Terdapat hubungan antara ketahanan nasional dengan pembelaan negara atau bela negara. Bela negara merupakan perwujudan warga negara dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan ketahanan nasional bangsa Indonesia.
Keikutsertaan warga negara dalam upaya menghadapi atau menanggulagi ancaman, hakikat ketahanan nasional, dilakukan dalam wujud upaya bela negara. Bela negara mencakup pengertian bela negara secara fisik dan nonfisik.
a. Bela Negara Secara Fisik
Menurut Undang-Undang No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, keikutsertaan warga negara dalam bela negara secara fisik dapat dilakukan dengan menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia dan Pelatihan Dasar Kemiliteran. Sekarang ini pelatihan dasar kemiliteran diselenggarakan melalui program Rakyat Terlatih (Ratih), meskipun konsep Rakyat Terlatih (Ratih) adalah amanat dari Undang-undang No. 20 Tahun 1982.
Rakyat Terlatih (Ratih) terdiri dari berbagai unsur, seperti Resimen Mahasiswa (Menwa), Perlawanan Rakyat (Wanra), Pertahanan Sipil (Hansip), Mitra Babinsa, dan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang telah mengikuti Pendidikan Dasar Militer, dan lain-lain. Rakyat Terlatih mempunyai empat fungsi yaitu Ketertiban Umum, Perlindungan Masyarakat, Keamanan Rakyat, dan Perlawanan Rakyat. Tiga fungsi yang disebut pertama umumnya dilakukan pada masa damai atau pada saat terjadinya bencana alam atau darurat sipil, di mana unsur-unsur Rakyat Terlatih membantu pemerintah daerah dalam menangani Keamanan dan Ketertiban Masyarakat. Sementara fungsi Perlawanan Rakyat dilakukan dalam keadaan darurat perang di mana Rakyat Terlatih merupakan unsur bantuan tempur.
Bila keadaan ekonomi dan keuangan negara memungkinkan, maka dapat pula dipertimbangkan kemungkinan untuk mengadakan Wajib Militer bagi warga negara yang memenuhi syarat seperti yang dilakukan di banyak negara maju di Barat. Mereka yang telah mengikuti pendidikan dasar militer akan dijadikan Cadangan Tentara Nasional Indonesia selama waktu tertentu, dengan masa dinas misalnya sebulan dalam setahun untuk mengikuti latihan atau kursus-kursus penyegaran. Dalam keadaan darurat perang, mereka dapat dimobilisasi dalam waktu singkat untuk tugas-tugas tempur maupun tugas-tugas teritorial. Rekrutmen dilakukan secara selektif, teratur dan berkesinambungan. Penempatan tugas dapat disesuaikan dengan latar belakang pendidikan atau profesi mereka dalam kehidupan sipil misalnya dokter ditempatkan di Rumah Sakit Tentara, pengacara di Dinas Hukum, akuntan di Bagian Keuangan, penerbang di Skuadron Angkatan, dan sebagainya. Gagasan ini bukanlah dimaksudkan sebagai upaya militerisasi masyarakat sipil, tapi memperkenalkan “dwi-fungsi sipil”. Maksudnya sebagai upaya sosialisasi “konsep bela negara” di mana tugas pertahanan keamanan negara bukanlah semata-mata tanggung jawab TNI, tapi adalah hak dan kewajiban seluruh warga negara Republik Indonesia.
b. Bela Negara Secara Nonfisik
Bela negara tidak selalu harus berarti “memanggul senjata menghadapi musuh” atau bela negara yang militerisitik. Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara keikutsertaan warga negara dalam bela negara secara nonfisik dapat diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan dan pengabdian sesuai dengan profesi. Pendidikan kewarganegaraan diberikan dengan maksud menanamkan semangat kebangsaan dan cinta tanah air. Pendidikan kewarganegaraan dapat dilaksanakan melalui jalur formal (sekolah dan perguruan tinggi) dan jalur nonformal (sosial kemasyarakatan).
Berdasar hal itu maka keterlibatan warga negara dalam bela negara secara nonfisik dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, sepanjang masa, dan dalam segala situasi, misalnya dengan cara:
a) Mengikuti pendidikan kewarganegaraan baik melalui jalur formal dan nonformal.
b) Melaksanakan kehidupan berdemokrasi dengan menghargai perbedaan pendapat dan tidak memaksakan kehendak dalam memecahkan masalah bersama.
c) Pengabdian yang tulus kepada lingkungan sekitar dengan menanam, memelihara, dan melestarikan. d) Berkarya nyata untuk kemanusiaan demi memajukan bangsa dan negara.
e) Berperan aktif dalam ikut menanggulangi ancaman terutama ancaman nirmiliter, misal menjadi sukarelawan bencana banjir.
f) Mengikuti kegiatan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal pengaruh-pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan bangsa Indonesia.
g) Membayar pajak dan retribusi yang berfungsi sebagai sumber pembiayaan negara untuk melaksanakan pembangunan.
Di zaman kini, membayar pajak sebagai sumber pembiayaan negara merupakan bentuk nyata bela negara non fisik dari warga negara terutama dalam hal ketahanan nasional bidang ekonomi. Seperti tercantum pada Pasal 30 Undang-Undang Dasar 1945 Ayat 1 bahwa tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Berarti pula setiap warga negara wajib berperan serta dalam upaya ketahanan ekonomi dan berarti pula ada kewajiban membayar pajak yang merupakan sumber pembiayaan penyelenggaraan negara. Dengan sumber penerimaan tersebut, negara dapat melaksanakan kewajibannya memenuhi hak-hak warga negara. Pajak juga berfungsi untuk menjaga kestabilan suatu negara. Contohnya adalah pengendalian terhadap inflasi (peningkatan harga), Inflasi terjadi karena uang yang beredar sudah terlalu banyak, sehingga pemerintah akan menaikkan tarif pajak, agar peningkatan inflasi dapat terkontrol.
Daftar Pustaka
Kementerian Riset, T. d. (2016). Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Comments
Post a Comment