Skip to main content

Hubungan antara Renaisans, Aufklarung, dan Reformasi Gereja

Hubungan antara Renaisans, Aufklarung, dan Reformasi Gereja

1. Renaisans (Renaissance)
1.1 Arti Renaissance
Renaissance dari bidang ilmu Etimologi, istilah Renaisans atau Renaissance berasal dari bahasa Latin “renaitre” yang berarti “hidup kembali” atau “lahir kembali”.
Renaissance adalah menyangkut kelahiran atau hidupnya kembali kebudayaan klasik Yunani dan Romawi dalam kehidupan masyarakat Barat.
Renaissance juga dapat diartikan sebagai suatu periode sejarah dimana perkembangan kebudayaan Barat memasuki babak baru dalam semua aspek kehidupan yang mencakup ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sistem kepercayaan, sistem politik, dan lain sebagainya.
Kata Renaissance pertama kali digunakan oleh Jules Michelet pada karyanya yang berjudul “History of France”. Jules Michelet membedakan antara masyarakat Renaissance dengan masyarakat abad pertengahan adalah pada penafsiran pelaksanaan agama dalam kehidupan bermasyarakat. Di dalam buku “History of France” terdapat kata Renaissance yang digunakan untuk menyebutkan zaman setelah abad pertengahan. Menurut Jules Michelet, abad pertengahan, ditandai oleh faktor dogmatis, sedangkan manusia Renaissance ditandai oleh faktor humanis.
1.2 Latar Belakang Renaisans/Renaissance
Sebelum lahirnya zaman Renaissance, keadaan di zaman Eropa mengalami masa-masa suram atau gelap yang dikenal sebagai Middle Age atau Dark Age (Zaman Kegelapan). Perkembangan Dark Age atau zaman kegelapan di Eropa berpengaruh terhadap lahirnya Renaissance. Dark Age merupakan sebuah zaman dimana terdapat dominasi yang sangat kuat oleh Gereja. Pada masa ini, tujuan hidup manusia selalu dikaitkan dengan tujuan akhir atau ekstologi yaitu kehidupan yang sudah ditentukan oleh Tuhan sehingga tujuan hidup manusia adalah mencari keselamatan.
Pada periode Dark Age berkembang pandangan bahwa ilmu pengetahuan harus dilandasi oleh agama. Oleh sebab itu, muncul pembatasan-pembatasan dalam mengembangkan pemikiran maupun ilmu pengetahuan. Hal ini merupakan salah satu latar belakang munculnya zaman Renaissance. Renaissance di Eropa muncul akibat doktrin Gereja yang sangat kuat pada abad pertengahan. Gereja mengatur aktivitas masyarakat dalam berbagai segi, baik pemerintahan, ekonomi, pendidikan maupun social budaya. Gereja mempengaruhi berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sehingga raja tidak mempunyai kekuasaan dalam kegiatan pemerintahan.
Berbagai hal diberlakukan demi kepentingan Gereja. Namun, jika ada hal yang dianggap merugikan Gereja, maka akan mendapat balasan. Misalnya, pemberian hukuman bagi Copernicus yang menyatakan tentang teori tata surya. Dalam teorinya, Copernicus menyebutkan bahwa matahari pusat dari tata surya, tetapi hal ini bertolak belakang dari ajaran Gereja sehingga Copernicus dihukum mati.
Akibat dari doktrin gereja yang dianggap merugikan, maka muncullah Renaissance. Renaissance merupakan proses kelahiran kembali orang Eropa untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan terlepas dari kekuasaan Gereja. Renaissance berawal di Florence, Italia, kemudian menyebar ke Prancis, Spanyol, dan seluruh Eropa.
Orientasi pemikiran pada zaman Renaisans bersifat antroposentrisme, yaitu manusia menjadi pusat dalam kehidupan (faber mundi). Manusia harus berperan aktif dalam kehidupan, bukan bersifat pasif dengan berpasrah dengan keadaan. Oleh karena itu, lahir gerakan Humanisme, yaitu gerakan yang ingin mengungkapkan kembali nilai-nilai kemanusiaan. Seorang humanis merupakan orang yang mengabdikan dirinya untuk kepentingan sesama umat manusia. Inilah cara pandang antroposentrisme yang dilahirkan oleh Renaisans (dari kata bahasa Yunan “anthropos”, yang berarti “manusia” dan “kentron” yang berarti “pusat”.
Belenggu ajaran gereja diganti dengan pola pikir rasional, sehingga manusia bisa berkembang dalam ilmu pengetahuan maupun kondisi sosialnya. Dari sinilah bermunculan ahli-ahli di berbagai bidang seperti ahli sastra, ahli seni, ahli arsitektur, dan ahli ilmu pengetahuan.
Beberapa dampak adanya Renaissance, dapat dikategorikan sebagai berikut.
1) Runtuhnya dominasi Gereja
2) Perubahan di bidang Sumber Daya Manusia (SDM), yaitu perubahan pola pikir (rasio) menjadi lebih rasional.
3) Mendorong pencarian daerah baru sehingga terbentuklah penjelajahan samudra.
4) Perubahan kebudayaan dan IPTEK ditekankan pada pembentukan manusia yang humanis.

1.3 Tokoh-Tokoh Renaisans dan Pemikirannya
a) Bidang Seni dan Budaya
1. Albrecht Duhrer (1471-1528)
Albrecht Duhrer adalah seorang ahli di bidang seni budaya, dan teoritikus Renaisans Jerman. Albrecht lahir di Nuremberg. Duhrer mulai meningkatkan reputasinya dan pengaruhnya di seluruh Eropa, ketika Albrechrt masih berusia dua puluhan karena cetakan kayu berkualitas tinggi. Pada masanya, Albrecht Duhrer berkomunikasi dengan seniman besar Italia, termasuk Raphael, Giovanni Bellini dan Leonardo da Vinci. Karya-karya Duhrer adalah Melencolia I, Durer’s Rhinoceros, Adam and Eve, Saint Jerome in His Study, dan lain-lain.
2. Ghirlandaio (1449-1494)
Domenico adalah seorang pelukis Firenze zaman Renaissance yang terkenal, sezaman dengan Botticelli dan Filippino Lippi. Salah satu di antara murid-muridnya yang banyak adalah Michelangelo. Karya-karya Ghirlandaio, yaitu Potrait of Giovanna Tornabuoni, Vacation of the Apostles, dan lain-lain.
3. Leonardo da Vinci (1452-1519)
Leonardo da Vinci adalah arsitek, musisi, penulis, pematung, dan pelukis Renaisans Italia. Ia digambarkan sebagai arketipe "manusia renaisans" dan sebagai genius universal. Leonardo terkenal karena lukisannya yang piawai, seperti Jamuan Terakhir dan Mona Lisa. Ia juga dikenal karena mendesain banyak ciptaan yang mengantisipasi teknologi modern tetapi jarang dibuat semasa hidupnya, sebagai contoh ide-idenya tentang tank dan mobil yang dituangkannya lewat gambar-gambar dwiwarna. Selain itu, ia juga turut memajukan ilmu anatomi, astronomi, dan teknik sipil bahkan kuliner.
b) Bidang Penjelajahan Samudera
1. Christopher Columbus (1451-1506)
Christopher Columbus adalah seorang penjelajah dan pedagang asal Genoa, Italia, yang menyeberangi Samudera Atlantik dan sampai ke benua Amerika pada tanggal 12 Oktober 1492. Perjalanan tersebut didanai oleh Ratu Isabella dari Kastilia Spanyol setelah ratu tersebut berhasil menaklukkan Andalusia. Ia percaya bahwa bumi berbentuk bola kecil, dan beranggap sebuah kapal dapat sampai ke timur Jauh melalui jalur barat.
2. Ferdinand Magellan (1480-1521)
Ferdinand Magellan adalah seorang petualang Portugis. Dia lahir di Sabrosa, di Portugal Utara, dan melayani Raja Charles I dari Spanyol dalam rute pencarian ke arah barat menuju "Kepulauan Rempah-rempah" (Kepulauan Maluku). Magellan adalah orang pertama yang berlayar dari Eropa ke barat menuju Asia, orang Eropa pertama yang melayari Samudra Pasifik, dan orang pertama yang memimpin ekspedisi yang bertujuan mengelilingi bola dunia. Meskipun Magellan sendiri tewas terbunuh oleh Datuk Lapu-Lapu di Filipina dalam persinggahannya di Hindia Timur sebelum menuju Eropa, delapan belas anggota kru dan armadanya berhasil kembali ke Spanyol pada tahun 1522, setelah mengelilingi bumi.
c) Bidang Ilmu Pengetahuan
1. Johann Gutenberg (1400-1468)
Johann Gutenberg merupakan ilmuwan kebangsaan Jerman yang berhasil menemukan mesin cetak. Mesin ini berhasil ia ciptakan pada tahun 1440. Temuannya memiliki pengaruh yang sangat luar biasa terhadap kemajuan peradaban Eropa khususnya dan dunia pada umumnya. Berkat temuannya, Eropa dapat melampaui peradaban Cina yang ketika itu dikatakan memiliki tingkat peradaban yang sama dengan Eropa.
2. Galileo Galilei (1564-1642)
Galileo Galilei merupakan ilmuwan terbesar di zamannya. Ia seorang pendukung teori heliosentris dan menemukan pentingnya akselerasi dalam dinamika. Akselerasi adalah perubahan kecepatan, baik dalam besarnya maupun dalam arah geraknya. Ia jugalah yang mula-mula menetapkan hukum mekanika. Bagi Galileo, teori yang pernah dikemukakan oleh Aristoteles bahwa benda yang lebih berat jatuh lebih cepat ketimbang benda yang lebih ringan adalah salah, Galileo berpendapat bahwa benda berat maupun ringan jatuh pada kecepatan yang sama, kecuali sampai batas mereka berkurang kecepatannya akibat pergeseran udara.
Hal ini pun terjadi sebelum ia mendukung teori Copernicus. Ia membuat sebuah teleskop yang digunakan untuk menjelajahi jagat raya dan berkesimpulan bahwa Copernicus berada di pihak benar.
3. Nicolaus Copernicus (1413-1543)
Nicolaus Copernicus merupakan tokoh Gereja ortodoks. Ia menemukan bahwa matahari merupakan pusat jagat raya (heliosentris). Selain itu, ia mengemukakan bahwa buki mempunyai dua macam gerak, yaitu gerak perputaran sehari-hari pada porosnya dan gerak perputaran tahunan mengitari matahari. Hal ini bertentangan dengan pendapat gereja yang menjadikan bumi sebagai pusat tata surya (geosentris) sehingga ia takut akan dikucilkan dari gereja apabila temuannya ini dipublikasikan. Baru pada tahun 1543, bertepatan dengan tahun kematiannya, penemuannya tersebut diterbitkan oleh temannya. Buku itu dipersembahkan kepada Sri Paus. Sebelum zaman Galileo, buku ini dibiarkan beredar karena orang-orang tidak menaruh curiga.
4. Johannes Kepler (1571-1630)
Johannes Kepler merupakan orang yang menerima dan meneruskan teori bahwa matahari merupakan pusat jagat raya. Ia menemukan bahwa planet-planet bergerak dengan membuat lingkaran bulat panjang, dengan matahari sebagai salah satu titik fokus.
Di samping perkembangan di bidang ilmu pengetahuan, pada zaman Renaisans juga terdapat perkembangan di bidang ilmu negara, seperti Niccolo Machiaveli (1467-1525). Pemikirannya yang terkenal adalah gagasan tentang suatu bentuk negara yang otokratis. Selain Machiaveli, ada Thomas More (1478-1535). Ia menuangkan pemikirannya tentang negara Utopia, yaitu suatu masyarakat agraris berdasarkan keluarga sebagai kesatuan dasar yang tidak mengenal hak milik pribadi atau ekonomi uang.
1.4 Faktor-faktor yang Melahirkan Gerakan Renaisans
a. Munculnya banyak kelas menengah baru
Kemajuan ekonomi dan tumbuhnya banyak kelas menengah baru di kota-kota seperti Florence, Genoa, Venesia pada zaman itu sangat mempengaruhi minat orang untuk mempelajari kembali nilai-nilai yang terdapat pada kebudayaan antik, yaitu Yunani Kuno dan Romawi.
Selama Abad Pertengahan, yaitu abad ke 5 sampai abad ke 15, orang-orang Venesia dan Genoa dari Italia mengendalikan bagian terbesar dari perdagangan di Mediterania, yang terhubung ke pusat-pusat perdagangan utama seperti Konstatinopel, Antiokia, dan Alexandria.  Ada juga tokoh petualang dari Italia, yaitu Marco Polo (1271-1292) yang berhasil melakukan ekspedisi ke Asia, termasuk ke Cina. Ekspedisi ini dimungkinkan karena semakin terbukanya hubungan antara Barat dan Cina berkat adanya Jalan Sutra (Silk Road).
Di Mediterania, pedagang-pedagang ini memperdagangkan komoditas dari Timur (sebutan untuk Asia dan Afrika pada waktu itu) ke Eropa. Sebaliknya, melalui mereka juga, komoditas dari Eropa seperti pakaian jadi, sepatu, dan arloji, mengalir deras ke Timur melalui kota perdagangan terkenalnya, yaitu Konstatinopel. Florence, Venesia, dan Genoa di Italia menjadi kota perdagangan yang ramai. Apabila kota-kota Abad Pertengahan berpusat pada katedral-katedral, kota-kota Renaisans berpusat pada alun-alun, pasar, dan bank.
Masa Perang Salib  sejak abad ke 11 sampai abad ke 15 membuat semakin intensnya perjumpaan antara Barat dan Dunia Timur. Banyak orang, termasuk orang-orang Barat, memanfaatkan Perang Salib dan ramainya penziarah ke Tanah Suci untuk berdagang. Sebagai imbasnya, produk-produk dari Timur semakin dikenal di Barat. Kota-kota berkembang semakin hidup dan dinamis. Dapat dikatakan bahwa Italia adalah negeri paling maju di Eropa saat itu. Kemajuan dalam perdagangan internasional ini jelas memiliki dampak positif ditandai dengan ekonomi yang berkembang pesat dan muncul banyak orang kaya baru. Mereka bukan dari golongan bangsawan atau tuan-tuan tanah feodal, melainkan individu-individu yang memang memiliki jiwa petualang dan bisnis.
Munculnya banyak kelas menengah baru serta kota-kota dagang yang makmur akibat perdagangan berhasil mengubah cara pandang orang terhadap kehidupan di dunia. Perlahan-lahan mereka meyakini bahwa tujuan hidup manusia di dunia adalah mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia. Muncul pandangan yang positif dan optimistis terhadap kehidupan di dunia. Dalam perkembangannya, kaum Protestan aliran Calvinisme meradikalkan keyakinan ini dengan mengatakan bahwa kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia bahkan menjadi tanda apakah nanti seseorang akan masuk surga atau tidak. Dengan demikian, cara pandang lama yang dianut Abad Pertengahan perlahan-lahan memudar. Gereja semakin kehilangan wibawanya dan kekuasaannya dalam kehidupan religius.
b. Adanya dukungan penguasa dan bangsawan yang progresif
Orang-orang kaya baru ini juga memiliki idealisme dan cita rasa seni yang tinggi. Berhasil dalam bisnis, mereka mencari petualangan lain. Mereka mempelopori pengembangan pendidikan yang berbasis humaniora serta membiayai proyek-proyek besar dalam bidang seni dan budaya. Sekolah-sekolah menengah dan universitas-universitas mengembangkan kajian terhadap kebudayaan-kebudayaan klasik, mempromosikan sastra, dan sebagainya. Para genius seni, seperti seni lukis dan seni rupa, diberi ruang untuk berekspresi. Hal yang sama berlaku juga dalam bidang arsitektur. Pada masa ini, lahirlah seniman-seniman genius, seperti Dantello (1386-1466), Leonardo da Vinci (1452-1519), Micheleangelo (1475-1564), dan Raphael (1483-1520).
Di Florence, Italia, orang-orang kaya pendukung gerakan Renaisans itu tampak pada keluarga Medici. Keluarga ini mulai tenar di Seantero, Italia pada abad ke 14 sejak Averardo de’ Medici berhasil dalam usaha kain sutra, linen, dan akhirnya menjadi banker. Di bawah putranya, Giovanni di Bicci, usaha ini meluas ke luar Italia. Keluarga Medici mulai masuk ke dunia politik di Florence ketika Giovanni terpilih menjadi hakim agung di kota itu pada tahun 1421. Putra Giovani Cosimo de’ Medici membawa keluarga Medici ke puncak kejayaan, tidak saja dalam bidang ekonomi, tetapi juga politik dan sosial-budaya. Ia juga tokoh utama yang menjadi pelopor dan pelindung bidang budaya, kesenian, dan ilmu pengetahuan. Cosimo adalah pewaris etos kerja orang Florence per non dormire, yang secara harfiah berarti “janganlah tidur”. Ungkapan ini ingin menyatakan bahwa tidur terlalu banyak menjauhkan seseorang dari kemajuan dan kesejahteraan. Melalui slogan tersebut, Cosimo de’ Medici menggerakkan kemajuan Florence dalam bidang politik, ekonomi, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan.
Pada tahun 1460, Cosimo de’ Medici mendirikan Akademia Seni Rupa (Accademia delle Arti del Disegno) yang dipimpin oleh Michelangelo. Para seniman terkenal yang dihasilkan akademi ini diantaranya, Michelangelo Buonarroti, Francesco da Sangallo, Agnolo Bronzino, Benvenuto Cellini, Giorgio Vasari, Bartolomeo Ammannati, dan Giambologna. Idealisme keluarga Medici dilanjutkan oleh para penerusnya, seperti Lorenzo de’ Medici, yang terkenal sebagai diplomat ulung dan seniman. Keluarga Medici dikenal sebagai patron (pendukung dan pelindung) para pelukis dan pemahat, seperti Michelangelo, Leonardo da Vinci, dan Bertoldo.
Di atas semua itu, sumbangan besar keluarga Medici terhadap era Renaisans adalah dalam bidang pendidikan dan seni. Cosimo de’ Medici yang memprakarsai pendirian  Accademia Plato di Florence pada tahun 1642. Akademi ini adalah sebuah kelompok diskusi akademis informal yang melibatkan para cendekiawan atau kaum terpelajar terkemuka di Florence pada zaman itu. Anggota-anggotanya yang terkenal itu diantaranya adalah Poliziano, Cristoforo Landino, Pico della Mirandola, dan Gentile de’ Becchi. Mereka mendiskusikan serta menyebarluaskan gagasan-gagasan politik Plato.
Di negara-negara Eropa lain, yang penguasanya menjadi pendukung penuh cita-cita dan gerakan Renaisans, antara lain di Inggris (Hendry VIII), Prancis (Francis I), Spanyol (Charles V), dan Denmark (Christian II). Para Paus juga, seperti Nicholas V dan Leo X, tidak ketinggalan berkontribusi terhadap gerakan Renaisans. Padahal, nantinya gerakan ini menjadi fondasi tersingkirnya Gereja dari panggung politik, bahkan dari ruang publik Eropa.
Secara khusus di Inggris, di bawah kekuasaan Raja Hendry VIII, revolusi budaya era Renaisans benar-benar membawa dampak politik dan social yang benar, yaitu terputusnya hubungan antara Gereja Inggris dan Gereja Katolik Roma.
c. Kenyataan pahit Abad Pertengahan
Secara khusus di Inggris, kondisi kemiskinan dan kenyataan-kenyataann pahit yang dialami rakyat pada abad pertengahan turut memicu lahirnya Renaisans. Berbagai pengalaman pahit membuat orang kemudian mempertanyakan ulang hakikat, tujuan hidup, serta institusi-institusi yang sebelumnya menuntun arah hidup mereka.
Mereka mulai menemukan kesadaran bahwa mereka sendiri harus mampu menemukan jalan keluar terhadap masalah hidup sehari-hari tanpa harus menyerahkan segala sesuatunya kepada otoritas lain, seperti gereja, dan para pemimpinnya. Mereka sendirilah yang harus mengusahakannya. Lembaga Gereja juga disadari bukanlah jalan keluar untuk membuat hidup mereka di dunia semakin sejahtera. Oleh karena itu, sebuah institusi yang bernama negara harus dibentuk dan diperkuat untuk mengurus kesejahteraan bersama. Selain itu, setiap manusia diciptakan dengan harkat dan martabat yang sama; oleh karena itu, tidak boleh ada pihak lain, yang dapat memperlakukan orang lain sebagai alat untuk mendukung kepentingan-kepentingannya.
Untuk pertama kalinya selama berabad-abad mereka merefleksikan kenyataan termasuk dirinya serta berupaya membongkar praktik-praktik yang dianggap membelenggu potensi kemanusiaannya. Itulah juga yang kemudian melahirkan ide keadilan, hak, martabat manusia, otonomi individu, dan kebebasan.
d. Jatuhnya Konstatinopel pada tahun 1453
Jatuhnya Konstatinopel pada tahun 1453 ke tangan Dinasti Ottoman memberikan dorongan tidak langsung bagi lahirnya Renaisans. Banyak cendekiawan yang ahli dalam kebudayaan Yunani dan Romawi yang bekerja di perpustakaan-perpustakaan di Konstatinopel menyingkir ke wilayah-wilayah di Eropa sambil membawa banyak buku sastra, hokum, dan seni yang tidak ternilai harganya. Di tempat yang dituju, mereka mengajar bahasa Yunani dan Latin, karya-karya sastra, serta hukumnya.
Hasilnya, minat untuk mempelajari kebudayaan Yunani dan Romawi di Eropa meningkat. Literatur-literatur Yunani Kuno dan Romawi dipelajari secara luas oleh bangsa-bangsa Eropa. Ilmu humaniora berkembang. Mereka mengumpulkan, mempelajari, menyunting tulisan-tulisan klasik, dan kemudian menerbitkannya kembali. Salah seorang cendekiawan itu adalah Desiderius Erasmus (1466-1536) dari Belanda, seorang humanis dan pemikir besar Renaisans. Peradaban Barat sejak era Renaisans dibentuk sebagai hasil dari kajian dan penghayatan terhadap nilai-nilai kedua kebudayaan antik tersebut.
e. Penemuan mesin cetak
Penemuan mesin cetak pada tahun 1454 oleh Gutenberg dari Mainz (Jerman) sangat membantu mempercepat serta memperluas penyampaian gagasan-gagasan. Keadaan ini kemudian melahirkan revolusi berpikir Renaisans dan humanism.
1.5 Pengaruh Renaissance bagi Indonesia dan Dunia
Renaissance merupakan salah satu peristiwa besar yang berdampak bagi kehidupan masyarakat, tidak hanya masyarakat Eropa melainkan juga masyarakat di berbagai benua. Terbentuknya Renaissance membawa dampak positif dan negatif bagi perkembangan masyarakat.
Dampak dari Renaissance terlihat dalam berbagai bidang
a. Sosial-Budaya
Semangat Renaisans dan humanism, terutama sikap positif terhadap dunia serta penekanannya pada otonomi dan kebebasan individu, melahirkan perubahan yang radikal dalam berbagai bidang. Hal ini menjadi fondasi bagi lahirnya sekularisme di Eropa. Sekularisme adalah ideologi atau gerakan yang mendorong dihapusnya agama dari ruang publik. Sekularisme, misalnya, menggarisbawahi agar urusan politik dilepaskan sama sekali dari pengaruh dan campur tangan agama. Urusan agama dianggap sebagai urusan pribadi setiap individu. Ringkasnya, agama tidak boleh mencampuri urusan-urusan di ruang publik.
Sudah sejak era Renaisans, perlawanan terhadap campur tangan agama dalam ruang publik dilancarkan. Beberapa raja kuat, misalnya, melakukan perlawanan terbuka terhadap gereja, seperti yang terjadi pada tahun 1296 , ketika Raja Philip IV dari Prancis menangkap dan memenjarakan Paus yang berkuasa saat itu.
Gerakan menyingkirkan agama dari ruang publik mencapai puncaknya pada Zaman Pencerahan (Aufklarung) di abad ke-18. Pada masa ini, agama bahkan dianggap sebagai penghambat kemajuan dan kebahagiaan manusia di dunia. Semboyan “religion was not highest expression of human values” (“ agama bukan ekspresi tertinggi nilai-nilai kemanusiaan”) bergema dimana-mana. Untuk menegaskan betapa besarnya potensi manusia melalui rasionya, tokoh Renaisans Leon Battista Alberti (1404-1472) bahkan berpendapat, “Man can do all things if they will” (“manusia dapat melakukan apa pun yang dikehendakinya”).
b. Ekonomi-politik
Memang tidak mungkin dihindari bahwa, gerakan Renaisans dan humanisme perlahan-lahan menyingkirkan wibawa dan peran agama dalam kehidupan publik. Sebagai ganti agama, masyarakat era Renaisans membangun serta memperkuat fungsi dan peran negara. Institusi ini diyakini menjadi sarana yang tepat untuk menciptakan kemajuan dan kesejahteraan. Sebelumnya, negara berada di bawah pengaruh dan kekuasaan Gereja. Selama lama berada dikekuasaan Gereja, raja sebagai pemimpin negara kemudian berpikir keras mencari cara-cara menyejahterakan rakyatnya.
Raja-raja itu beruntung karena pada saat yang sama para usahawan dan pedagang independen sedang tumbuh dan berkembang dengan pesat, demikian juga perdagangan lintas negara yang mereka rintis. Melalui kerja sama dengan para usahawan swasta dan pedagang ini, raja mengembangkan perekonomian negara. Raja melindungi para pedagang dalam seluruh aktivitas ekonominya, dan para pedagang menyumbang kemajuan negara melalui pajak.
Dalam perkembangannya, tumbuh kesadaran bahwa kesejahteraan suatu negara ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang dimiliki serta besarnya volume perdagangan global suatu negara. Pandangan ini nantinya akan disebut Merkantilisme. Paham Merkantilisme juga yang melahirkan kolonialisme dan imperialisme.
Dapat disimpulkan pengaruh Renaisans diantaranya muncul pembaharuan dan penemuan baru yang terkenal sampai ke berbagai penjuru dunia. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya ilmuwan yang berpengaruh hingga saat ini. Renaisans juga berpengaruh dalam kegiatan invasi besar-besaran “Bangsa Barat” ke Dunia Timur termasuk Nusantara. Kegiatan invasi ini dipengaruhi oleh beberapa penemuan pada masa Renaisans diantaranya penemuan mesin cetak oleh Johann Gutenberg, senjata api, dan penemuan kompas yang digunakan untuk menentukan mata angin dalam pelayaran.
2. Aufklarung
2.1 Arti Aufklarung
Zaman Aufklarung ini dikenal dengan “zaman pencerahan” atau “zaman fajar budi”. Aufklarung merupakan kelanjutan dari Renaissance. Abad Pencerahan (Age of Enlighttenment/1685-1815) adalah suatu periode dalam sejarah manusia yang ditandai dengan optimisme yang tinggi pada kemampuan rasio manusia untuk menciptakan kemajuan. Nama pencerahan diberikan untuk zaman ini karena manusia mulai mencari cahaya baru melalui rasionya sendiri. Dengan kata lain, abad pencerahan merupakan era dimana manusia mencari cahaya baru melalui rasionya.
Keyakinan pada kemampuan rasio untuk mencapai kemajuan sedemikian tinggi sehingga pada masa ini tumbuh keyakinan bahwa peran Tuhan dianggap berhenti setelah proses penciptaan alam semesta dan segala isinya selesai. Selain itu, Tuhan tidak terlibat atau campur tangan lagi dalam urusan dunia. Urusan di dunia diserahkan sepenuhnya kepada manusia yang telah Tuhan anugerahi dengan rasio. Dengan rasionya, manusia dituntut untuk memahami hukum-hukum yang berlaku objektif dan ketat demi kemajuan dan perkembangan hidupnya. Gagasan pencerahan semacam ini disebut dengan Deisme. Dalam pandangan ini, Tuhan ibarat seorang pembuat jam (watchmaker). Setelah jam dibuat, pembuat jam membiarkan jam itu bekerja sendiri tanpa campur tangannya lagi.
Dengan kata lain, menurut pandangan deisme, dunia alamiah ini bekerja secara mekanis menurut hukum-hukum yang berlaku objektif dan ketat yang disebut hukum alam. Jadi, sekiranya Allah itu dapat diyakini keberadaannya, paling-paling Dia hanya menciptakan dunia mekanis itu dan selanjutnya berjalan sendiri.
Abad pencerahan berlangsung pada abad 17-18 Masehi (1685-1815). Sumber lain mengatakan, periode ini membentang antara apa yang disebut “The Glorious Revolution” 1688 di Inggris dan Revolusi Prancis tahun 1789. Negara-negara pelopornya adalah Inggris dan Prancis. Di kedua negara ini lahir banyak ilmuwan, dan pemikir atau filsuf, yang gagasan-gagasannya sangat berperan memicu lahirnya abad pencerahan.
Gagasan Pencerahan mencapai puncaknya dalam Revolusi Prancis (1789-1799). Melalui revolusi ini tatanan sosial-politik hierarkis tradisional, seperti monarki Prancis, privilese-privilese bagi kaum bangsawan,serta kekuasaan politik dan otoritas Gereja, dihancurkan secara kejam, kemudian digantikan oleh tatanan sosial-politik yang diilhami ide-ide pencerahan, yaitu kebebasan (liberte), kesetaraan (egalite), dan persaudaraan (fraternite). Meski demikian, dampak kemanusiaan yang ditimbulkan revolusi ini serentak juga menunjukkan bahwa gagasan pencerahan, terutama rasio manusia, memiliki keterbatasan.
2.2 Latar Belakang Aufklarung
Sejak era Renaisans, keyakinan akan kemampuan rasio manusia untuk menciptakan kemajuan dan kebahagiaan di dunia sudah disadari. Dan juga keinginan untuk membebaskan diri (emansipasi) dari kungkungan berpikir abad pertengahan. Sebagai akibatnya, lahirlah banyak mahakarya seni dari para maestro sangat berbakat ketika itu.
Meskipun demikian, secara umum, umat manusia hanya berhasil melahirkan perkembangan dalam bidang humaniora, seperti filsafat, politik, seni, sastra, hukum, dan semacamnya. Belum ada perubahan yang signifikan dalam hal kesejahteraan secara ekonomi. Padahal, manusia memiliki potensi untuk meningkatkan ksejahteraan itu, dalam bentuk rasio yang telah dianugerahkan Tuhan.
Itu berarti, masalahnya bukanlah apakah manusia mampu atau tidak menciptakan perubahan demi kesejahteraan di dunia dengan rasionya, melainkan mengapa manusia belum menggunakan rasionya semaksimal mungkin. Oleh Filsuf Jerman, Immanuel Kant (1724-1804), jawaban atas pertanyaan tersebut dirumuskan dengan padat, ”Karena manusia belum berani menggunakan rasionya.” Menurutnya manusia belum berani menggunakan rasionya karena masih dikuasai oleh otoritas-otoritas lain, seperti tradisi, Kitab Suci, Gereja, dan negara. Kant bahkan mengatakan, ketergantungan pada otoritas-otoritas lain itu merupakan tanda bahwa manusia belum dewasa.
Jadi, inilah kata-kata dari Kant yang kemudian menjadi slogan utama Abad Pencerahan, ”Beranilah berpikir sendiri! (Sapere aude!)”. Dengan berani berpikir sendiri, niscaya manusia akan sejahtera dan bahagia. Itulah yang disebut Optimisme Pencerahan.
Pada periode Aufklarung telah banyak membawa perubahan pola pikir manusia. Manusia mulai menggunakan akalnya untuk meneliti secara kritis segala sesuatu dalam kehidupannya termasuk dalam kehidupan bernegara. Masa inilah yang kemudian membuat para tokoh yang kemudian terkenal sebagai pelopor sebuah aliran untuk mulai menyuarakan pendapatnya. Pendapat ini dapat berupa celaan dan kritikan tajam terhadap kinerja pemerintah yang otoriter dan dictator terhadap rakyatnya.
2.3 Tokoh-tokoh Aufklarung dan Pemikirannya
Masa Aufklarung melahirkan berbagai pemikiran yang terbagi dalam aliran-aliran berikut.
a. Rasionalisme
Secara umum, rasionalisme merupakan pendekatan filosofis yang menekankan akal budi (rasio) sebagai sumber utama pengetahuan.
Hampir semua ahli yang muncul pada zaman ini merupakan ahli matematika, seperti Descartes, Spinoza, dan Leibniz. Mereka mencoba menyusun suatu sistem filsafat berdasarkan rasionalisme.
b. Empirisme
Doktrin empirisme adalah lawan dari rasionalisme yang menganggap bahwa sumber pengetahuan harus dicari dalam pengalaman. Tokoh empirisme pada umumnya memberikan tekanan lebih besar pada pengalaman dibandingkan dengan filsuf-filsuf lain. Pengalaman indrawi menurut mereka adalah satu-satunya sumber pengetahuan, bukan akal (rasio).
Aliran empirisme diawali dari Francis Bacon (1561-1626), yang memberi tekanan kepada pengalaman sebagai sumber pengenalan. Aliran ini diterima dan dikembangkan oleh tokoh-tokoh terkemuka empirisme, seperti Thomas Hebbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), dan D. Hume (1711-1776).
c. Kantianisme
Tokoh yang terkenal dalam aliran ini adalah Immanuel Kant. Ia adalah salah seorang kritikus dan pemikir besar di Barat. Dia dengan gigih berupaya mendamaikan pertentangan yang terjadi antara rasionalisme dan empirisme. Kant mencoba merumuskan kebenaran ilmu pengetahuan melalui dua paham yang bertentangan, yakni rasionalisme dan empirisme. Ia berpendapat bahwa pengetahuan adalah hasil kerjasama dua unsur, yakni pengalaman dan kearifan akal budi. Pengalaman indrawi adalah unsur a posteriori (yang datang kemudian), sedangkan akal budi merupakan unsur a priori (yang datang lebih dulu).
Kedua aliran bersebrangan ini hanya mengakui salah satu unsur saja sebagai sumber pengetahuan, sehingga menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini diselesaikan Kant dengan membedakan kebenaran menjadi tiga macam, yaitu kebenaran akal budi, kebenaran rasio, dan kebenaran indrawi.
d. Idealisme
Idealisme secara umum berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah madzahab epistimologi yang mengajarkan bahwa pengetahuan deduktif dapat diperoleh manusia dengan akalnya. Lawan rasionalisme dalam epistimologi ialah empirisme yang mengatakan bahwa pengetahuan bukan dari akal, melainkan melalui pengalam empiris.
Aliran idealisme ini diwakili oleh beberapa tokoh diantaranya J. G. Fitche (1762-1914), F.W.S. Schelling (1775-1854), dan F.Hegel (1770-1831).
e. Positivisme
Pada dasarnya positivism bukanlah suatu aliran yang berdiri sendiri. Ia hanya menyempurnakan empirisme dan rasionalisme yang bekerja sama. Artinya ia menyempurnakan metode ilmiah dengan memasukkan eksperimen dan ukuran-ukurannya. Jadi pada dasarnya positivisme itu sama dengan empirisme dan rasionalisme. Hanya bedanya, empirisme menerima pengalaman batiniah sedangkan positivism membatasi pada pengalaman objektif saja.
Pelopor utama positivisme adalah Auguste Comte (1798-1857), seorang filsuf Prancis yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan sains dan teknologi modern.
f. Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung kepada manfaatnya dalam kehidupan. Salah satu tokoh yang terkenal dalam aliran ini adalah William Janes (1842-1910). Ia mengatakan di dalam bukunya The Meaning of Truth, bahwa tidak ada kebenaran yang mutlak, berlaku umum dan berdiri lepas dari akal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam praktik, apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.
g. Fenomenologi
Fenomenologi adalah sebuah studi dalam bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena. Ilmu fenomenologi dalam filsafat biasa dihubungkan dengan ilmu  hermeneutik, yaitu ilmu yang mempelajari arti daripada fenomena ini. Ahli fenomenologi yang pertama adalah Edmund Husserl (1859-1938) yang memulai karir filsafatnya dengan suatu buku tentang dasar-dasar ilmu hitung. Tulisan Hasserl yang paling menarik perhatian adalah Logical Investigation (1900-1901), Idea for a Pure Phenomenology (1913) dan Corestian Meditations (1929).
h. Eksistensialisme
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasar pada eksistensinya. Artinya bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia. Pusat perhatiannya adalah situasi manusia. Istilah eksistensialisme dikemukakan oleh ahli filsafat Jerman Martin Heidegger (1889-1976).  
2.4 Pengaruh Aufklarung bagi Dunia dan Indonesia
Immanuel Kant lahir pada masa dimana dunia telah melahirkan banyak ilmuwan dan pemikir berbakat. Hasil karya para ilmuwan melahirkan revolusi (perubahan-perubahan besar dan drastis) dalam kehidupan. Dengan kata lain, optimisme itu muncul karena keberanian menggunakan rasio itu telah terbukti melahirkan perubahan-perubahan besar. Hal itu tampak sangat nyata melalui hasil penemuan para ilmuwan serta pemikiran-pemikiran para filsuf. Penemuan para ilmuwan pada masa-masa menjelang munculnya optimisme pencerahan memicu lahirnya banyak kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara itu, pemikiran-pemikiran para filsuf tentang negara, masyarakat, Gereja, ekonomi, dan sebagainya, telah nyata-nyata melahirkan perubahan besar dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial-budaya. Di sini dapat disebutkan beberapa diantara mereka, yaitu Francis Bacon (1561-1626), Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), Isaac Newton (1643-1727), dan Jean-Jacques Rousseau (1712-1778). Mereka adalah contoh manusia-manusia yang tercerahkan (enlightened) karena berani menggunakan rasionya.
Sementara itu, dalam bidang sosial-politik, di Inggris dihasilkan naskah penting yang menjamin kebebasan warga, misalnya Habeas Corpus (1679). Ia menetapkan bahwa orang yang ditahan harus dihadapkan dalam waktu tiga hari kepada seorang hakim dan diberi tahu atas tuduhan apa ia ditahan. Ini menjadi dasar prinsip hukum bahwa orang hanya boleh ditahan atas perintah hakim. Selain itu, Undang-Undang Pers (1693) menjamin kebebasan berpendapat bagi segenap warga. Ini berarti setiap orang boleh saja mengkritik otoritas Gereja atau negara tanpa perlu merasa takut terhadap kedua institusi itu. Selain itu, John Locke mendesak agar dalam pemerintahan perlu ada pembagian kekuasaan dan jaminan atas hak kelompok minoritas mengadakan oposisi.
Hingga saat ini, pemikiran para ahli dan filsafat tersebut masih diadopsi dalam berbagai ilmu pengetahuan.
3. Reformasi Gereja
3.1 Arti Reformasi Gereja
Reformasi berasal dari bahasa Latin, yaitu Re (kembali) dan Formare (membentuk) yang dimaksud reformasi adalah membentuk struktur ulang pola kehidupan masyarakat. Secara khusus, Reformasi Gereja merupakan sejarah bangsa Barat dalam melakukan pembaharuan dan semangat baru bagi kehidupan keimanan umat Katolik. Reformasi Gereja merupakan sebuah upaya perbaikan dalam tatanan kehidupan yang didominasi oleh otokrasi Gereja.
3.2 Latar Belakang Reformasi Gereja
Di Eropa, sebelum terjadinya Reformasi pada tahun 1517 sudah terdapat beberapa kondisi sosial-keagamaan, yaitu sebagai berikut.
1. Terjadinya krisis moral yang besar dalam tubuh Gereja. Krisis itu berupa penyelewengan kekuasaan oleh para pejabat Gereja, termasuk Paus, korupsi, ketidaksucian diri (melupakan selibat), jual beli indulgensi atau sakramen pengampunan dosa, gaya hidup hedonis, melupakan kehidupan rohani, pemungutan pajak terhadap rakyat kecil, nepotisme dalam pemilihan dan pengangkatan para klerus  baik imam, uskup, maupun cardinal, dan semacamnya. Jadi, pada waktu ROMA diplesetkan dengan akronim (R)adix (O)mnium (M)alorum (A)varita, yang berarti cinta akan uang adalah akar dari segala kejahatan.
2. Pada masa sebelum Reformasi, nasionalisme semakin berkembang. Negara-negara nasional juga sedang berupaya memperkuat diri serta mempertahankan keadaannya. Nasionalisme dalam hal ini adalah tumbuhnya kesadaran sebagai kesatuan dari sejumlah bangsa di Eropa.
3. Lahirnya ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Gereja dari kalangan internal Gereja itu sendiri. Orang-orang seperti Wycliffe dan Hus adalah contoh pemikir popular dari kalangan internal Gereja yang sangat kecewa terhadap kepemimpinan Roma dan sangat ingin memperbaharuinya.
4. Semakin berkembangnya tradisi intelektual dan iklim kebebasan di Eropa. Hal ini tidak terlepas dari gerakan Renaisans yang menekankan kemampuan rasio, otonomi individu, serta tanggung jawab manusia untuk menciptakan kebahagiaan di dunia. Marthin Luther, raja-raja Eropa yang berani melawan otoritas kepausan, serta para pendukungnya merupakan orang-orang gerakan Renaisans dan humanisme. Dengan demikian, Reformasi Protestan tidak terlepas dari pengaruh Renaisans.
Selain keempat faktor itu, masih dapat ditambahkan satu faktor lainnya, yaitu terjadi ketidakpuasan dan kekacauan dalam bidang ekonomi. Saat Reformasi, penghuni Eropa berjumlah sekitar 65-80 juta jiwa. Kelas borjuis (para pedagang dan usahawan kaya) berkembang. Sejak menjelang berakhirnya Abad Pertengahan dan selama era Renaisans, mereka menguasai ekonomi di kota-kota. Teknologi di bidang pertambangan, perkapalan, dan percetakan menyegarkan ekonomi. Namun, tatanan ekonomi secara umum menimbulkan ketidakpuasan dan kesenjangan. Kalangan bangsawan semakin tidak mendapat tempat dalam masyarakat yang mengalami erosi feodalisme. Sementara itu, kaum petani hanya menjadi alat kaum borjuis untuk kemakmuran mereka. Kedua kelompok ini sangat rentan terhadap tendensi revolusioner. Kondisi sosial-ekonomi sebagaimana dijelaskan sebelumnya memicu munculnya seorang biarawan Augustian bernama Marthin Luther pada tahun 1517. Sebagai seorang yang bertekad mereformasi Gereja, ia seperti penyulur yang lama ditunggu.
Singkatnya, Reformasi Gereja dimulai di Eropa, khususnya di negara Jerman dan sekitarnya. Reformasi Gereja terjadi akibat adanya penyimpangan yang dilakukan Gereja. Gerakan Reformasi Gereja muncul pertama kali di Jerman. Reformasi Gereja di Jerman disebabkan oleh kekecewaan rakyat terhadap dominasi Gereja dan adanya fase transisi ekonomi di Jerman dimana pada waktu itu terjadi proses perubahan dari masyarakat feodal menuju masyarakat kapitalis. Pada saat itu muncul suatu tokoh yang bernama Marthin Luther yang melahirkan pemikiran baru untuk melaksanakan Reformasi Gereja yang nantinya tidak hanya berkembang di Jerman melainkan meluas ke wilayah-wilayah Eropa lainnya.
Reformasi Gereja di Eropa mengakibatkan munculnya usaha-usaha demokratisasi politik serta adanya kesadaran individual untuk memperjuangkan hak-hak politik serta kebebasan. Hal ini menjadi dasar timbulnya tindakan demokratisasi rakyat yang antikekuasaan totaliter serta adanya keberanian rakyat untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan pemerintah.
3.3 Tokoh-tokoh Reformasi Gereja dan Pemikirannya
Perkembangan Reformasi Gereja didasari pada pemikiran tokoh penting. Tokoh-tokoh Reformasi Gereja diantaranya :
1. Marthin Luther (1483-1546)
Marthin Luther adalah pemimpin terkemuka gerakan keagamaan yang disebut Reformasi Protestan. Gerakan Reformasi Prostestan merupakan cikal-bakal terbentuknya beberapa sekte Protestan.
Marthin Luther sebelumnya adalah pemeluk Katolik yang taat. Namun, ia menentang kebiasaan Gereja yang menyimpang pada masa itu. Marthin Luther berkeyakinan bahwa Tuhan maha pengasih dan kasih sayang-Nya tidak dapat dibeli dengan uang atau apapun. Marthin Luther menulis suatu maklumat yang dinamai Sembilan Puluh Lima Tesis. Pada tanggal 31 Oktober 1517 maklumat tersebut berisi Sembilan puluh lima alinea yang mengecam Gereja.
Luther menulis banyak karangan yang menjelaskan pandangan-pandangan teologianya. Tiga karangannya yang terpenting adalah "An den Christlichen Adel Deutscher Nation:Von des Christlichen Standes Bessening" (Kepada kaum Bangsawan Kristen Jennan tentang perbaikan Masyarakat Kristen), "De Captivitate Babylonica Ecclesiae" (Pembuangan Babel untuk Gereja), dan "Von der Freiheit eines Christenmenschen" (Kebebasan seorang Kristen).
Tanggal 15 Juni 1520, bulla (surat resmi) komunikasi dari Paus keluar. Bulla itu bernama "Exurge Domine". Paus menyatakan bahwa dalam pandangan-pandangan Luther terdapat 41 pokok yang sesat. Ia meminta kepada Luther menarik kembali dalam tempo 60 hari dan jika tidak ia akan dijatuhi hukuman gereja. Namun, Luther membalas bulla itu dengan suatu karangan yang berjudul "Widder die Bullen des Endchrists" (Melawan bulla yang terkutuk dari si Anti-Krist). Pada 10 Desember 1520 Luther membakar bulla Paus tersebut bersama-sama dengan Kitab Hukum Kanonik Gereja Katolik Roma di depan gerbang kota Wittenberg dengan disaksikan oleh sejumlah besar mahasiswa dan mahaguru Universitas Wittenberg. Tindakan ini merupakan tanda pemutusan hubungannya dengan Gereja Katolik Roma. Kemudian keluarlah bulla kutuk Paus pada tanggal 3 Januari 1521. Luther kini berada di bawah kutuk gereja. Penolakan Luther untuk mencabut dalil-dalil dan ajarannya pada tanggal 18 April 1521 secara simbolis memulai Reformasi Prostestan.
Pada tahun 1521 Marthin Luther dikucilkan dari Gereja. Kemudian Marthin Luther dan pengikut-pengikutnya mendirikan sekte Protestan yang dikenal sebagai Lutheranisme. Setelah Luther menempelkan 95 tesisnya pada pintu sebuah Gereja di Wittenberg. Luther juga menerjemahkan injil ke dalam bahasa Jerman agar para pengikutnya dapat membacanya dalam bahasa mereka sendiri.
2. Erasmus Desiderius Roterodamus
Erasmus adalah seorang humanis yang terkemuka dan merupakan perintis Reformasi Gereja. Karyanya edisi Perjanjian Baru diterbitkan pada tahun 1516 dalam bahasa Yunani sehingga mendorong Reformasi yang dilakukan oleh Luther. Erasmus dilahirkan 27 Oktober 1466. Ia tinggal dalam biara Augustinus selama 5 tahun (1486-1491). Selama tinggal di biara, ia menulis sejumlah puisi dan karangan prosa. Dalam tulisannya sudah tampak kritiknya pada kekuasaan Gereja.
3. Zwingli
Huldrych (atau Ulrich) Zwingli lahir di Swiss, 1 Januari 1484 adalah pemimpin reformasi Swiss dan pendiri Gereja Reformasi Swiss. Reformasi Zwingli didukung oleh pemerintah dan penduduk Zurich, dan menyebabkan perubahan-perubahan penting dalam kehidupan masyarakat, dan urusan-urusan negara Zurich.
4. John Calvin (1509-1564)
Seorang teolog dari Prancis yang ajarannya kemudian disebut Calvinisme. Calvin berhasil mengadakan pembaharuan di kota Jenewa, bahkan pada tahun 1536 Calvin berhasil menerbitkan buku Institutio (Institutes of Christian Religion). Pengikutnya tersebar di Skotlandia, Belanda, dan bagian-bagian tertentu di Jerman, Prancis, dan Hongaria (khususnya di Transylvania dan Polandia). Reformasi Gereja berakhir dengan pembagian dan pendirian institusi-institusi baru, diantaranya Gereja Lutheran dan Gereja Calvinisme. Gerakan ini juga menimbulkan Reformasi Katolik di dalam Gereja Katolik Roma.
5. John Knox
John Knox lahir pada tahun 1513 di Haddington. Ia belajar di Universitas St. Andrews lalu ditahbiskan menjadi imam Katolik tahun 1536 dan menjadi seorang notaris kepausan tahun 1540. Ia adalah seorang tokoh yang mempengaruhi gerakan reformasi di Skotlandia. Ia merupakan salah satu murid Calvin si Jenewa, sehingga pengaruh teknologi Calvinis sangat berpengaruh kental dalam dirinya.
6. John Wycliff
John Wycliff lahir pada tahun 1324 adalah seorang pengajar di Universitas Oxford, Inggris, yang dikenal sebagai filsuf, teolog, pengkhotbah, penerjemah, dan tokoh reformasi Kristen di Inggris. Ia dikenal melalui karyanya menerjemahkan Alkitab dari bahasa Latin ke dalam bahasa Inggris pada tahun 1382, yang dikenal sebagai Alkitab Wycliffe. Karya inilah yang mempengaruhi terjemahan-terjemahan Alkitab kemudian.
3.4 Dampak Reformasi Gereja
A. Lahirnya Protestanisme
Reformasi yang dimulai di Jerman mengakibatkan terjadinya perpecahan atau skisma baru dalam Gereja setelah perpecahan antara Gereja Timur dan Gereja Barat pada tahun 1054. Melihat data sejarah, perpecahan seperti ini sebetulnya bukan tujuan Luther. Ia hanya menuntut reformasi (dan karena itu disebut reformator) bukan mendirikan Gereja. sendiri dan memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma. Resistensi atau perlawanan Gereja Katolik Roma (yang menanggap dalil-dalil dan ajaran Hitler sesat) menganggapi tuntutan perubahan, kemudian mendorong para pengikut Hitler mendirikan Gereja sendiri terlepas dari Gereja Katolik Roma. Itulah Protestanisme.
B. Menguatnya negara dan pemerintahan sekuler
Salah satu gagasan pokok Reformasi Martin Luther adalah menggugat kedudukan Paus sebagai peguasa sekuler. Melalui  kekaisaran romawi suci, Paus membawakan kaisar-kaisar dan raja raja vassal-nya di Eropa. Menurut Luther Paus harus mengakui kekuasaan para pangeran atau penguasa sekuler menurut prinsip prinsip kenegaraan yang berdasarkan nasionalisme.
Karena gagasan ini jugalah,Luther memperoleh dukungan luas dari penguasa lokal dan bangsawan. Bahkan, Luther menghendaki adanya pemisahan yang jelas antara agama dan negara. Gagasan ini setelah reformasi nanti akan melahirkan federalisme, nasionalisme, dan separatisme yang mengakibatkan Kekaisaran Romawi Suci yang dikepalai oleh Paus dan dijalanjak oleh kaisar runtuh perlahan-lahan dari panggung Eropa. Eropa yan selama 7 abad (sejak tahun 800) menjadi sebuah entintas politik dengan Katolik Roma sebagai pusatnya, mulai mengalami disintegrasi politik yang terpecah pecah kedalam unit-unit negara yang otonom. Sebagai akibat lanjutnya, Gereja di negara-negara yang telah merdeka dari otoritas kekuasaan itu menjadi subordinasi dan bagian integral negara.
C. Lahirnya Gereja Anglikan (Anglikanllise)
Reformasi Inggris adalah serangkaian peristiwa di Inggris pada abad ke 16 ketika Gereja Inggris memisahkan diri dari pemerintahan Paus dan Gereja Katolik Roma. Reformasi di Inggris pada awalnya lebih berupa masalah politik ketimbang masalah teologi. Sampai saat ini, teologi Gereja Anglikan, dan Gereja Katolik Roma mirip.
Berawal dari kekesalannya terhadap Gereja Katolik Roma karena tidak besedia membatalkan pernikahannya Henri VIII kemudian memutuskan hubungan dengan Roma dan mendirikan Gereja sendiri, Gereja Anglikan, dengan dirinya sendiri sebagai kepalanya.
Meskipun demikian, Reformasi di Inggris tidak terlepas dari keberhasilan Reformasi yang terjadi di Jerman. Keberhasilan reformasi di Jerman ditandai dengan keberanian untuk melawan otoritas kepausan serta terciptanya negara sekuler yang lepas dari intervensi kepausan. Hal ini mempengaruhi Inggris juga. Hal itu tidak terlepas dari kemajuan mesin cetak yang membuat gagasan-gagasan Reformasi Jerman dengan mudah sampai ke Inggris. Konon, buku-buku berisi gagasan-gagasan Luther tersebar dengan cepat ke inggris oleh para pedagang (merchants) dan petualang (travellers).
Alkisah, pada akhir 1520-an, Henry ingin pernikahannya dengan Catharina dibatalkan. Pernikahannya dengan Catharina tidak menghasilkan keturunan lelaki, sedangkan Henry menginginkan seorang putra sebagai ahli waris dinasti Tudor. Henry yang semakin tergoda oleh kecantikan Anne Boleyn, seorang putri bangsawan, semakin bertekad untuk berpisah dengan Catharina. Pada tahun 1529, penasihatnya, Kardinal Thomas Wolsey, menuduhnya telah menghianati Gereja dengan mendahulukan kepentingan kerajaan daripada kepentingan kepausan. Namun, keputusan Henry sudah bulat. Ia kemudian mengumpulkan dukungan untuk memisahkan diri dari Roma. Setelah nekat menikahi Anna Boleyn pada tahun 1533, Henry secara resmi menyatakan Gereja Inggris berdiri sendiri lepas dari Roma pada tahun 1534. Selanjutnya, raja Inggris berperan sebagai pemimpin politik sekaligus pemimpin agama.
D. Reformasi dan Demokrasi
Gagasan inti lain dari Reformasi Protestan adalah kebebasan individu atau suara hati dan kesetaraan. Coba anda ingat kembali alasan protes para pengikut Luther pada tahun 1529, konsep Luther terhadap kebebasan setiap individu untuk menafsirkan Kitab Suci, serta penolakan Luther atas otoritas Paus termasuk atas kekuasaan sekuler. Hal ini kemudian dipertegas lagi dalam gagasan Lutheranisme yang menyatakan bahwa otoritas pemerintah bergantung pada persetujuan dari orang-orang yang diperintah melalui proses yang dalam istilah Lutheran disebut Covenant. Mengikuti Perjanjian Lama (Kitab Taurat), Luther mengatakan, ”Sebagaimana hubungan antara Tuhan dan manusia terjadi melalui kehendak bebas manusia dalam suatu perjanjian (Covenant), demikian juga hubungan antara pemerintah dan rakyatnya “.
Keduanya merupakan gagasan dasar dari demokrasi modern yang dirumuskan secara resmi dalam Revolusi Amerika 250 tahun kemudian. Perjuangan untuk kesetaraan tampak jelas dari kritik tajam Luther terhadap hierarki Gereja. Ia mengatakan setiap orang Kristen adalah manusia yang bebas sejak dilahirkan. Kebebasan suara hati sangat ditekankan dalam Lutheranisme. Kebebasan individu itu juga dipraktikkan dalam penafsiran terhadap Kitab Suci. Menurut Luther, setiap individu memiliki hak untuk membaca dan menafsirkan Kitab Suci. Pada Abad Pertengahan, kuasa untuk membaca dan menafsikan Kitab Suci ada di tangan para klerus. Tidak bisa dipungkiri bahwa gagasan-gagasan ini juga merupakan produk Renaisans.
E. Reformasi, Perang 30 Tahun, dan kebebasan beragama
Reformasi juga membawa akibat yang tidak diharapkan : Kaum Katolik dan Protestan berperan satu sama lain, dalam apa yang disebut Perang 30 Tahun (1618-1648). Perang tersebut terutama terjadi di Jerman dan Inggris. Meskipun demikian, perang ini juga terjadi tidak hanya karena alasan keagamaan, tetapi juga karena persaingan Dinasti Habsburg dan Dinasti Valois di Prancis, mengakibatkan terjadinya perang Habsburg-Valois. Hal ini dapat terlihat dari fakta kaum Katolik Prancis mendukung pihak Protestan di Jerman. Perang 30 tahun mengakibatkan musibah kelaparan dan wabah penyakit yang mengerikan.
Perang ini diakhiri perjanjian perdamaian Westphalia pada tahun 1648. Isi penting perjanjian adalah:
1. Adanya pengakuan atas kedaulatan tiap-tiap Negara atau kekuasaan nasional. Dengan kata lain, perjanjian ini meletakkan dasar penentuan nasib sendiri suatu bangsa.
2. Adanya pengakuan atas kebebasan beragama di tiap-tiap negara. Umat Protestan dan Katolik dinyatakan setara dihadapan hukum dan aliran Protestan yang bernama Calvinisme diberikan pengakuan resmi.
3. Adanya pengakuan prinsip-prinsip cuius regio, eius religio, yang berarti tiap Negara yang berdaulat itu memutuskan sendiri agama resmi mereka. Pilihannya adalah Katolisisme, Lutheranisme, dan Calvinisme. Orang yang menganut keyakinan di luar ketiga dedominasi itu juga diberi kebebasan untuk menjalankan keyakinannya.

Dampak Reformasi bagi Masyarakat Modern etika Protestan
Dampak Reformasi tidak hanya berkaitan dengan doktrin, dogma, otoritas Paus, ataupun konsep kekuasaan semata. Reformasi juga ternyata membawa dampak yang sangat besar bagi masyarakat modern sampai sekarang.
Dampak itu berupa etika protestan, yaitu daya penggerak dibelakang layar yang mendorong perkembangan kapitalisme. Hubungan antara protestanisme dan kapitalisme sendiri bersifat tidak langsung. Martin Luther sendiri atau pengikutnya John Calvin dan Ulrich Zwingli tidak pernah secara eksplisif mendorong kapitalisme ataupun mengatakan sesuatu tentang dampak ajarannya terhadap perkembangan kapitalisme. Hubungan itu merupakan hasil analisis seorang sosiolog Jerman, Max Waber (1864-1920) dalam bukunya yang berjudul “Die Protestantische Ethic und der ‘Geist des Kapitalismus” (etika protestan dan semangat kapitalisme), setelah menelaah gagasan-gagasan protestanisme terutama aliran Calvinis. Menurut Waber, kapitalisme berkembang ketika etika protestan terutama aliran Calvinis mempengaruhi sejumlah orang untuk bekerja dalam dunia sekuler, mengembangkan perusahaan mereka sendiri, serta turut serta dalam perdagangan dan pengumpulan kekayaan untuk investasi.
Dua landasan etika Protestanisme : konsep kerja sebagai panggilan dan predestinasi. Salah satu kritik Luther terhadap Gereja Katolik Roma adalah konsep panggilan (Jerman: Beruf, Inggris: Vocation/Call). Selama abad pertengahan setidaknya dalam praktiknya, konsep ini dilekatkan secara khusus kepada kaum klerus. Kedudukan sebagai klerus adalah panggilan Tuhan. Alasannya, dari semua pekerjaan di dunia pekerjaan kaum klerus dianggai sangat mulia karena bertanggung jawab mengarahkan umat kepada tuhan dan kebahagiaan akhirat. Dengan demikian, panggilan secara khusus mengacu pada tugas atau pekerjaan yang terarah keluar dunia yaitu Surga. Disini, makna spiritualitas atau kerohanian salalu dikaitkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan ibadah atau hal-hal yang bersifat rohani.
Melalui reformasi, Luther memperluas konsep panggilan. Menurutnya,”panggilan” dari Tuhan tidak hanya terbatas pada kaum klerus saja, tetapi juga pada setiap pegerjaan, tugas, ataupun kedudukan yang dilakukan oleh manusia demi kesejahteraannya di dunia, termasuk aktivitas perdagangan. Pekerjaan demi mencapai kebahagiaan di dunia itu tidak kalah mulianya dengan pekerjaan yang secara khusus diarahkan untuk mencapai kebahagiaan di Surga. Dengan kata lain, setiap pekerjaan manusia mengandung makna rohani atau spiritual. Berdasarkan itu, dikenallah istilah spiritualitas kerja.
Menurut Protestanisme, pekerjaan merupakan bentuk ibadah yang paling konkret kepada Tuhan. Dengan demikian bekerja merupakan tanda keberimanan seseorang atau kepada Tuhan. Seseorang disebut beriman apabila kehidupannya dimasa kini senantiasa ditandai oleh tanggung jawab yang optimal terhadap seluruh pekerjaan yang dipercayakan tuhan kepadannya. Etos kerja inilah yang menurut Weber mampu mengubah wajah dan beradaban Eropa. Ini bahkan dinilai mampu mengubah seluruh dunia karena “bekerja” tidak lagi dianggap sebagi hal yang duniawi, tetapi dihayati sama mulianya dan tidak lebih rendah derajatnya dari hidup bertarak (seperti menahan hawa nafsu, berpantang berpuasa, bertapa, mengasingkan diri dari dunia, bersuluk, dan hidup prihatin). Sebagai hasil dari konsep kerja yang baru ini, setiap orang beriman harus melakukan pekerjaan dengan bersungguh sungguh, dalam arti bekerja keras tanpa pamrih, hemat, luwes, sistematis, disiplin, serta efisien dalam bekerja. Nilai-nilai spiritual ini mendorong para penganutnya untuk bekerja keras. Sebelumnya, pada Abad Pertengahan, ”kerja” dipahami sebagai suatu keniscayaan alamiah demi mempertahankan hidup di dunia yang bersifat sementara ini.
Konsep ini kemudian dihayati secara luas di kalangan Protestan, terutama Gereja-gereja Lutheran, Reformed (Calvinis), dan Puritan. Dalam aliran Calvinis, konsep ini diradikalkan melalui konsep predestinasi. Menurut konsep ini, sebelum lahir kedalam dunia, setiap manusia sudah ditentukan oleh Tuhan apakah masuk ke kelompok yang diselamatkan ataukah dihukum di akhirat nanti. Manusia tidak dapat mengubah keadaan atau “takdir” tersebut karena hal itu merupakan keputusan Tuhan sendiri. Meskipun tidak dapat mengubah takdir tersebut, manusia memiliki tanda apakah dia menjadi penghuni Surga ataukah penghuni Neraka kelak. Tanda itu adalah kesuksesan dalam pekerjaannya di dunia. Keberhasilan dalam pekerjaan di dunia menandakan bahwa kelak ia masuk Surga. Sebaliknya, kegagalan dalam pekerjaan di dunia menjadi tanda bahwa ia akan masuk Neraka.
Tidak hanya sampai disitu, aliran Calivinis juga mendeskripsikan makna keberhasilan di dunia. Orang yang berhasil adalah orang yang tidak saja berhasil dalam pekerjaannya, yaitu mengumpulkan materi sebanyak banyaknya, tetapi berhasil dalam menggunakan materi itu. Seseorang dikatakan berhasil apabila ia tidak menghambur-hamburkan materi yang diperolehnya itu, tetepi digunakan untuk menabung dan berinvestasi. Dalam pandangan Calvinisme gaya hidup hedonis dan menghambur hamburkan uang bertentangan dengan hakikat kerja dan kehendak Tuhan. Semakin banyak orang berinvestasi, semakin tumbuh ekonomi seseorang dan masyarakat. Semakin tumbuh ekonomi, semakin kuat tandannya bahwa ia masuk Surga.
Pandangan ini kemudian berkembang lagi lebih lanjut dalam aliran Puritan, yang mengatakan bahwa manusia diciptakan untuk melakukan perbuatan perbuatan yang baik. Kepada tiap tiap orang, Tuhan telah menetapkan perbuatan-perbuatan baik yang akan dikerjakannya di dunia. Menurut Weber, hal ini mendorong lahirnya konsep spesialisasi, suatu konsep penting dalam kapitalisme. Kaum Puritan, misalnya, menjadi contoh yang baik dalam proses pengambangan bakat dan minat sampai mencapai kesempurnaan diwujudkan dalam kehidupan sehari hari. Menurut mereka, hanya dengan spesialisasi, pekerjaan mereka akan jauh lebih efektif, lebih efisien dan lebih baik. itulah perwujudan panggilan Tuhan yang sangat mulia.
Kepercayaan yang kemudian yang mendorong orang bekerja keras, berhemat, dan berinvestasi inilah yang oleh Weber disebut sebagai etika Protestan. Menurut Weber, konsep ini merupakan faktor utama munculnya kapitalisme di Eropa.
3.5 Restorasi Gereja
1. Maksud Restorasi Gereja
Restorasionisme merujuk kepada sejumlah gerakan keagamaan yang tidak terafiliasi yang mengajarkan bahwa Gereja-gereja Katolik, Ortodoks dan Protestan memasukkan ajaran-ajaran yang menyimpang ke dalam agama Kristen .Banyak denominasi restorasionis percaya bahwa mereka telah memulihkan (merestorasikan) Kekristenan ke dalam bentuknya yang asli dan otentik, meskipun sebagian lagi percaya bahwa mereka masih mencari-cari bentuk yang asli itu. Sikap terhadap keberhasilan upaya restorasi ini dalam denominasi-denominasi ini tidak seragam. Istilah ini digunakan khususnya untuk gerakan-gerakan yang mucul di bagian timur Amerika Serikat dan Kanada pada awal dan pertengahan abad ke-19 pada permulaan Kebangunan Besar Kedua.
2. Protes terhadap Protestan
Kaum Restorasionis merasa tidak puas hanya dengan kerja sama antar-denominasi. Para pemimpin dari gerakan-gerakan ini tidak percaya bahwa Allah hanya berniat untuk mengemukakan lembaga-lembaga lama, dan melestarikan perpecahan-perpecahan lama, dengan kebangunan-kebangunan. Mereka menganggap kebangunan keagamaan yang baru sebagai fajar, atau setidak-tidaknya pembawa, zaman yang baru. Kaum Restorasionis berusaha mendirikan kembali atau memperbaharui seluruh Gereja Kristen berdasarkan pola yang mereka anggap ditetapkan dalam Perjanjian Baru. Mereka tidak menganggap penting kredo-kredo yang berkembang di sepanjang masa dalam Gereja Katolikisme dan Protestanisme, yang mereka anggap telah mempertahankan Kekristenan tetap terpecah-belah. Sebagian lagi bahkan mengklaim bahwa Alkitab telah dipalsukan pada zaman dulu, sehingga membutuhkan koreksi.
Reformasi Protestan yang terjadi melalui suatu dorongan restorasionis untuk memperbaiki Gereja dan mengembalikannya kepada struktur, keyakinan, dan praktik alkitabiahnya yang semula. Tetapi gerakan-gerakan Reformasi Protestan, termasuk Puritanisme, menerima bahwa sejarah mempunyai semacam "yurisdiksi" dalam iman dan kehidupan orang Kristen, demikian sejarahwan Richard T. Hughes. Demikian pula Mark Noll berkata tentang pandangan Protestan bahwa, "Alkitab mungkin mutlak dalam hikmat dan wibawanya, tetapi kami memahami bahwa harta kekayaannya diperantarai lewat sejarah." Orang Protestan percaya akan kontinuitas historis dari iman, dan mengkritik tradisi-tradisi Katolik Roma dalam pengertian sejarah maupun Kitab Suci. Kaum Restorasionis menyangkal "yurisdiksi" dari perkembangan historis pada masa lampau, untuk membebaskan diri untuk merangkul apa yang mereka pahami sebagai pola surgawi yang aslinya disingkapkan kepada para Rasul Kristus. Sementara kaum Protestan akan menolak tradisi-tradisi tertentu gereja yang mereka anggap tidak mempunyai dasar alkitabiah, seperti misalnya api penyucian dan penghormatan kepada orang-orang kudus, berbagai kelompok Restorasionis akan menolak keyakinan-keyakinan dan praktik-praktik yang dianggap ortodoks dan alkitabiah oleh pihak Protestan, seperti misalnya abat pada hari Minggu dan konsep Tritunggal.
Organisasi-organisasi restorasionis mencakup Konvensi Kristen, Gereja-gereja Kristus, Murid-murid Kristus, Gereja-gereja Kristen Independen/Gereja-gereja Kristus, Saksi-Saksi Yehuwa, Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Gerakan Orang-orang Suci dari Zaman Akhir (dari kelompok ini Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir adalah denominasi yang terbesar dan Komunitas Kristus yang kedua terbesar), dan lain-lain. Kelompok-kelompok ini mengajarkan teologi-teologi yang sangat berbeda satu sama lain, tetapi mereka semua muncul dari keyakinan bahwa pola sejati dari agama Kristen telah mati lewat kemurtadan bertahun-tahun yang lalu dan akhirnya dipulihkan oleh Gereja-gereja mereka. Sebagian orang percaya bahwa hanya merekalah yang merupakan pemulihan ini satu-satunya; yang lainnya meyakini bahwa mereka mengikuti pola yang ditemukan kembali dari Kekristenan perdana yang kini terdapat di banyak Gereja, termasuk Gereja mereka sendiri. (Ini adalah posisi resmi dari Gereja Kristen (Murid-murid Kristus), misalnya. Sebagian denominasi restorasionis menyatakan bahwa Gereja-gereja Protestan, Katolik dan Ortodoks tidak benar-benar Kristen.
3.6 Pengaruh Reformasi Gereja bagi Dunia dan Indonesia
a. Pengaruh Reformasi Gereja bagi masyarakat Dunia
Reformasi Gereja mendapat tantangan di kalangan umat Katolik . Pihak yang menentang Reformasi Gereja menamakan gerakan mereka dengan sebutan gerakan Kontrareformasi. Gerakan ini juga menghendaki perubahan dalam Gereja.
Gerakan Kontrareformasi diawali oleh tindakan Paus Pius V yang mendorong pengajaran dan penyebaran agama melalui sebuah ordo biarawan Italia. Ordo ini disebut Kapusin. Selanjutnya, Paus Pius V menyetujui pembentukan Serikat Jesuit yang diusulkan Santo Ignatius dari Loyola. Serikat Jesuit dibentuk untuk menyebarkan agama Katolik.
Paus Pius V menyelenggarakan konsili Trente pada tanggal 13 Desember 1545 untuk membahas pembaharuan Gereja. Konsili Trente memutuskan untuk mendirikan berbagai lembaga pendidikan Gereja, seperti seminari untuk mendidik para Biarawan, Biarawati, dan Imam. Tindakan-tindakan tersebut dilakukan oleh pihak Gereja untuk membangkitkan kembali keyakinan umat Katolik.
Gerakan Reformasi Gereja menyebabkan wilayah Eropa terbagi menjadi dua bagian. Eropa terbagi wilayah utara dan selatan berdasarkan keyakinan agama. Kaum Protestan mendominasi wilayah Eropa bagian utara, sementara itu Kaum Katolik menguasai wilayah Eropa bagian selatan.
Agama Katolik dan Protestan masih berkembang hingga saat ini. Kedua agama tersebut masih menjadi agama mayoritas masyarakat Eropa saat ini. Katolik Roma masih mendominasi negara-negara Eropa bagian selatan. Sementara itu, Protestan mendominasi negara-negara Eropa bagian utara.
Pembagian wilayah berdasarkan keyakinan menyebabkan terjadinya perang saudara. Selain itu, perpecahan dalam keyakinan beragama memicu munculnya masalah politik. Sebagai contoh, kaum Protestan Belanda memberontak melawan kekuasaan Spanyol. Pemberontakan di Belanda mendapat dukungan dari Prancis. Pada akhirnya, Belanda dapat melepaskan diri dari kekuasaan Spanyol.
Selain menyebabkan perpecahan, Reformasi Gereja turut mempengaruhi perkembangan kesenian di Eropa. Pada masa ini berkembang seni Barok. Seni Barok mengalami perkembangan pesat di Italia, Spanyol, Jerman, dan Polandia. Salah satu hasil karya seni Barok adalah lukisan Monalisa karya Leonardo da Vinci.
b. Pengaruh Reformasi Gereja bagi masyarakat Indonesia
Pengaruh Reformasi Gereja masuk di Indonesia bersamaan dengan kedatangan bangsa-bangsa Barat. Kedatangan bangsa Barat di Indonesia selain untuk berdagang juga menyebarkan agama Nasrani.
1. Kegiatan Misi dan Zending
Misi adalah kegiatan untuk menyebarkan agama Katolik. Penyebaran agama Katolik di Indonesia pertama kali dilakukan oleh bangsa Portugis. Bangsa Portugis menyebarkan agama Katolik di wilayah Kepulauan Maluku. Bangsa Portugis menetap di Ambon hingga bangsa Belanda datang.
Ketika bangsa Spanyol datang di Kepulauan Maluku, mereka juga ikut menyebarkan agama Katolik. Kegiatan misi terbesar di wilayah Kepulauan Maluku dilakukan oleh seorang Spanyol anggota ordo Serikat Jesuit bernama St. Fransiskus Xaverius (1506-1552).
Selain di Kepulauan Maluku, misi dilakukan di Nusa Tenggara Timur. Penyebaran agama Katolik di NTT dipusatkan di Larantuka. Selanjutnya, para misionaris menyebarkan agama Katolik di Minahasa, Bolaang, Mongundow, Pulau Siau, dan Sangihe Talaud. Mereka menyebarkan agama Katolik dengan khotbah dan memberikan kisah teladan hidup. Selain menyebarkan agama Katolik, para misionaris melakukan kegiatan sosial, misalnya pembangunan Gereja, rumah sakit, dan lembaga pendidikan.
Penyebaran agama Katolik juga dilakukan di Pulau Jawa. Misi di Jawa pertama kali dilakukan pada tahun 1559 di daerah Blambangan, Banyuwangi. Sejak saat itu, para misionaris dari Malaka datang di Pulau Jawa.
Penyebaran agama Kristen Protestan dilakukan melalui kegiatan zending. Penyebaran agama Kristen dilakukan oleh bangsa Belanda. Kegiatan penyebaran agama Kristen Protestan oleh bangsa Belanda dilakukan selama tidak menganggu kegiatan perdagangan. Sikap ini masih berlanjut ketika Indonesia dibawa pemerintahan kolonial Belanda. Pemerintah kolonial Belanda hanya mengutamakan kebijakan yang menguntungkan perekonomian Belanda.
Menghadapi sikap pemerintah Belanda tersebut, pada akhirnya para pemuka agama Kristen Protestan mengalihkan aktivitas penyebaran agamanya ke daerah pedalaman. Salah satu pelaksanaan zending yang dianggap berhasil adalah seorang pendeta Jerman bernama Ludwig I. Nommensen. Ia berhasil melakukan kristenisasi di Sumatera Utara. Tokoh lain adalah Sebastian Danckaerts, Adriaan Hulsebos, dan Hernius.
Pada akhir abad XIX pemerintah kolonial Belanda mulai menunjukkan sikap lunak terhadap perkembangan agama Kristen di negeri jajahan. Pemerintah kolonial Belanda mulai membangun beberapa Gereja untuk penyebaran agama Kristen. Kegiatan penyebaran agama Kristen yang dilakukan pemerintah kolonial Belanda berada di bawah otoritas Kementerian Jajahan. Pemerintah kolonial Belanda menyebarkan agama Kristen dengan cara membangun sekolah dan rumah sakit.
2. Sinkretisme
Sinkretisme berasal dari kata sinkretis yang berarti penyesuaian dua aliran berbeda. Sinkretisme agama Kristen terjadi di beberapa tempat di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Menurut buku Indonesia dalam Arus Sejarah Jilid 4 : Kolonisasi dan Perlawanan (2012) halaman 209, sinkretisme agama Kristen ini dikembangkan oleh para misionaris, seperti C. Coolen, Ibrahim Tunggul Wulung, dan Radin Abas Sadrach Supranata. Para misionaris tersebut mengajarkan pengikutnya agar tidak mengikuti gaya kebarat-baratan untuk menjadi seorang Kristen. Mereka berusaha memasukkan pemikiran Kristen dalam alam pikiran orang Jawa. Selain di Jawa, sinkretisme agama Kristen dan budaya lokal ditemukan di Sumatera Utara. Sinkretisme agama Kristen di Sumatera Utara terlihat dari kegiatan peribadatan umat Kristen yang menggunakan bahasa Batak dan adanya jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
Kesimpulannya, Reformasi Gereja tidak hanya berpengaruh di negara Jerman saja, melainkan menyebar ke berbagai Eropa dan dunia. Banyak ajaran yang berkembang setelah munculnya Reformasi Gereja. Dampak dari gerakan Reformasi Gereja meliputi :
a) Dampak sosial dan politik terhadap Eropa dan negara-negara Barat pada umumnya menimbulkan Western Christendom sehingga munculnya negara-negara nasional kecil tanpa memiliki pusat kekuasaan politik seperti lembaga Kepausan Roma. Menumbuhkan demokratisasi politik, kesadaran tentang hak-hak politik dan kebebasan individu.
b) Reformasi Gereja mengakibatkan terbelahnya agama Kristen menjadi sekte-sekte kecil yang meliputi Lutherisme, Calvinisme, Anglicanisme, Quakerisme, dan Katholikisme.
Pada abad ke 15 dan ke 16, penyebaran agama Kristen mulai berkembang di berbagai penjuru dunia melalui rute penjelajahan samudera yang dilakukan dalam aktivitas perdagangan. Penyebaran agama Kristen juga terjadi di Indonesia melalui bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda. Pada awal abad ke 15 M, penyebaran Kristen mulai di Maluku. Perintisnya adalah seorang saudagar Portugis yaitu Gonsalo Veloso, dan seorang rohaniwan Fransiskan, yaitu Simon Vaz. Tokoh penyebar Kristen terkenal di Maluku adalah Fransiskus Xaverius.
Ajaran agama Kristen mulai menyebar di berbagai daerah di Indonesia melalui kegiatan perdagangan dan pendirian sekolah-sekolah seperti Kweekschool (sekolah pendidikan guru) di Tomohon dan pada tahun 1868 dibuka juga Hulpzendelingen (Sekolah Guru Injil). Perkembangan agama Kristen di Indonesia terus meningkat di berbagai daerah dengan pembangunan berbagai fasilitas dan Gereja.
4 . Hubungan antara Renaisans, Aufklarung, dan Reformasi Gereja
Renaisans adalah masa kebangkitan ilmu pengetahuan, seni dan budaya di Eropa yang terjadi pada akhir abad ke 15 dan awal abad ke 16 M. Renaisans berawal dari republik kota di Semenanjung Italia, terutama kota Florence (Firenze), dan kemudian menyebar ke penjuru benua Eropa. Sementara Reformasi Gereja dimulai di Jerman setelah Marthin Luther memaparkan 95 Thesis pada tahu 1512 tentang Gereja Katolik dan menuntut adanya perubahan terhadap kehidupan gereja dan ajaran Kristen. Dia kemudian diikuti oleh tokoh lain seperti Ulrich Zwingli dan John Calvin.
Renaisans dan Reformasi Gereja berlangsung pada waktu yang beriringan dan Reformasi Gereja sangat dipengaruhi oleh Renaisans, terutama dalam hal meningkatnya minat terhadap buku-buku ilmu pengetahuan serta persebaran teknologi mesin cetak.
1. Persebaran pemikiran baru
Pada masa Renaisans, kalangan terpelajar Eropa mulai terbuka terhadap pemikiran dari Yunani Kuno dan Timur tengah, dan juga dari aliran pemikiran baru seperti Humanisme.
Dengan banyaknya minat pada filsuf Yunani dan Timur Tengah, buku-buku tentang filosofi ini menjadi sering diperbanyak dan mudah didapatkan. Demikian juga aliran pemikiran baru sperti Humanisme menjadi mudah diterima pada masa Renaisans.
Akibatnya masyarakat Eropa dengan mudah dapat mempelajari pemikiran filsuf Yunani seperti Socrates, Plato, Aristoteles dan Phytagoras. Mereka juga mudah membaca karya Ilmuwan Islam seperti Ibnu Sina dan Ibnu Rushdi, serta pemikiran Humanis dari pemikir seperti Francesco Petrarca dan Thomas More.
Hal ini membuat masuknya pemikiran dan cara pandang terhadap kehidupan baru yang berbeda dengan yang selama ini diajarkan Gereja Katolik.
2. Penemuan Mesin Cetak
Teknologi cetak di Eropa ditemukan oleh Johannes Guttenberg pada tahun 1450. Penemuan mesin cetak memudahkan penggandaan dan persebaran buku-buku baik ilmiah maupun keagamaan, termasuk cetakan dari buku filosofi Yunani Kuno, Timur Tengah dan Humanisme.  
Mesin cetak juga membuat banyak biarawan maupun khalayak awam di Eropa mudah mendapat Alkitab maupun terjemahannya. Ini membuat mereka bisa mempelajari sendiri ajaran agama tanpa tergantung pada penafsiran dari para pendeta Katolik.
Mesin cetak juga membuat pendapat dan pemikiran seperti kritik terhadap Gereja dalam 95 Thesis dari Martin Luther menyebar dengan cepat di Eropa. Sehingga, tuntutan perbaikan kehidupan gereja oleh Martin Luther menemukan banyak pendukung, yang mengakibatkan adanya gerakan menuntut perubahan.
Mudahnya penyebaran pemikiran para reformis dan akses ke filosofi selain yang diajarkan Gereja Katolik membuat munculnya Reformasi Gereja yang berdampak sangat besar bagi benua Eropa.
Sedangkan, Aufklarung merupakan kelanjutan dari Renaisans, jika Renaisans dipandang sebagai peremajaan pikiran, maka Aufklarung menjadi masa pendewasaannya. Periode Aufklarung telah banyak membawa perubahan pola pikir manusia.




Daftar Pustaka

Farid, Samsul. 2014. Sejarah untuk SMA/MA Kelas XI Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Bandung : Yrama Widya.

Farid, Samsul. 2016. Excellent Sejarah Penuntun Penyelesaian Soal-soal untuk Mendapatkan Nilai 100I untuk SMA/MA/SMK. Bandung : Yrama Widya.

Hapsari, Ratna dan M.Adil. 2014. Sejarah untuk SMA/MA Kelas XI Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta : Erlangga.

Jung Hae Yung dan Shin Yong Hee. 2015. Sejarah Sains Vol.3. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama.
Mustopo, Habib, Hermawan, dan Agus Suprijono. 2014. Sejarah Indonesia 2 SMA Kelas XI KELOMPOK PEMINATAN ILMU-ILMU SOSIAL. Yogyakarta : Yudhistira.
Sawitri, Indah. 2016. Sejarah Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial untuk SMA/MA Kelas XI. Surakarta : Mediatama.







Comments

  1. Web ini sangat bermanfaat menambah pengetahuan untuk kita semua 😅😆😁 @kepin haii kepin

    ReplyDelete
  2. Saya Widaya Tarmuji, saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah TRACY MORGAN LOAN FIRM. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir 32 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.

    Tapi Tracy Morgan memberi saya mimpi saya kembali. Ini adalah alamat email yang sebenarnya mereka: tracymorganloanfirm@gmail.com. Email pribadi saya sendiri: widayatarmuji@gmail.com. Anda dapat berbicara dengan saya kapan saja Anda inginkan. Terima kasih semua untuk mendengarkan permintaan untuk saran saya. hati-hati

    ReplyDelete
  3. Sangat bermanfaat bagi semua

    ReplyDelete
  4. pas bagian reformasi gereja ada bagian pengikut "Hitler" ,,,, "Marthin Luther King"kali kak ?

    ReplyDelete

Post a Comment

Iklan Ad

Popular posts from this blog

Menghitung Persediaan dengan Metode LCNRV (Lower-Cost-Net-Realizable-Value)

NILAI TERENDAH DARI BIAYA PEROLEHAN ATAU NILAI REALISASI NETO (LCNRV) Persediaan dicatat sebesar biaya perolehan. Namun, jika persediaan turun nilainya sampai ke tingkat di bawah biaya aslinya, maka prinsip biaya historis menjadi tidak relevan. Apapun alasan untuk penurunan nilai tersebut, baik itu usang, perubahan tingkat harga, atau rusak, perusahaan harus menurunkan nilai persediaan menjadi nilai realisasi neto untuk melaporkan kerugian ini. Perusahaan meninggalkan prinsip biaya historis ketika utilitas masa depan (kemampuan menghasilkan pendapatan) dari aset turun di bawah biaya aslinya. Nilai Realisasi Neto Ingat bahwa biaya adalah harga perolehan persediaan yang dihitung dengan menggunakan salah satu metode berbasis biaya historis. Nilai realisasi neto ( net realizable value /NRV) mengacu pada jumlah neto yang diharapkan oleh perusahaan untuk direalisasi dari penjualan persediaan. Secara khusus, nilai realisasi neto adalah estimasi harga penjualan dalam kegiatan bisnis bi

Jurnal Umum

Jurnal adalah pencatatan tentang pendebitan dan pengkreditan secara kronologis dari transaksi keuangan beserta penjelasan yang diperlukan. Setiap transaksi yang terjadi dalam perusahaan, sebelum dibukukan ke dalam buku besar, harus dicatat dahulu dalam jurnal. Oleh karena itu, jurnal sering disebut sebagai buku catatan pertama ( book of original entry ). Fungsi Jurnal  Jurnal merupakan catatan akuntansi permanen pertama yang digunakan untuk mencatat transaksi. Jadi, dari jurnal kita dapat menemukan sumber data transaksi dan ringkasan informasi yang akan ditampung dalam akun-akun buku besar. Adapun fungsi jurnal di antaranya sebagai berikut. Fungsi mencatat, artinya jurnal digunakan untuk mencatat setiap terjadi transaksi keuangan, baik yang bersifat transaksi internal maupun transaksi eksternal. Fungsi historis, artinya jurnal digunakan untuk mencatat transaksi keuangan sesuai dengan urutan kejadian (kronologis) atau secara urut menurut tanggal terjadinya transaksi. Fungsi