A. Kebudayaan
Bangsa Indonesia Zaman Kerajaan Hindu-Buddha
1. Kebudayaan Aksara dan Seni Sastra
Aksara mulai
muncul di Indonesia pada abad ke-4 M. Prasasti-prasasti pertama ditulis dengan
aksara Pallawa, tetapi prasasti-prasasti sebelum abad ke-7 belum memiliki
identitas tanggal pembuatan yang jelas. Prasasti-prasasti pertama yang
ditemukan di Indonesia ditulis dalam bahasa Sansekerta dan aksara Pallawa.
Sansekerta adalah bahasa pendidikan di seluruh India, digunakan oleh kalangan
terpelajar dan ahli-ahli agama. Bahasa Sansekerta ini kemudian berkembang dan
digunakan oleh masyarakat Indonesia pada saat itu dan mempengaruhi lahirnya
bahasa Jawa Kuno yang dipakai sebagai alat komunikasi masyarakat Indonesia.
Perkembangan
sastra pada masa Hindu-Buddha mengalami perkembangan yang cukup pesat. Naskah
sastra pada masa Hindu-Buddha biasanya ditulis di atas daun lontar yang dapat
tahan dalam waktu yang cukup lama. Dalam perkembangannya, kesusasteraan pada
zaman Hindu-Buddha dibagi menjadi :
a. Zaman
Kerajaan Kutai
Masyarakat Kutai mulai mengenal tulisan
dan kebudayaan karena pengaruh agama Hindu dibuktikan dengan ditemukannya empat
batu bertulis (Yupa) pada tahun 1879 dan tiga yupa pada tahun 1940 di daerah
aliran Sungai Mahakam yang menggunakan huruf Pallawa dalam bahasa Sansekerta.
Dalam prasasti Yupa dikatakan bahwa masyarakat Kutai telah mengenal upacara
penghinduan yang disebut Upacara Vratyastoma.
b. Zaman
Kerajaan Tarumanegara
Bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara
diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang ditemukan, antara lain sebagai
berikut.
1) Prasasti
Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M, ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan
Rig, Ciampea, Bogor.
2) Prasasti
Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Bekasi. Prasasti ini menerangkan
penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati
sepanjang 6112 tombak atau 12 km oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa
pemerintahannya.
3) Prasasti
Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiyang yang
mengalir di Desa Lebak, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
4) Prasasti
Ciaruteun, Ciampea, Bogor.
5) Prasasti
Muara Cianten, Ciampea, Bogor.
6) Prasasti
Jambu, Nanggung, Bogor.
7) Prasasti
Pasir Awi, Citeureup, Bogor.
c. Zaman
Kerajaan Kalingga
Berdasarkan catatan sejarah, telah
ditemukan dua prasasti di daerah sekitar pesisir pantai utara pulau Jawa. Kedua
prasasti ini merupakan bentuk peninggalan sejarah Kerajaan Kalingga yang
dulunya dipimpin oleh Ratu Shima. Dua prasasti yang dimaksud antara lain.
1) Prasasti
Tukmas, ditemukan di lereng sebelah barat Gunung Merapi lebih tepatnya di Dusun
Dakawu, Desa Lebak, Magelang, Jawa Tengah. Prasasti ini bertuliskan aksara
huruf Pallawa dengan bahasa Sansekerta. Dalam prasasti, terdapat gambar kendi,
trisula, kapak, cakra, kelangsangka, dan bunga teratai yang semua ini
melambangkan hubungan antara manusia dengan dewa-dewa Hindu.
2) Prasasti
Sojomerto, ditemukan di Desa Sojomerto, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti
ini menggunakan aksara Kawi dan bahasa Melayu Kuno serta berasal dari abad ke-7
M. Prasasti Sojomerto berisi sesuatu yang bersifat keagamaan Siwais, yang
menceritakan semua keluarga dari tokoh Dapunta.
d. Zaman
Kerajaan Mataram Kuno
1) Ramayana
dari India karangan Walmiki dalam bentuk Kakawin. Kitab ini terdiri dari tujud
jilid atau tujud kanda Kitab Ramayana dikarang oleh Walmiki.
Kitab Ramayana terdiri atas tujuh jilid (kanda) dan digubah dalam bentuk
syair sebanyak 24.000 seloka. Kitab itu berisi perjuangan Rama dalam
merebut kembali istrinya, Dewi Sinta (Sita) yang diculik Rahwana.
2) Mahabhrata
juga dari India dihimpun oleh Wyasa Kresna Dwipayana, Kitab Mahabhrata terdiri
atas delapan belas jilid (parwa). Setiap jilid terbagi lagi menjadi
beberapa bagian (juga disebut parwa) yang digubah dalam bentuk syair.
Cerita pokok meliputi 24.000 seloka. Sebagian besar isi kitab itu
menceritakan peperangan sengit selama delapan hari antara Pandawa dan Kurawa.
Peperangan itu disebut Perang Bharatayudha.
e. Zaman
Kerajaan Kediri
1) Kitab
Arjunawiwaha karangan Empu Kanwa, menceritakan Arjuna bertapa di Indrakila.
2) Kitab
Kresnayana karangan Empu Triguna. Kitab Kresnayana menceritakan pernikahan
Kresna dengan Rukmini.
3) Kitab
Smaradhahana karangan Empu Dharmaja, menceritakan tentang Kamajaya dan Dewi
Ratih dari kayangan.
4) Kitab
Bharatayudha karangan Empu Sedah dan Panuluh. Kitab Bharatayudha menceritakan
peperangan antara Pandawa dan Kurawa, gubahan dari Kitab Mahabharata.
5) Kitab
Gatutkacasraya karangan Empu Panuluh, menceritakan perkawinan Abimanyu dengan
Siti Sundari atas bantuan Gatutkaca.
6) Bhomakarya,
tidak diketahui pengarangnya.
7) Wrttassancaya
dan Lubdhaka, dikarang oleh Mpu Tanakung.
8) Kitab
sastra Ling Wai Taita, disusun oleh Chou Ku Fei, tulisan dari negeri Cina yang
berisi mengenai gambaran kehidupan, tata pemerintahan, dan keadaan istana atau
benteng pada masa Kerajaan Kediri.
9) Kitab
Chu Fang Chi, ditulis oleh Chan Ju Kua dalam bahasa Cina pada abad ke-13 yang
menceritakan bahwa di Asia Tenggara tumbuh dua kerajaan besar dan kaya, yaitu
Jawa dan Sriwijaya.
f. Zaman
Kerajaan Majapahit I menggunakan bahasa Jawa Kuno atau bahasa Kawi
1) Negarakertagama
ditulis pada masa pemerintahan Hayam Wuruk oleh Mpu Prapanca. Isinya tentang
sejarah kerajaan Majapahit dari sisi politik, ekonomi, sosial budaya, militer,
dan sebagainya.
2) Sutasoma
dikarang oleh Mpu Tantular. Kitab ini menceritakan putra raja bernama Sutasoma
yang rela meninggalkan keduniawian dan mendalami agama Buddha. Dalam kitab ini
terdapat kata Bhinneka Tunggal Ika tan hana Dharma Mangrwa, yang artinya secara
harfiah adalah “Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada
kerancuan dalam kebenaran”. Dalam memaknai kalimat tersebut dapat diartikan
“Berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Tak ada kebenaran yang mendua”.
3) Kitab
Arjuna Wijaya karangan Empu Tantular, menceritakan Rahwana yang harus tunduk
kepada Arjuna Sasrabahu.
4) Kitab
Kutaramanawa, ditulis oleh Gajah Mada, disusun berdasarkan kitab hukum yang
lebih tua, yakni Kutarasastra dan kitab hukum Manawasastra, yang kemudian
disesuaikan dengan hukum adat pada masa itu.
5) Kitab
Kunjarakarna dan Kitab Parthayajna, tidak diketahui pengarangnya.
g. Zaman
Kerajaan Majapahit II menggunakan bahasa Jawa Tengahan
1) Pararaton
yang berisi dongeng dan mitos terutama Raja-Raja Singasari dan Majapahit.
2) Tantu
Panggelaran menceritakan tentang Batara Guru yang mengisi penduduk untuk Pulau
Jawa.
3) Calon
Arang menceritakan tentang seorang janda yang menguasai ilmu hitam yang bernama
calona arang.
4) Kitab
Sorandaka menceritakan pemberontakan Sora kepada Raja Jayanegara karena
tersinggung atas sikap raja yang akan mengambil istrinya.
5) Kitab
Ranggalawe menceritakan Pemberontakan Ranggalawe terhadap Raja Majapahit pada
masa Raden Wijaya.
6) Kitab
Panjiwijayakrama menguraikan riwayat Raden Wijaya sampai menjadi raja.
7) Sundayana
mengisahkan Perang Bubat antara Majapahit dengan Kerajaan Sunda.
8) Pamancangah
menceritakan tentang riwayat para Dewa Agung, nenek moyang raja-raja kerajaan
Gelgel Bali.
9) Usana
Jawa berisi penaklukan Pulau Bali oleh Gajah Mada dan Arya Damar, pemindahan
Kerajaan Majapahit ke Gelgel, dan penumpasan Raja Raksasa Maya Denawa.
10) Usana
Bali menceritakan tentang keganasan raksasa Maya Denawa yang mengacau kerajaan
Bali.
11) Cerita
Parahyangan dengan bahasa Sunda Kuno mengisahkan raja-raja Sunda sejak zaman
Mataram.
h. Zaman
Kerajaan Bali
Kemajuan kesenian di Kerajaan Bali
dibedakan menjadi kelompok seni keraton dan seni rakyat. Hal ini dimuat dalam
prasasti Julah yang berangka tahun 987 M. Jenis-jenis kesenian yang berkembang
pada masa itu, antara lain.
1) Patapukan
(seni topeng)
2) Perwayang
(permainan wayang)
3) Bhangin
(peniup
suling)
4) Pamukul
(penabuh gamelan)
5) Abanwal
(permainan badut), dan
6) Abonjing
(seni
musik angklung).
Di Kerajaan Bali, masa pemerintahan Raja
Jayasaksi menghasilkan kitab undang-undang, yaitu kitab Usana Widhi Balaman dan
Rajarana.
i. Zaman
Kerajaan Pajajaran
Kehidupan masyarakat Kerajaan Sunda
dapat dibedakan menjadi dua sektor mata pencaharian utama, yaitu pertanian dan
perdagangan. Bukti dan petunjuk mengenai masyarakat perladangan dapat ditemukan
dalam kitab Sastra Parahyangan yang menyebut-nyebut sawah di dalamnya.
Alat-alat yang dipergunakan di ladang adalah beliung, kored, dan sadap. Ada
juga Kitab Sanghyang Siksakanda.
Selain kitab-kitab sastra tersebut, ada
juga kitab cerita Kidung Sundayana, yang menceritakan kekalahan pasukan
Pajajaran dalam pertempuran di Bubat dan gugurnya Sri Baduga Maharaja beserta
putrinya, Dyah Pitaloka. Seperti halnya Kerajaan Majapahit, Kerajaan Pajajaran
juga mengenal Cerita Parahyangan, yang menceritakan pengganti Raja Sri Baduga
Maharaja setelah Perang Bubat adalah Hyang Bhumi Sora.
j. Zaman
Kerajaan Singasari
Sepeninggalan kerajaan Singasari
terdapat 4 prasasti, yaitu sebagai berikut.
1) Prasasti
Singasari, ditemukan di Singasari, Kabupaten Malang, ditulis menggunakan aksara
Jawa dan dibuat sekitar tahun 1351 M. Penulisan prasasti ini ditujukan untuk
mengenang pembangunan candi pemakaman yang dialkukan oleh Gajah Mada.
2) Prasasti
Manjusri, sebuah manuskrip yang dibuat pada bagian belakang Arca Manjusri pada
tahun 1343.
3) Prasasti
Wurare, berisikan sebuah peringatan penobatan arca Mahaksobhya di tempat
bernama Wurare. Prasasti ini ditulis menggunakan bahasa Sansekerta serta
bertanggal 21 November 1289 atau sekitar tahun 1211 Saka.
4) Prasasti
Mula Malurung, sebuah piagam penganugerahan sekaligus pengesahan Desa Mula dan
Desa Malurung untuk seorang tokoh bernama Pranaraja. Bentuk dari prasasti ini
berupa lempengan-lempengan tembaga yang diterbitkan Kertanegara tahun 1255 atas
perintah ayahnya.
k. Zaman
Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan
Buddha terbesar yang pernah berdiri di Sumatera pada abad ke-7. Sepeninggalan
kerajaan Sriwijaya terdapat sumber-sumber sejarah, baik luar maupun dalam
negeri yang menceritakan kemegahan dan kesuksesan kerajaan Sriwijaya, antara
lain sebagai berikut.
1) Berita
dari Cina
Dalam
perjalanannya untuk menimba ilmu agama Buddha di India, I-Tsing pendeta dari
Cina, singgah di Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam bulan dan mempelajari
paramasastra atau tata Bahasa Sansekerta. Kemudian, bersama guru Buddha
Sakyakirti, ia menyalin kitab Hastadandasastra ke dalam Bahasa Cina. Kesimpulan
I-Tsing mengenai Sriwijaya adalah negara yang maju dalam bidang agama Buddha.
Ada
juga berita Cina dari dinasti Tang menyebutkan bahwa Shi-li-fo-shih (Sriwijaya)
adalah kerajaan Buddhis yang terletak di Laut Selatan. Adapun berita sumber
dari dinasti Sung menyebutkan bahwa utusan Cina sering dating ke San-fo-tsi
(Sriwijaya).
2) Berita
dari Arab
Berita
Arab menyebutkan adanya negara Zabag (Sriwijaya). Ibu Hordadheh mengatakan Raja
Zabag banyak menghasilkan emas. Berita lain disebutkan oleh Alberuni. Ia
mengatakan bahwa Zabag lebih dekat dengan Cina daripada India. Negara ini
terletak di daerah yang disebut Swarnadwipa (Pulau Emas) karena banyak
menghasilkan emas.
3) Berita
dari India
Prasasti
Leiden Besar yang ditemukan oleh raja-raja dari dinasti Cola menyebutkan adanya
pemberian tanah Anaimangalam kepada biara di Nagipatma. Biara tersebut dibuat
oleh Marawijayattunggawarman, keturunan keluarga Syailendra yang berkuasa di
Sriwijaya dan Kataka.
Prasasti
Nalanda menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa dari Nalanda, India telah
membebaskan lima buah desa dari pajak. Sebagai imbalannya, kelima desa itu
wajib membiayai para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di
Kerajaan Nalanda.
4) Berita
dalam negeri
a) Prasasti
Kedukan Bukit, berangka tahun 605 Saka (683 M) ditemukan di tepi Sungai Tatang,
dekat Palembang.
b) Prasasti
Talang Tuo, berangka tahun 606 Saka (684 M), isinya adalah tentang pembuatan
Taman Sriksetra oleh Dapunta Hyang Sri Jayanegara untuk kemakmuran semua
makhluk. Dalam prasasti ini juga terdapat doa-doa yang bersifat agama Buddha
Mahayana.
c) Prasasti
Kota Kapur berangka tahun 608 Saka (686 M) ditemukan di Bangka. Isinya adalah
permintaan kepada dewa yang menjaga kesatuan Sriwijaya untuk menghukum setiap
orang yang bermaksud jahat dan durhaka terhadap kekuasaan Sriwijaya.
d) Prasasti
Karang Berahi, berangka tahun 608 Saka (686 M), isinya memperjelas bahwa secara
politik, Sriwijaya bukanlah negara kecil, melainkan wilayah yang luas dan
kekuasaannya sangat besar. Penaklukkan daerah Jambi dimuat dalam prasasti ini.
e) Prasasti
Telaga Batu, menyebutkan bahwa negara Sriwijaya berbentuk kesatuan. Prasasti
ini juga menyebutkan kedudukan putra-putra raja.
f) Prasasti
Ligor berangka tahun 697 Saka (775 M), berisi pujian kepada leluhur Sriwijaya
dan pendirian Buddha Sakyamuni, Avalokiteswara, serta Wajrapani, dan juga
sebutan Cailendravamsaprabumigadata
sebagai gelar yang artinya pembunuh musuh yang gagah berani yang diberikan
kepada raja-raja dari dinasti Syailendra.
g) Prasasti
Palas Pasemah ditemukan di Lampung, berisi penaklukan Sriwijaya terhadap
Kerajaan Tulangbawang pada abad ke-7.
2. Kebudayaan
Sistem Kepercayaan
Sebelum masuk dan berkembangnya
perngaruh Hindu-Buddha di Indonesia telah berkembang kepercayaan animisme dan
dinamisme yang merupakan kepercayaan asli nenek moyang bangsa Indonesia.
Kepercayaan ini berpusat pada pemujaan terhadap roh nenek moyang.
a. Agama
Hindu
Masuknya agama Hindu di Indonesia
berpengaruh besar terhadap sistem kepercayaan asli masyarakat Indonesia. Agama
Hindu bersifat polytheisme, yaitu menyembah banyak dewa. Dewa-dewa dalam agama
Hindu biasanya berupa lambang kekuatan alam, seperti Dewa Agni (api), Dewa Bayu
(angin), Dewa Surya (matahari), dan sebagainya.
Ajaran hidup dalam agama Hindu berpusat
pada 4 hal utama, yaitu :
1) Samsara,
yaitu hidup di dunia merupakan sebuah penderitaan dan kesengsaraan.
2) Karma,
yaitu kesengsaraan hidup di dunia diakibatkan oleh perilaku yang tidak terpuji
pada masa lalu.
3) Reinkarnasi,
yaitu proses kelahiran kembali, kesempatan untuk memperbaiki perilaku buruk
masa lalu.
4) Nirvana
(Moksa), yaitu hilang, sempurna, lepas dari samsara, tidak dilahirkan kembali.
Abadi di surga.
Umat Hindu memiliki kitab suci Wedha,
Kitab Brahmana (tafsir Wedha), dan Kitab Upanisad, berisi cara-cara agar tidak
mengalami “samsara”. Dalam upacara kematian bagi agama Hindu, orang yang sudah
meninggal diadakan upacara peringatan hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, dan
ke-1000 yang disebut upacara Sraddha.
b. Agama
Buddha
Agama Buddha diperkenalkan oleh
Sidharta, putra Sudodhana dari Kerajaan Kapilawastu. Kitab suci agama Buddha
adalah Tripitaka, terdiri atas Vinayapitaka (aturan-aturan kehidupan),
Suttapitaka (dasar-dasar dalam memberikan pelajaran), dan Abdidharmapitaka
(falsafah agama).
Pada dasarnya agama Buddha hampir sama
dengan agama Hindu. Dua hal yang paling membedakan adalah agama Buddha tidak
diperkenankan melakukan upacara kurban dan ajaran Buddha tidak mengenal kasta,
sehingga dalam perkembangan selanjutnya, agama Buddha pernah lebih berpengaruh
dibandingkan agama Hindu.
3. Kebudayaan
Seni Bangunan (Arsitektur)
Kebudayaan Hindu-Buddha yang datang dari
India berpengaruh besar terhadap seni bangunan (arsitektur) di Indonesia.
Pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha terhadap seni bangunan di Indonesia yang masih
dapat dinikmati sekarang hanyalah yang terbuat dari batu dan bata. Candi
merupakan bangunan dari batu dan bata yang mendapat pengaruh India dan dapat
ditemukan di Indonesia. Istilah candi ini juga untuk menyebut berbagai bangunan
pra-Islam lainnya, termasuk gapura dan tempat pemandian umum, tetapi wujud
utamanya adalah tempat pemujaan. Candi berfungsi untuk memuliakan orang yang
sudah mati, khususnya para raja dan orang terkemuka.
Candi sebagai makam hanya terdapat dalam
ajaran agama Hindu. Pembuatan candi Buddha ditujukan sebagai tempat pemujaan
dewa belaka. Di dalamnya tidak terdapat peripih dan arca perwujudan raja. Abu
jenazah raja ditanam sekitar candi dalam bangunan yang disebut stupa.
Bangunan candi terdiri atas tiga bagian,
yaitu kaki, tubuh, dan atap.
a. Kaki
candi, bentuknya persegi, di tengah-tengah kaki candi inilah ditanamkan
peripih.
b. Tubuh
candi, terdiri atas sebuah bilik yang berisi arca perwujudan. Dinding luar sisi
bilik diberi relung (ceruk) yang berisi arca. Dinding relung sisi selatan
berisi Arca Guru, relung utara berisi Arca Durga, dan relung belakang berisi
Arca Ganesha. Relung-relung candi yang besar diubah.
c. Atap
candi, terdiri atas tiga tingkat, makin ke atas makin kecil dan di puncaknya
ada lingga atau stupa. Bagian dalam atap (puncak bilik) ada sebuah rongga kecil
yang dasarnya berupa batu persegi dengan gambar teratai merah, takhta dewa.
Pada upacara pemujaan, jasad dari dalam peripih dinaikkan rohnya dari rongga
atau diturunkan ke dalam arca perwujudan sehingga hiduplah arca itu sebagai
perwujudan raja sebagai dewa (pemujaan terhadap nenek moyang).
Bangunan candi di Indonesia yang
bercorak Hindu, antara lain Candi Prambanan, Candi Sambisari, Candi Ratu Baka,
Candi Gedong Sanga, Candi Sukuh, Candi Dieng, Candi Jago, Candi Singasari,
Candi Kidal, Candi Penataran, Candi Surawana, dan Gapura Bajang Ratu.
Bangunan candi di Indonesia yang
bercorak Buddha, antara lain Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi
Kalasan, Candi Sewu, Candi Sari, dan Candi Muara Takus.
Beberapa peninggalan lain di Indonesia
yang menyerupai candi, antara lain sebagai berikut.
a. Patirtan
atau pemandian, misalnya di Jolotundo dan Belahan di Lereng Gunung
Penanggungan; Candi Tikus di Trowulan, Jawa Timur dan Gua Gajah di Gianyar,
Bali.
b. Candi
Padas di Gunung Kawi Tampaksiring, Bali terdapat sepuluh candi yang dipahatkan
seperti relief di tebing-tebing pada Pakerisan.
c. Gapura
yang berbentuk seperti candi. Bagian tubuh gapura terdapat pintu keluar masuk.
Misalnya, Candi Plumbangan, Candi Bajang Ratu, dan Candi Jedong.
d. Candi
Bentar merupakan jenis gapura berbentuk seperti candi yang dibelah dua sebagai
jalan keluar masuk. Misalnya, Candi Wringin Lawang dan Candi Bentar di
Panataran.
4. Kebudayaan
Seni Rupa
Seni rupa di Indonesia juga banyak
dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Buddha dari India. Seni pahat ukir untuk
hiasan dinding candi banyak yang dibuat sesuai dengan suasana Gunung Mahameru,
tempat kediaman para dewa. Hiasan yang terdapat pada ambang pintu atau relung
adalah kepala kala yang disebut banaspati (raja hutan).
Kala yang terdapat pada candi di Jawa
Tengah selalu dirangkai dengan makara, yaitu sejenis buaya yang
menghiasi bagian bawah kanan kiri pintu atau relung. Hiasan lainnya berupa
dedaunan yang dirangkai dengan sulur-sulur melingkar sehingga menjadi sulur
gelung dan menghiasi bidang, baik horizontal maupun vertikal. Ada juga bentuk
bunga teratai biru (utpala), merah (padma), dan putih (kumala).
Warna itu tidak dinyatakan, tetapi cara menggambarkannya berbeda-beda. Pada
dinding candi khususnya di Jawa Tengah terdapat hiasan pohon kalpataru,
seperti pohon beringin yang diapit oleh dua hewan atau sepasang kenari.
Beberapa candi memiliki relief yang
melukiskan suatu cerita yang diambil dari kitab kesusasteraan. Relief candi di
Jawa Timur bergaya wayang (gepeng). Relief Jawa Tengah bergaya naturalis
dengan lekukan-lekukan yang dalam. Pada masa Kerajaan Majapahit relief candi
memberi latar belakang pemandangan tentang kesan tiga dimensi. Relief cerita
pada candi yang terpenting, antara lain sebagai berikut.
a. Relief
Candi Lara Jonggrang menceritakan kisah Ramayana dan Kresnayana.
b. Relief
Candi Borobudur menceritakan Karmawibhangga yang menggambarkan perbuatan
manusia serta hukum-hukumnya sesuai dengan Gandawyuha (Sudhana mencari
ilmu).
c. Relief
candi di Jawa Timur menceritakan Kresnayana, Partayana, Kunjarakarna (Candi
Jago dan Penataran), dan Sudamala (Candi Tigawangi dan Candi Sukuh).
Bangunan candi pada umumnya juga banyak
dihiasi dengan patung atau arca. Patung tersebut biasanya berbentuk arca dewa
sebagai lambang orang yang sudah meninggal. Seni patung yang diilhami oleh
kebudayaan Hindu juga menghasilkan karya yang indah. Misalnya, di Candi
Prambanan terdapat Patung Lara Jonggrang, di Jawa Timur (museum di Mojokerto)
terdapat sejumlah patung, diantaranya yang terindah ialah Patung Airlangga
sebagai Wisnu naik garuda, Patung Ken Dedes (Singasari). Ada juga patung
Kertanegara dalam wujud Joko Dolog yang ditemukan dekat Surabaya, dan patung
Amoghapasha yang merupakan perwujudan Kertanegara yang menunjukkan bahwa Raja
Kertanegara (Singasari) menganut agama Buddha aliran Tantrayana (tantrisme).
Sementara itu, patung dewa yang dihasilkan antara lain Patung Dewa Syiwa,
Patung Dewa Brahma, Patung Dewa Wisnu, Patung Durga, Patung Ganesha, Patung
Kuwera, dan Patung Haririti. Dalam agama Buddha juga dikenal patung Dhyani
Buddha atau Patung Bodhisatwa.
5. Sistem
Pemerintahan
Setelah kedatangan kebudayaan Hindu
Buddha, masyarakat Indonesia mengenal sistem pemerintahan yang lebih teratur
dan terorganisasi, yaitu sistem kerajaan. Sebutan kepala pemerintahannya juga
berubah dari kepala suku menjadi raja. Perubahan lain yang tampak dengan
masuknya pengaruh Hindu-Buddha dalam sistem pemerintahan adalah berubahnya
konsep pemilihan pemimpin. Sebelumnya, seorang pemimpin dipilih karena
mempunyai kemampuan tertentu yang tidak dimiliki orang lain dan bukan karena
keturunan. Namun, setelah pengaruh Hindu-Buddha datang, kepemimpinan itu
cenderung berdasarkan keturunan. Raja juga memperkuat kedudukan dan
kekuasaannya dengan menyatakan dirinya adalah penjelmaan atau masih keturunan
dewa.
Konsep raja sebagai penjelmaan atau
keturunan dewa, misalnya terlihat pada masa pemerintahan Raja Purnawarman di
Tarumanegara. Untuk memperkuat kedudukan dan kekuasaannya, raja membuat
Prasasti Ciaruteun. Wujud prasasti itu berupa sepasang tapak kaki besar di atas
sebuah batu kali dengan beberapa keterangan. Sepasang tapak kaki yang
dipahatkan milik Raja Purnawarman itu diidentikkan dengan tapak kaki Dewa
Wisnu.
Masuknya pengaruh kebudayaan
Hindu-Buddha menyebabkan bentuk kerajaan yang berkembang di Indonesia juga
mempunyai corak Hindu atau Buddha. Kerajaan-kerajaan yang muncul dan mendapat
pengaruh Hindu-Buddha, antara lain sebagai berikut.
a. Kerajaan
di Indonesia yang bercorak Hindu, antara lain Kerajaan Kutai, Tarumanegara,
Mataram Hindu (Mataram Kuno), Kahuripan (Airlangga), dan Majapahit.
b. Kerajaan
di Indonesia yang bercorak Buddha, antara lain Kerajaan Holing, Melayu,
Sriwijaya, dan Mataram Buddha.
6. Sistem
Penanggalan Kalender
Sebelum datangnya Hindu-Buddha,
masyarakat Indonesia telah mengenal astronomi hanya dengan melihat rasi
(kelompok) bintang tertentu yang dapat ditentukan arah mata angin pada waktu
berlayar dan tahu kapan mereka harus melakukan aktivitas pertanian. Jadi, di
Indonesia telah mengenal sistem kalender yang berpedoman pada pranata mongso
misalnya mongso Kasa (kesatu) dan mongso Karo (Kedua).
Kebudayaan Hindu-Buddha yang masuk ke
Indonesia telah memiliki perhitungan kalender, yang disebut kalender Saka
dengan perhitungan 1 tahun Saka terdiri atas 365 hari. Menurut perhitungan
tahun SAka, selisih antara tahun Saka dan tahun Masehi adalah 78 tahun.
B. Kebudayaan
Bangsa Indonesia Zaman Kerajaan Islam
1. Perkembangan
Aksara, Seni Sastra (Kesusasteraan), dan Wayang
a. Aksara
Masa Awal Islam
Tradisi tulis di Indonesia diawali
dengan penemuan prasasti Kutai yang berhuruf Pallawa, India. Pada
perkembangannya muncul aksara setempat yang berasal dari huruf Pallawa, yaitu
aksara Jawa dan Bali. Pada awal perkembangan Islam di Indonesia, aksara Arab
digunakan dengan huruf Jawi (Melayu), misalnya Hikayat Indera Putera.
Beberapa jenis hikayat yang masih ada,
antara lain sebagai berikut.
1) Hikayat
Sri Rama, menceritakan tentang riwayat Rama sejak lahir, kemudian peperangannya
dengan Kerajaan Alengka untuk merebut istrinya, Sinta. Dalam peperangan itu,
Rama dibantu prajurit kera.
2) Hikayat
Hang Tuah, berkisah separuh tentang keperwiraan dan kesetiaan seorang Laksamana
Kerajaan Malaka bernama Hang Tuah bersama empat orang sahabatnya, Hang Jebat,
Hang Lekir, Hang Lekiu, dan Hang Kesturi.
3) Hikayat
Amir Hamzah, menceritakan peperangan Amir Hamzah melawan mertuanya yang masih
kafir, Raja Nursewan dari Kerajaan Madayin.
4) Bustanus
Salatin, kitab ini ditulis Nurrudin al Din ar Raniri atas perintah Sultan
Iskandar Thani dari Aceh pada tahun 1638.
b. Seni
Sastra Masa Awal Islam
Masuknya Islam dan penggunaan huruf Arab
mampu mengembangkan seni sastra Islam di Indonesia. Dilihat dari bentuknya,
sastra Islam di Jawa berbentuk tembang (syair), sedangkan di Sumatera,
ditemukan yang berbentuk gancaran (prosa). Syair Islam tertua di Indonesia
terpahat di sebuah nisan makam seorang putri Raja Pasai di Minye Tujuh terdiri
atas 2 bait, dan masing-masing bait berisi 4 baris.
Karya-karya sastra awal Islam antara
lain Bustanul Salatin yang ditulis oleh Nuruddin ar Raniri, seorang ulama besar
Aceh masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani. Hikayat Raja-Raja Pasai karangan
Hamzah Fansuri, Pustakaraja, Jayabaya, Paramayoga, karangan R. Ng.
Ronggowarsito. Sastra Gending, karangan Sultan Agung, dan lain-lain. Selain bentuk karya sastra tersebut,
terdapat karya sastra lainnya, antara lain sebagai berikut.
1) Babad
Beberapa
bentuk cerita babad yang dapat dijumpai, antara lain sebagai berikut.
a) Babad
Tanah Jawi, menceritakan silsilah raja-raja Jawa, mulai dari Nabi Adam, Nabi
Sis, Nurcahya, Nurasa, Sang Hyang Wenang, Sang Hyang Tunggal, dan Bathara Guru.
Selanjutnya diceritakan pula tentang Raja Jawa dan kerajaan, seperti Pajajaran,
Majapahit, dan Demak.
b) Babad
Cirebon, kitab ini dinamakan juga Daftar Sejarah Cirebon dan kitab Silsilah
Segala Maulana di Tanah Jawa atau Hikayat Hasanuddin.
c) Sejarah
Melayu, dinamakan juga Sulalatus Salatin, ditulis oleh Bendahara Tun Muhammad,
Patih Kerajaan Johor. Kitab ini ditulis oleh perintah Raja Abdullah.
d) Tambo
Minangkabau, menceritakan tentang kerajaan-kerajaan, raja-raja, dan tokoh-tokoh
Minangkabau, Sumatera Barat. Seperti cerita babad, tambo juga penuh dengan
keajaiban, kegaiban, dan kesaktian tokoh-tokohnya.
e) Lontara
Bugis, berisi kisah sejarah kerajaan Bugis di Sulawesi Selatan. Lontara
bercerita pula tentang raja-raja dan tokoh-tokoh Bugis dengan keajaiban dan
kesaktiannya.
2) Syair
a) Syair
Ken Tambuhan, menceritakan percintaan Raden Inu Kertapati, putra mahkota
Kerajaan Kahuripan dengan Ken Tambuhan, seorang putri yang dijumpainya di
hutan.
b) Syair
Abdul Muluk, diceritakan bahwa Raja Abdul Muluk dari Kerajaan Barbari mempunyai
dua orang istri, Siti Rahmah dan Siti Rafiah.
c) Gurindam
Dua Belas ditulis oleh Raja Ali Haji, berbentuk puisi yang aturannya sedikit
lebih bebas daripada syair. Gurindam Dua Belas berisi nasihat bagi semua orang
agar menjadi orang yang dihormati dan disegani, juga berisi petunjuk cara orang
mengekang diri dari segala macam nafsu duniawi.
3) Suluk
a) Suluk
Sukarsa, bercerita tentang Ki Sukarsa yang mencari ilmu sejati demi mencapai
kesempurnaan.
b) Suluk
Wijil, berisi nasihat Sunan Bonang kepada muridnya Wijil, yaitu seorang mantan
abdi di Kerajaan Majapahit yang tubuhnya kerdil.
4) Primbon
Jawa Kuno, kitab warisan leluhur Jawa yang berorientasi pada relasi antara
kehidupan manusia dan alam semesta.
c. Wayang
Wayang mendapat pengaruh Hindu-Buddha
dan ketika Islam mulai berkembang dan masih tetap bertahan, bahkan sampai
sekarang.
1) Wayang
Beber
Beber (dibeber) berarti dibentangkan
atau diceritakan. Wujudnya gambar urut yang kemudian diterangkan. Saat ini,
hanya ada dua wayang beber yang masih dikenal, yaitu di Wonosari dan Pacitan.
Duplikat wayang ini terdapat di Museum Radyapustaka, Surakarta.
2) Wayang
Purwa
Wayang purwa disebut pula wayang kulit
karena dibuat dari kulit hewan. Disebut wayang purwa karena ceritanya mengambil
dari cerita lama Ramayana dan Mahabharata. Dari wayang purwa ini diturunkan
menjadi berjenis-jenis wayang, seperti wayang gedog, wayang klitik, dan wayang
golek.
2. Pendidikan
Perkembangan pendidikan pada masa Islam
dilakukan melalui saluran pendidikan, salah satunya adalah mendirikan
pesantren. Murid pesantren disebut santri. Pada masa pertumbuhan Islam di Jawa,
dikenal Sunan Ampel atau Raden Rahmat yang mendirikan pesantren di Ampel,
Surabaya dan Sunan Giri yang mendirikan pesantren hingga terkenal sampai
Maluku.
3. Seni
Bangunan
Akulturasi kebudayaan Islam dengan
kebudayaan Indonesia tampak pada seni bangunan, khususnya bangunan masjid dan
makam.
a. Bangunan
Masjid
Akulturasi antara kebudayaan Islam dan
kebudayaan Indonesia terdapat pada seni arsitektur bangunan masjid kuno.
Kekhususan gaya arsitektur masjid kuno Indonesia terdapat dalam bentuk atap
bertingkat lebih dari satu.
Beberapa contoh masjid kuno yang
memiliki atap bertingkat, diantaranya adalah bangunan masjid beratap bertingkat
satu, misalnya Masjid Agung Cirebon yang dibangun pada abad ke-16, Masjid
Katangka di Sulawesi Selatan dari abad ke-17, beberapa masjid di Jakarta yang
dibangun pada abad ke-18, seperti Masjid Angke, Masjid Tambora, dan Masjid
Marunda. Bangunan masjid beratap bertingkat tiga diantaranya tampak pada Masjid
Agung Demak dari abad ke-16, Masjid Baiturrachman Aceh yang dibangun pada masa
Sultan Iskandar Muda, Masjid Jepara, masjid-masjid di Ternate. Sedangkan,
bangunan masjid beratap bertingkat lima, misalnya Masjid Agung Banten yang
dibangung pada abad ke-16.
b. Makam
Bangunan makam pada orang yang meninggal
terbuat dari bata yang disebut jirat atau kijing. Di atas jirat, khususnya bagi
orang-orang penting didirikan sebuah rumah yang disebut cungkup. Makam para
raja biasanya dibuat megah dan lengkap dengan makam keluarga serta
pengiringnya. Bangunan makam yang berupa jirat dan cungkup biasanya dihiasi
dengan seni kaligrafi (seni tulisan indah).
Makam tertua di Indonesia yang bercorak
Islam adalah Makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik (1082). Makam tersebut
bercungkup dan dinding cungkupnya diberi hiasan bingkai-bingkai mendatar mirip
model hiasan candi. Makam lainnya yang dapat ditemukan adalah Makam Maulana
Malik Ibrahim di Gresik, Jawa Timur, makam raja-raja Samudera Pasai di Aceh,
Makam Sunan Gunung Jati di Cirebon, Makam Sunan Tembayat di Klaten, makam
raja-raja keturunan Mataram di Imogiri, Yogyakarta, Kompleks Makam Sultan
Hasanuddin di Gowa, Sulawesi Selatan, makam para wali yang tersebar di berbagai
daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
4. Seni
Tari dan Seni Musik
Akulturasi pada cabang seni tari dan
seni musik terdapat pada beberapa upacara dan tarian rakyat. Di beberapa daerah
ada jenis tarian yang berhubungan dengan nyanyian atau pembacaan tertentu yang
berupa salawat. Bentuk-bentuk tarian itu, misalnya permainan debus, yaitu suatu
jenis pertunjukkan kekebalan tubuh seseorang terhadap senjata tajam.
Pertunjukkan debus diawali dengan nyanyian dan pembacaan Al-Qur’an atau salawat
nabi. Permainan ini berkembag di bekas-bekas pusat kerajaan, seperti Banten,
Minangkabau, dan Aceh. Berikutnya adalah Seudati, yaitu tarian atau nyanyian
tradisional rakyat Aceh. Pertunjukan ini dilakukan oleh sembilan sampai sepuluh
orang pemuda. Gerakan tarian itu, antara lain berupa memukul-mukul telapak
tangan ke bagian dada. Dalam tari Seudati, pemain juga menyanyikan lagu-lagu
tertentu yang isinya pujian kepada nabi (salawat).
Seni musik yang berkembang pada masa
Islam adalah pertunjukkan gamelan. Pertunjukkan ini biasa dilakukan pada
upacara Maulud yang ditujukan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Pada upacara Maulud, juga diadakan pertunjukkan gamelan dan pencucian
benda-benda keramat. Upacara ini masih dilakukan di Yogyakarta, Surakarta, dan
Cirebon. Upacara Maulud di Yogyakarta dan Surakarta disebut Garebeg Maulud. Di
Cirebon, Upacara Maulud disebut Pajang Jimat. Pada upacara Maulud biasa
diiringi dengan gamelan yang disebut Sekaten dan dipertunjukkan untuk
masyarakat umum.
5. Sistem
Pemerintahan
Sistem pemerintahan kerajaan-kerajaan
Islam terutama di Jawa bersifat kosmologis, artinya setiap masyarakat yakin
adanya keserasian bumi dengan alam semesta yang mengelilinginya. Atas dasar
kepercayaan tersebut, raja dianggap sebagai penjelmaan Tuhan di dunia yang
memegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan.
Raja-raja di kerajaan Islam umumnya
bergelar sultan. Kekuasaan raja terbesar berpusat di kota kerajaan. Kekuasaan
itu akan makin mengecil jika daerah kekuasaan berada jauh dari ibukota.
Daftar Pustaka
Listiyani, D. (2009). Sejarah Untuk SMA/MA Kelas XI
Program IPS. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Mardiyono, P. (2019). Runtuhnya Kerajaan-Kerajaan Hindu di
Jawa dan Berdirinya Kerajaan-Kerajaan Islam. Yogyakarta: Araska.
Musthofa, S., Suryandari, & Mulyati, T. (2009). Sejarah
Untuk SMA/MA Kelas XI Program Bahasa. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional.
Wardaya. (2009). Cakrawala Sejarah Untuk SMA/MA Kelas XI
Program Bahasa. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
According to Stanford Medical, It's indeed the ONLY reason women in this country live 10 years more and weigh on average 19 kilos less than we do.
ReplyDelete(And realistically, it is not about genetics or some secret diet and EVERYTHING about "HOW" they eat.)
P.S, What I said is "HOW", and not "what"...
Click on this link to uncover if this quick questionnaire can help you discover your real weight loss possibilities