Skip to main content

Menghitung Persediaan dengan Metode Periodik : FIFO, LIFO, dan Biaya Rata-Rata

Jika sistem persediaan periodik digunakan, maka hanya pendapatan saja yang akan dicatat ketika penjualan, terjadi, tidak ada ayat jurnal yang dibuat untuk mencatat besarnya harga pokok penjualan. Nantinya, pada setiap akhir periode akuntansi, penghitungan fisik atas persediaan akan dilakukan untuk menentukan besarnya persediaan akhir dan harga pokok penjualan.
Harga pokok penjualan dihitung dengan cara mengurangkan besarnya harga pokok dari barang yang tersedia untuk dijual dengan besarnya persediaan akhir yang diperoleh lewat penghitungan fisik tadi. Harga pokok dari barang yang tersedia untuk dijual ini merupakan penjumlahan antara besarnya persediaan awal dengan harga pokok dari barang yang dibeli. Sedangkan, harga pokok dari barang yang dibeli sendiri merupakan penjumlahan antara besarnya pembelian bersih (pembelian dikurangi dengan potongan pembelian, retur pembelian, dan penyesuaian harga beli) dengan ongkos angkut masuk.
Sama seperti sistem persediaan perpetual, asumsi aliran harga pokok harus dibuat ketika barang dagangan dibeli pada berbagai tingkat harga yang berbeda sepanjang periode. Dalam hal ini, metode penilaian yang terdiri dari metode FIFO, LIFO, dan metode biaya rata-rata dapat digunakan.
Untuk mengilustrasikan masing-masing metode penilaian (FIFO, LIFO, dan biaya rata-rata) dalam sistem pencatatan periodik, perhatikanlah contoh berikut.

Tanggal
Keterangan
Kuantitas (unit)
Harga Perolehan per Unit
Total Harga Perolehan
1 Januari
Persediaan Awal
200
Rp 90.000,-
Rp 18.000.000,-
5 Maret
Pembelian
300
Rp 100.000,-
Rp 30.000.000,-
18 Agustus
Pembelian
400
Rp 110.000,-
Rp 44.000.000,-
26 Desember
Pembelian
100
Rp 120.000,-
Rp 12.000.000,-

Tersedia untuk Dijual
1.000

Rp 104.000.000,-
Berdasarkan penghitungan fisik yang dilakukan pada tanggal 31 Desember menunjukkan bahwa besarnya barang dagangan yang belum terjual adalah 300 unit.
Dengan menggunakan data di atas, maka besarnya nilai persediaan akhir dan harga pokok penjualan adalah :
(1) Metode FIFO (First In, First Out)
Dengan menggunakan metode penilaian FIFO, karena yang dijual pertama adalah barang yang sudah ada lebih dulu atau yang dibeli pertama kali, maka yang menjadi persediaan akhir adalah barang yang dibeli belakangan. Dalam ilustrasi ini, besarnya persediaan akhir sebanyak 300 unit yang akan disajikan dalam neraca per 31 Desember, terdiri atas dua lapis :
Karena barang yang tersedia untuk dijual adalah 1.000 unit, dimana 300 unitnya masih tersedia di gudang, maka berarti banyaknya unit yang sudah terjual adalah 700 unit. Besarnya harga pokok penjualan untuk 700 unit ini dapat ditentukan sebagai berikut.
Besarnya harga pokok penjualan di atas dapat juga dihitung dengan cara biasa, yaitu :
= Harga pokok dari barang yang tersedia untuk dijual - Harga pokok persediaan akhir
= Rp 104.000.000,- - Rp 34.000.000,-
= Rp 70.000.000,-
(2) Metode LIFO (Last In, First Out)
Dengan menggunakan metode LIFO, karena yang dijual pertama adalah barang yang dibeli belakangan (terakhir kali), maka yang menjadi persediaan akhir adalah barang yang dibeli pertama kali. Dalam ilustrasi ini, besarnya persediaan akhir sebanyak 300 unit yang akan disajikan dalam neraca per 31 Desember, terdiri atas dua lapis :
Besarnya harga pokok penjualan untuk 700 unit dapat ditentukan sebagai berikut :
Besarnya harga pokok penjualan di atas dapat juga dihitung dengan cara biasa, yaitu :
= Harga pokok dari barang yang tersedia untuk dijual - Harga pokok persediaan akhir
= Rp 104.000.000,- - Rp 28.000.000,-
= Rp 76.000.000,-
(3) Metode Biaya Rata-Rata (Average)
Metode harga pokok rata-rata dalam sistem pencatatan periodik dinamakan sebagai metode biaya rata-rata tertimbang (weighted average cost method). Besarnya harga pokok rata-rata tertimbang per unit ini ditentukan dengan cara membagi keseluruhan harga pokok dari barang yang tersedia untuk dijual sepanjang periode dengan banyaknya unit barang terkait yang tersedia untuk dijual. Besarnya harga pokok rata-rata tertimbang per unit ini nantinya akan dipergunakan baik untuk menghitung nilai persediaan akhir maupun besarnya harga pokok penjualan.
Dengan menggunakan data ilustrasi di atas, besarnya harga pokok rata-rata tertimbang dari 1.000 unit yang tersedia untuk dijual adalah Rp 104.000.000 : 1.000 unit = Rp 104.000,- per unit. Jadi, besarnya harga pokok penjualan untuk 700 unit adalah Rp 104.000,- per unit x 700 unit = Rp 72.800.000,-. Sedangkan nilai persediaan akhir adalah Rp 104.000,- per unit x 300 unit = Rp 31.200.000,-.

Soal Latihan
1. Palembang Company menggunakan sistem persediaan periodik. Informasi berikut tersedia untuk bulan Juni ketika perusahaan menjual sejumlah 600 unit.
Keterangan
Unit
Biaya per unit
Total Biaya
Persediaan 1 Juni
150
$5
$750
Pembelian 15 Juni
600
6
3.600
Pembelian 23 Juni
400
8
3.200
Total
1.150

$7.550

Hitunglah persediaan per 30 Juni dan beban pokok penjualan bulan Juni dengan menggunakan metode biaya rata-rata! Bulatkan biaya per unit sampai dua digit desimal.

2. Gorontalo Company menggunakan sistem persediaan periodik. Informasi tersedia untuk bulan April ketika perusahaan menjual 600 unit.
Keterangan
Unit
Biaya per unit
Total Biaya
Persediaan 1April
250
$10
$2.500
Pembelian 15 April
400
12
4.800
Pembelian 23April
350
13
4.550
Total
1.000

$11.850
Hitunglah persediaan 30 April dan beban pokok penjualan bulan April dengan menggunakan metode (a) FIFO dan (b) LIFO!

Untuk mencocokkan jawaban, kalian bisa membuka link berikut ini : Kunci Jawaban Soal Latihan Persediaan Periodik

Daftar Pustaka

Kieso, D., Weygandt, J., & Warfield, T. (2017). Akuntansi Keuangan Menengah Intermediate Accounting Edisi IFRS (Vol. I). (T. Hidayat, Ed., N. Sari, & M. Rifai, Trans.) Jakarta: Salemba Empat.


Comments

Post a Comment

Iklan Ad

Popular posts from this blog

Menghitung Persediaan dengan Metode LCNRV (Lower-Cost-Net-Realizable-Value)

NILAI TERENDAH DARI BIAYA PEROLEHAN ATAU NILAI REALISASI NETO (LCNRV) Persediaan dicatat sebesar biaya perolehan. Namun, jika persediaan turun nilainya sampai ke tingkat di bawah biaya aslinya, maka prinsip biaya historis menjadi tidak relevan. Apapun alasan untuk penurunan nilai tersebut, baik itu usang, perubahan tingkat harga, atau rusak, perusahaan harus menurunkan nilai persediaan menjadi nilai realisasi neto untuk melaporkan kerugian ini. Perusahaan meninggalkan prinsip biaya historis ketika utilitas masa depan (kemampuan menghasilkan pendapatan) dari aset turun di bawah biaya aslinya. Nilai Realisasi Neto Ingat bahwa biaya adalah harga perolehan persediaan yang dihitung dengan menggunakan salah satu metode berbasis biaya historis. Nilai realisasi neto ( net realizable value /NRV) mengacu pada jumlah neto yang diharapkan oleh perusahaan untuk direalisasi dari penjualan persediaan. Secara khusus, nilai realisasi neto adalah estimasi harga penjualan dalam kegiatan bisnis bi...

Soal Latihan Piutang Dagang (Account Receivable) dan Kunci Jawaban

1. Pada akhir tahun 2017, Goblin Company memiliki piutang sebesar $700.000 dan cadangan kerugian piutang sebesar $54.000. Pada 24 Januari 2018, perusahaan mengetahui bahwa piutang dari Sun Company tidak dapat ditagih, dan pihak manajemen mengizinkan penghapusan sebesar $6.200. a. Buatlah jurnal penyesuaian untuk mencatat penghapusan piutang b. Berapa cash realizable value dari piutang (1) sebelum penghapusan dan (2) setelah penghapusan? 2. Buku besar perusahaan Tsubasa pada akhir tahun 2019 menunjukkan saldo piutang usaha $150.000, pendapatan penjualan $850.000, dan retur penjualan $30.000. Intruksi (a) Jika perusahaan Tsubasa menggunakan metode penghapusan piutang langsung untuk akun piutang tidak tertagih, buatlah jurnal penyesuaian pada 31 Desember 2019, dengan asumsi pihak manajer menentukan saldo piutang tidak tertagih sebesar $1.500. (b) Jika cadangan piutang tak tertagih memiliki saldo kredit sebesar $2.400 dalam neraca saldo, buatlah jurnal penyesuaian pada tanggal...

Metode Penentuan Episentrum Gempa

Untuk menentukan lokasi sumber gempa atau episentrum secara akurat dapat digunakan dua cara, yaitu dengan menggunakan metode jarak episentral dan homoseista.   1) Metode Episentral   Episentral adalah jarak antara sumber gempa atau episentrum dan stasiun pengamat gempa. Untuk menentukan posisi sumber gempa dengan metode ini, diperlukan data waktu kejadian gempa minimal dari tiga stasiun pengamatan, sehingga kita dapat menghitung jarak episentral dari setiap stasiun dengan menggunakan Rumus aska , yaitu sebagai berikut.   Δ = {(S – P) – 1’} × 1.000 km  ( Δ ) = jarak episentral dari stasiun pengamat (kilometer)  S - P = selisih waktu pencatatan antara gelombang sekunder dan primer (menit)  1’ = satu menit  Contoh : Dalam satu kejadian gempa, tercatat waktu getaran gelombang primer dan sekunder dari tiga stasiun pengamat A, B dan C sebagai berikut ini. Stasiun A : gelombang P pertama pukul 19:17.15 WIB, gelombang S pertama pukul 19:19.30 WIB Stasiun B :...