Akomodasi adalah cara menyelesaikan pertentangan antara dua pihak tanpa menghancurkan salah satu pihak. Dengan demikian, kepribadian masing-masing tetap terpelihara. Tujuan akomodasi dapat berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, yaitu :
1) untuk mengurangi pertentangan antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham. Akomodasi di sini bertujuan untuk menghasilkan suatu perpaduan yang selaras antara kedua pendapat agar menghasilkan suatu pola yang baru,
2) untuk mencegah pecahnya pertentangan secara temporer,
3) untuk mewujudkan kerjasama antarkelompok yang terpisah secara psikologis dan kultural, seperti dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem kasta, serta
4) untuk mengadakan peleburan kelompok-kelompok yang terpisah secara sosial.
Oleh karena itu, akomodasi merupakan suatu keseimbangan (equilibrium) dalam proses sosial.
Akomodasi sebagai suatu proses mempunyai beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut.
1) Koersi (Coercion)
Koersi adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dipaksakan. Pemaksaan terjadi bila satu pihak menduduki posisi kuat sedangkan pihak lain dalam posisi lemah. Misalnya, antara majikan dan buruh atau antara atasan dengan bawahan. Dalam sejarah, kita mengenal kerja sama antara rakyat Indonesia dengan Belanda dalam bentuk tanam paksa atau kultur stelsel. Dalam peristiwa semacam ini, orang bekerjasama tidak didasari oleh keinginan sendiri, tetapi karena takut ancaman pihak yang kuat.
2) Kompromi (Compromise)
Kompromi adalah akomodasi yang terjadi karena masing-masing pihak mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Kompromi sering terjadi dalam dunia politik dan perdagangan. Apabila dua partai politik yang memiliki kekuatan sama berebut suatu kedudukan, pada umumnya diselesaikan dengan cara kompromi.
3) Arbitrase (Arbitration)
Arbitrase adalah cara mengatasi konflik dengan meminta bantuan pihak ketiga sebagai penengah. Penentuan pihak ketiga harus disepakati oleh dua pihak yang berkonflik. Keputusan pihak ketiga bersifat mengikat. Kerjasama seperti ini pernah terjadi ketika Indonesia dan Malaysia memperebutkan Kepulauan Spratley. Kedua negara merasa memiliki hak atas kedaulatan pada kepulauan itu sehingga setiap diadakan pembicaraan selalu mengalami jalan buntu. Akhirnya, kedua pihak membawanya ke Lembaga Arbitrase Internasional di Belanda. Keputusan lembaga ini menetapkan kepulauan itu sebagai wilayah Malaysia. Karena keputusan lembaga itu bersifat mengikat, maka Indonesia tidak bisa berbuat banyak kecuali menerimanya walaupun dengan berat hati. Contoh kejadian sehari-hari mengenai kerja sama seperti ini dapat kita lihat saat dua orang adik kakak berebut mainan. Untuk mendamaikannya, ibu kedua anak itu turun tangan. Sang ibu memutuskan memberikan mainan kepada salah satu anak sambil membujuk anak yang satunya agar tidak menuntut.
4) Toleransi
Toleransi adalah sikap saling menghormati dan menghargai pendirian masing-masing. Kerja sama dalam bentuk seperti ini, sangat penting bagi negara kita yang terdiri atas berbagai macam agama. Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus selalu dapat bertoleransi dengan teman-teman kita yang berbeda agama.
5) Mediasi (Mediation)
Mediasi adalah cara mengatasi konflik dengan minta bantuan pihak ketiga sebagai penasihat. Berbeda dengan arbitrase, keputusan pihak ketiga tidak mengikat. Seorang mediator biasanya hanya bisa memberikan saran terbaik bagi dua pihak yang saling bersengketa. Misalnya, apabila Anda terlibat pertentangan pendapat dengan teman sekelas. Baik Anda maupun teman Anda tidak mau mengalah. Datanglah seorang teman lain yang menengahi dan menyarankan agar pertentangan itu jangan diteruskan. Penengah konflik itulah yang disebut mediator.
6) Konversi (Convertion)
Konversi adalah penyelesaian konflik dengan mengalahnya salah satu pihak dan menerima pendirian pihak lain. Dalam interaksi antarpribadi, hal ini sering terjadi. Misalnya, seorang kakak berebut mainan dengan adiknya. Pada umumnya, sang kakak mengalah terhadap adiknya sehingga konflik segera selesai. Dalam urusan yang lebih luas di masyarakat, hal semacam ini sulit terjadi karena akan menimbulkan konsekuensi merugikan bagi pihak yang mengalah. Namun, bukan berarti tidak ada. Dalam sengketa keluarga yang disidangkan di pengadilan, konversi ditempuh agar konflik tidak
semakin sengit.
7) Konsiliasi (Consiliation)
Konsiliasi adalah penyelesaian konflik dengan jalan mempertemukan pihak-pihak yang bertentangan lewat perundingan untuk memperoleh kesepakatan. Berbagai konflik sosial yang terjadi di Tanah Air kita melibatkan kelompok-kelompok di masyarakat. Misalnya, kerusuhan di Ambon, Aceh, Poso, dan Papua diselesaikan dengan mempertemukan kedua kelompok yang bertikai dalam suatu meja perundingan. Kebanyakan cara ini berhasil.
8) Ajudikasi (Adjudication)
Ajudikasi adalah penyelesaian konflik melalui pengadilan. Pengadilan adalah lembaga hukum yang berfungsi menjalankan pengadilan terhadap berbagai perkara pidana maupun perdata. Salah satunya adalah konflik yang terjadi di masyarakat. Pada umumnya, cara seperti ini ditempuh sebagai alternatif terakhir dalam penyelesaian konflik. Sedapat mungkin mereka yang terlibat akan berusaha menanganinya dengan jalan kekeluargaan, atau meminta tolong pihak ketiga sebagai mediator. Apabila cara-cara seperti itu gagal, terpaksa perkara dilimpahkan ke pengadilan.
9) Stalemate
Stalemate berarti jalan buntu. Maksudnya, pihak-pihak yang bersengketa memiliki kekuatan yang seimbang, sehingga berhenti pada posisi tertentu. Hal seperti ini terjadi, karena kedua belah pihak tidak mempunyai harapan untuk maju maupun mundur. Dalam keadaan seperti itu sengketa berhenti, namun sebenarnya bukan akhir dari konflik. Konflik masih tetap ada dan bersifat laten. Pihak-pihak yang bersengketa secara diam-diam masih memendam persoalan. Sengketa akan segera muncul ke permukaan lagi apabila kondisi ‘keseimbangan kekuatan’ tiba-tiba berubah.
10) Segregasi (Segregation)
Segregasi adalah upaya saling memisahkan diri atau saling menghindar di antara pihak-pihak yang bertentangan dalam rangka mengurangi ketegangan. Di masyarakat kita, akhir-akhir ini sering terjadi luapan ketidakpuasan dalam bentuk demonstrasi di jalanan. Pihak yang setuju maupun yang tidak setuju terhadap suatu persoalan sering mengerahkan massa demonstran. Apabila dua kelompok massa yang saling bermusuhan bertemu, maka akan terjadi bentrok fisik. Untuk menghindari bentrok fisik, pada umumnya aparat keamanan memisahkan jalur kedua kelompok massa agar tidak bertemu. Pemisahan atau segregasi dapat pula dilakukan oleh para koordinator lapangan yang memimpin demonstrasi.
11) Gencatan Senjata (Cease Fire)
Gencatan senjata adalah penangguhan permusuhan atau peperangan dalam jangka waktu tertentu. Masa penangguhan digunakan untuk mencari upaya penyelesaian konflik di antara pihak-pihak yang bertikai. Misalnya, dalam konflik Aceh. Pemimpin TNI dan GAM sering mengambil sikap gencatan senjata (menghentikan serangan) untuk memberi kesempatan wakil-wakil mereka berunding mencari penyelesaian.
12) Displasemen (Displacement)
Displasemen adalah usaha mengakhiri konflik dengan mengalihkan pada objek lain. Ketika di Jakarta marak terjadi perkelahian antarpelajar, pemerintah DKI membuat gelanggang tinju antarpelajar. Dengan memberikan sarana penyaluran energi fisik ke dalam bentuk olah raga tinju, diharapkan pelajar yang gemar bertarung dapat mengalihkan sasarannya pada hal-hal positif. Selain tinju, berbagai bentuk olah raga dan seni lainnya dapat mengalihkan konflik antarpelajar.
Daftar Pustaka
Sunarti, Sri dan Suhardi. (2009). Sosiologi Untuk SMA/MA Kelas X Program IPS. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Comments
Post a Comment