para ahli sejarah, berdasarkan temuan berbagai peninggalan sejarah, diyakini bahwa bekas kota Mahenjo-Daro (Larkana) dan Harappa (Punjab) di lembah Sungai Indus merupakan tempat timbul dan berkembangnya agama Hindu.
Agama Hindu tumbuh bersamaan dengan kedatangan bangsa Arya (Indo-Jerman) ke India kira-kira tahun 1500 SM. Mereka datang melewati celah Kaiber. Celah tersebut terletak di pegunungan Hindu Kush, sebelah barat laut India. Itulah sebabnya celah Kaiber terkenal dengan sebutan "Pintu Gerbang India". Kemudian bangsa Arya mendesak bangsa Dravida dan Munda yang telah mendiami daerah tersebut.
Akhirnya bangsa Arya berhasil menempati daerah celah Kaiber yang sangat subur. Bangsa Dravida mendiami Dataran Tinggi Dekan (India Selatan). Bangsa Munda mendiami daerah-daerah pegunungan.
Pemeluk agama Hindu mengenal tiga dewa tertinggi yang disebut Trimurti, yakni Brahma (dewa pencipta), Wisnu (dewa pelindung), dan Syiwa (dewa perusak). Dewa-dewi lainnya antara lain : Agni (dewa api), Bayu (dewa angin), Surya (dewa matahari), Candra (dewa bulan), Indra (dewa perang), Saraswati (dewi pengetahuan dan seni), Lakshmi (dewi keberuntungan), dan Ganesha (dewa pengetahuan dan penolong).
Gambar 1. Dewa Trimurti (Brahma, Wisnu, dan Siwa)
Sumber Gambar : www.mantrahindu.com
Sumber ajaran Hindu adalah kitab Weda, yang bermakna pengetahuan Hindu. Kitab-kitab penganut Hindu :
a. Kitab Weda
Terdiri dari 4 Samhita atau himpunan, yaitu:
1) Reg Weda (merupakan kitab yang tertua), berisi puji-pujian kepada dewa
2) Sama Weda, berisi nyanyian-nyanyian suci yang merupakan pujian pada waktu melaksanakan upacara
3) Yajur Weda, berisi doa-doa yang diucapkan pada waktu upacara sesaji.
4) Atharwa Weda, berisikan doa-doa bagi penyembuhan penyakit dan nyanyian sakti kaum brahmana.
a. Kitab Weda
Terdiri dari 4 Samhita atau himpunan, yaitu:
1) Reg Weda (merupakan kitab yang tertua), berisi puji-pujian kepada dewa
2) Sama Weda, berisi nyanyian-nyanyian suci yang merupakan pujian pada waktu melaksanakan upacara
3) Yajur Weda, berisi doa-doa yang diucapkan pada waktu upacara sesaji.
4) Atharwa Weda, berisikan doa-doa bagi penyembuhan penyakit dan nyanyian sakti kaum brahmana.
b. Kitab Brahmana
Berisi penjelasan kitab Weda, yang disusun oleh para pendeta.
c. Kitab Upanishad
Berisi petunjuk-petunjuk, agar orang dapat melepaskan diri dari samsara, dan dapat mencapai moksa (kebahagiaan abadi).
d. Kitab yang berisikan cerita kepahlawanan:
1) Mahabharata, karya Wiyasa berisikan cerita peperangan antara Pandawa melawan Kurawa. Keduanya masih keluarga seketurunan, yang memperebutkan tahta kerajaan Astina. Perebutan akhirnya
dimenangkan oleh Pandawa.
2) Ramayana, karya Walmiki menceritakan peperangan antara Rama dengan Rahwana. Peperangan ini akhirnya dimenangkan oleh Rama. Cerita Ramayana melambangkan kejujuran (dilambangkan Rama)
melawan keangkaramurkaan (dilambangkan Rahwana).
Inti ajaran agama Hindu didasarkan pada karma, reinkarnasi dan moksa. Karma adalah perbutan baik buruk dari manusia ketika di dunia yang menentukan kehidupan berikutnya. Reinkarnasi ialah penjilmaan kembali kehidupan manusia sesuai dengan karmanya. Bila seseorang berbuat baik akan lahir kembali ke tingkat yang lebih tinggi; sebaliknya jika berbuat buruk mengakibatkan reinkarnasi ke tingkat yang lebih rendah, misalnya lahir sebagai hewan. Keadaan hidup-mati kembali merupakan persitiwa hidup yang menderita (samsara). Moksa ialah tingkat hidup tertinggi yang terlepas dari ikatan keduniawian atau terbebas dari reinkarnasi.
Agama Hindu mengenal pembagian masyarakat atas kasta-kasta, yaitu Brahmana, terdiri dari golongan pendeta, bertugas mengurus soal kehidupan keagamaan; Ksatria, terdiri dari golongan bangsawan dan prajurit, berkewajiban menjalankan pemerintahan termasuk mempertahankan negara; Waisya, bertugas untuk berdagang, bertani, dan beternak; Sudra, bertugas untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar, seperti budak dan pelayan.
Adanya sistem kasta (caturwarna) tersebut pada dasarnya merupakan pembagian tugas dan kelas dalam masyarakat Hindu yang didasarkan atas keturunan. Perkawinan antar kasta dilarang, terhadap yang melanggar dikeluarkan dari kasta (out cast) dan masuk dalam golongan atau kasta Paria.
2. Agama Buddha Berisi penjelasan kitab Weda, yang disusun oleh para pendeta.
c. Kitab Upanishad
Berisi petunjuk-petunjuk, agar orang dapat melepaskan diri dari samsara, dan dapat mencapai moksa (kebahagiaan abadi).
d. Kitab yang berisikan cerita kepahlawanan:
1) Mahabharata, karya Wiyasa berisikan cerita peperangan antara Pandawa melawan Kurawa. Keduanya masih keluarga seketurunan, yang memperebutkan tahta kerajaan Astina. Perebutan akhirnya
dimenangkan oleh Pandawa.
2) Ramayana, karya Walmiki menceritakan peperangan antara Rama dengan Rahwana. Peperangan ini akhirnya dimenangkan oleh Rama. Cerita Ramayana melambangkan kejujuran (dilambangkan Rama)
melawan keangkaramurkaan (dilambangkan Rahwana).
Inti ajaran agama Hindu didasarkan pada karma, reinkarnasi dan moksa. Karma adalah perbutan baik buruk dari manusia ketika di dunia yang menentukan kehidupan berikutnya. Reinkarnasi ialah penjilmaan kembali kehidupan manusia sesuai dengan karmanya. Bila seseorang berbuat baik akan lahir kembali ke tingkat yang lebih tinggi; sebaliknya jika berbuat buruk mengakibatkan reinkarnasi ke tingkat yang lebih rendah, misalnya lahir sebagai hewan. Keadaan hidup-mati kembali merupakan persitiwa hidup yang menderita (samsara). Moksa ialah tingkat hidup tertinggi yang terlepas dari ikatan keduniawian atau terbebas dari reinkarnasi.
Agama Hindu mengenal pembagian masyarakat atas kasta-kasta, yaitu Brahmana, terdiri dari golongan pendeta, bertugas mengurus soal kehidupan keagamaan; Ksatria, terdiri dari golongan bangsawan dan prajurit, berkewajiban menjalankan pemerintahan termasuk mempertahankan negara; Waisya, bertugas untuk berdagang, bertani, dan beternak; Sudra, bertugas untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar, seperti budak dan pelayan.
Adanya sistem kasta (caturwarna) tersebut pada dasarnya merupakan pembagian tugas dan kelas dalam masyarakat Hindu yang didasarkan atas keturunan. Perkawinan antar kasta dilarang, terhadap yang melanggar dikeluarkan dari kasta (out cast) dan masuk dalam golongan atau kasta Paria.
Agama Buddha diajarkan oleh Sidharta, putra raja Sudhodana dari Kerajaan Kosala. Sidharta berarti orang yang mencapai tujuannya. Ia juga disebut Buddha Gautama, berarti orang yang menerima bodhi (wahyu), orang yang telah mendapatkan penerangan. Ia juga disebut Jina artiya orang yang telah mencapai kemenangan atau Sakyamuni yang berarti orang yang bijaksana keturunan Sakya Gautama.
Ketika Sidarta Gautama berumur 29 tahun, mencoba mengelilingi desa-desa di sekitar istana. Sejak itulah ia menjumpai kenyataan yang belum pernah ia lihat selama hidupnya. Misalnya orang tua, jenazah yang diangkat dengan keranda, orang sakit, dan rahib (pendeta). Untuk pertama kalinya ia melihat tanda-tanda penderitaan. Misalnya usia tua, penyakit, dan kematian. Hal inilah yang membuat Siddarta merasa gelisah. Penderitaan di atas selalu menghantui pikirannya. Kemudian ia memutuskan untuk mencari jawaban apa hakikat hidup ini.
Untuk mencari jawaban apa hakikat hidup ini, Sidarta Gautama pergi dari istana dengan menanggalkan semua kemewahan yang terdapat di tubuhnya, dan berganti pakaian sebagai rahib. Sekitar enam bulan, ia belajar hidup sebagai rahib seperti bertapa, berpuasa, dan hidup prihatin. Ia mengembara dari satu tempat ke tempat lain.
Suatu ketika, Sidarta Gautama tiba di desa Gaya, dekat Bihar, Kapilawastu. Di bawah pohon, ia bersila untuk bertapa, yang kemudian memeroleh penerangan, yang berarti "menjadi paham tentang makna kehidupan". Peristiwa itu menandai Sidarta Gautama menjadi Buddha. Tempat Buddha memperoleh penerangan dinamakan Bodh Gaya. Pohon tempat ia bertapa dinamakan pohon bodhi.
Ada empat tempat yang dianggap suci oleh umat Buddha, karena berhubungan dengan kehidupan Sidharta.
a. Taman Lumbini, di Kapilawastu yang merupakan tempat kelahiran Sidharta (563 SM).
b. Bodh Gaya, sebagai tempat Sidharta menerima penerangan agung.
c. Benares (Taman Rusa), tempat Sang Buddha pertama kali mengajarkan ajarannya.
d. Kusinagara, tempat Sang Buddha wafat (482 SM).
Oleh Raja Ashoka, keempat tempat suci tersebut diberi tanda, yakni bunga saroja sebagai lambang kelahiran Buddha; pohon pippala atau bodhi sebagai lambang penerangan agung; jantera sebagai lambang memulai memberikan ajarannya, dan stupa sebagai lambang kematiannya. Peristiwa kelahiran, menerima penerangan agung dan kematiannya terjadi pada tanggal yang bersamaan, yaitu waktu bulan purnama pada bulan Mei. Ketiga peristiwa tersebut oleh umat Buddha dirayakan sebagai Waisak atau Tri Waisak.
a. Taman Lumbini, di Kapilawastu yang merupakan tempat kelahiran Sidharta (563 SM).
b. Bodh Gaya, sebagai tempat Sidharta menerima penerangan agung.
c. Benares (Taman Rusa), tempat Sang Buddha pertama kali mengajarkan ajarannya.
d. Kusinagara, tempat Sang Buddha wafat (482 SM).
Oleh Raja Ashoka, keempat tempat suci tersebut diberi tanda, yakni bunga saroja sebagai lambang kelahiran Buddha; pohon pippala atau bodhi sebagai lambang penerangan agung; jantera sebagai lambang memulai memberikan ajarannya, dan stupa sebagai lambang kematiannya. Peristiwa kelahiran, menerima penerangan agung dan kematiannya terjadi pada tanggal yang bersamaan, yaitu waktu bulan purnama pada bulan Mei. Ketiga peristiwa tersebut oleh umat Buddha dirayakan sebagai Waisak atau Tri Waisak.
Gambar 2. Wafatnya Sang Buddha (Parinibbana)
Sumber Gambar : www.wikipedia.com
Setelah mendapat "penerangan" atau "sinar terang" Sang Buddha Gautama memberikan "wejangan" (khotbah) yang pertama di Taman Rusa. Agama Buddha tidak mengenal pembagian kasta dan
golongan masyarakat. Dalam agama Buddha diakui adanya karma, yaitu pembalasan atau ganjaran bagi manusia dalam hidupnya. Setiap orang yang beramal baik pada waktu hidup di dunia akan masuk nirwana.
Para pemeluk agama Buddha mempunyai ikrar yang disebut Tri Sarana atau Tri Dharma, artinya tiga tempat berlindung, yaitu :
1. Saya berlindung kepada Buddha
2. Saya berlindung kepada Dharma
3. Saya berlindung kepada Sanggha
golongan masyarakat. Dalam agama Buddha diakui adanya karma, yaitu pembalasan atau ganjaran bagi manusia dalam hidupnya. Setiap orang yang beramal baik pada waktu hidup di dunia akan masuk nirwana.
Para pemeluk agama Buddha mempunyai ikrar yang disebut Tri Sarana atau Tri Dharma, artinya tiga tempat berlindung, yaitu :
1. Saya berlindung kepada Buddha
2. Saya berlindung kepada Dharma
3. Saya berlindung kepada Sanggha
Buddha, Dharma, dan Sanggha disebut Tri Ratna atau tiga mutiara. Siddharta Gautama mencapai nirwana yang sempurna, yang disebut Parinirwana. Ajaran agama Buddha dibukukan dalam kitab suci yang disebut Tripitaka. Tripitaka berarti "tiga keranjang" karena ditulis pada daun lontar yang tersimpan dalam keranjang.
Setelah seratus tahun Sang Buddha Gautama wafat, muncul bermacam-macam panafsiran terhadap hakekat ajaran Sang Buddha Gautama. Ajaran Agama Buddha kemudian terpecah menjadi dua aliran yaitu Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana.
a. Buddha Hinayana melambangkan ajaran Sang Buddha Gautama sebagai kereta kecil, yang bermakna sifat tertutup. Penganut aliran ini hanya mengejar pembebasan bagi diri sendiri. Menurut aliran ini yang berhak "menjadi Sanggha" adalah para biksu dan biksuni yang berada di Wihara.
b. Buddha Mahayana melambangkan ajaran Sang Buddha sebagai kereta besar, yang bermakna sifat terbuka. Penganut aliran ini tidak hanya mengejar pembebasan bagi diri sendiri tapi juga bagi orang lain. Menurut aliran ini setiap orang berhak menjadi Sanggha Buddha, sejauh sanggup menjalankan
ajaran dan petunjuk Sang Buddha.
Setelah seratus tahun Sang Buddha Gautama wafat, muncul bermacam-macam panafsiran terhadap hakekat ajaran Sang Buddha Gautama. Ajaran Agama Buddha kemudian terpecah menjadi dua aliran yaitu Buddha Hinayana dan Buddha Mahayana.
a. Buddha Hinayana melambangkan ajaran Sang Buddha Gautama sebagai kereta kecil, yang bermakna sifat tertutup. Penganut aliran ini hanya mengejar pembebasan bagi diri sendiri. Menurut aliran ini yang berhak "menjadi Sanggha" adalah para biksu dan biksuni yang berada di Wihara.
b. Buddha Mahayana melambangkan ajaran Sang Buddha sebagai kereta besar, yang bermakna sifat terbuka. Penganut aliran ini tidak hanya mengejar pembebasan bagi diri sendiri tapi juga bagi orang lain. Menurut aliran ini setiap orang berhak menjadi Sanggha Buddha, sejauh sanggup menjalankan
ajaran dan petunjuk Sang Buddha.
3. Aliran Jaina
Reaksi terhadap dominasi Brahmana dalam budaya Hindu tidak hanya melahirkan agama Buddha, juga aliran Jaina yang diajarkan oleh Mahavira pada tahun 540-468 SM. Aliran Jaina melarang menyakiti makhluk lain tetapi menyakiti diri sendiri dapat dibenarkan. Pembebasan rasa ketersiksaan batin dapat dilakukan dengan melakukan Tri Ratna atau Tiga Permata, yakni iman yang benar, pengetahuan yang benar dan sikap yang benar.
Aliran Jaina tidak mengenal adanya sang pencipta dan menolak adanya upacara-upacara ritual. Oleh sebab itu, banyak peminatnya terdiri dari golongan pedagang yang tidak memiliki waktu untuk urusan ritual dan lebih mementingkan jalannya usaha. Selain itu, tidak adanya pembagian kasta diminati pula
oleh golongan kasta rendah.
Yang lebih menarik pada ajaran Jaina adalah menganggap dunia sebagai sesuatu yang dosa dan jahat sehingga tidak mementingkan hal-hal yang duniawi, salah satunya adalah penggunaan pakaian yang tidak mementingkan unsur keindahan atau mode.
Antara ajaran Jaina dan Buddha memiliki kesamaan dalam hal larangan atau dikenal dengan istilah dasasila, di antaranya :
Reaksi terhadap dominasi Brahmana dalam budaya Hindu tidak hanya melahirkan agama Buddha, juga aliran Jaina yang diajarkan oleh Mahavira pada tahun 540-468 SM. Aliran Jaina melarang menyakiti makhluk lain tetapi menyakiti diri sendiri dapat dibenarkan. Pembebasan rasa ketersiksaan batin dapat dilakukan dengan melakukan Tri Ratna atau Tiga Permata, yakni iman yang benar, pengetahuan yang benar dan sikap yang benar.
Aliran Jaina tidak mengenal adanya sang pencipta dan menolak adanya upacara-upacara ritual. Oleh sebab itu, banyak peminatnya terdiri dari golongan pedagang yang tidak memiliki waktu untuk urusan ritual dan lebih mementingkan jalannya usaha. Selain itu, tidak adanya pembagian kasta diminati pula
oleh golongan kasta rendah.
Yang lebih menarik pada ajaran Jaina adalah menganggap dunia sebagai sesuatu yang dosa dan jahat sehingga tidak mementingkan hal-hal yang duniawi, salah satunya adalah penggunaan pakaian yang tidak mementingkan unsur keindahan atau mode.
Antara ajaran Jaina dan Buddha memiliki kesamaan dalam hal larangan atau dikenal dengan istilah dasasila, di antaranya :
(1) jangan membunuh;
(2) jangan mengambil hak orang lain;
(3) jangan berzina;
(4) jangan berbohong;
(5) jangan minum minuman keras;
(6) jangan makan sebelum waktunya;
(7) jangan mengunjungi tempat berfoya-foya;
(8) jangan memakai pakaian bagus;
(9) jangan tidur di tempat yang enak;
(10) jangan menerima pemberian uang.
Ajaran Jaina banyak dianut oleh orang-orang India, walaupun tidak sebanyak penganut agama Hindu, pikiran aliran ini masih memengaruhi perilaku orang India sekarang.
(2) jangan mengambil hak orang lain;
(3) jangan berzina;
(4) jangan berbohong;
(5) jangan minum minuman keras;
(6) jangan makan sebelum waktunya;
(7) jangan mengunjungi tempat berfoya-foya;
(8) jangan memakai pakaian bagus;
(9) jangan tidur di tempat yang enak;
(10) jangan menerima pemberian uang.
Ajaran Jaina banyak dianut oleh orang-orang India, walaupun tidak sebanyak penganut agama Hindu, pikiran aliran ini masih memengaruhi perilaku orang India sekarang.
E. Pemerintahan
Pemerintahan yang pernah berkuasa di wilayah Lembah Sungai Gangga adalah Kerajaan Gupta. Kerajaan ini erat kaitannya dengan keberadaan Kerajaan Maurya di Lembah Sungai Shindu. Runtuhnya kerajaan ini mendorong timbulnya Kerajaan Gupta yang menguasai India.
Pemerintahan yang pernah berkuasa di wilayah Lembah Sungai Gangga adalah Kerajaan Gupta. Kerajaan ini erat kaitannya dengan keberadaan Kerajaan Maurya di Lembah Sungai Shindu. Runtuhnya kerajaan ini mendorong timbulnya Kerajaan Gupta yang menguasai India.
1. Kerajaan Candragupta
Raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Gupta, yaitu:
1) Candragupta I (320-330)
2) Samudragupta (330-375)
3) Candragupta II (375-415)
Pada masa Candragupta II, kondisi Kerajaan Gupta mengalami kemajuan yang pesat terutama di bidang perdagangan, kesenian dan ilmu pengetahuan, bahkan pada masa ini ditemukan teknologi pembuatan cat, pengawetan kulit dan pembuatan kaca.
2. Kerajaan Harsha
Setelah Candragupta II wafat, Kerajaan Gupta mulai mundur malah membawa India mengalami masa kemunduran selama dua abad hingga muncul kembali masa kejayaan India dengan berdirinya Kerajaan Harsha pada abad ke-7 dengan ibukota Kanay. Kerajaan ini pun akhirnya runtuh pada abad ke-11.
Raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Gupta, yaitu:
1) Candragupta I (320-330)
2) Samudragupta (330-375)
3) Candragupta II (375-415)
Pada masa Candragupta II, kondisi Kerajaan Gupta mengalami kemajuan yang pesat terutama di bidang perdagangan, kesenian dan ilmu pengetahuan, bahkan pada masa ini ditemukan teknologi pembuatan cat, pengawetan kulit dan pembuatan kaca.
2. Kerajaan Harsha
Setelah Candragupta II wafat, Kerajaan Gupta mulai mundur malah membawa India mengalami masa kemunduran selama dua abad hingga muncul kembali masa kejayaan India dengan berdirinya Kerajaan Harsha pada abad ke-7 dengan ibukota Kanay. Kerajaan ini pun akhirnya runtuh pada abad ke-11.
Daftar Pustaka
Hendrayana. (2009). Sejarah Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Jilid 1 Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Listiyani, D. (2009). Sejarah Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Comments
Post a Comment