Ilmu ekonomi mempelajari perilaku manusia, tetapi ilmu ini bukanlah bidang yang dapat mengeluarkan pernyataan-pernyataan tentang hal itu. Bidang ilmu psikologi juga dapat menjelaskan pilihan-pilihan yang dibuat oleh orang-orang dalam hidup mereka. Bidang ilmu ekonomi dan psikologi biasanya bergerak sendiri-sendiri, sebagian karena keduanya menangani pertanyaan-pertanyaan yang berbeda. Tetapi, akhir-akhir ini sebuah bidang ilmu yang disebut ilmu ekonomi perilaku telah muncul, yang kini dimanfaatkan oleh para ekonom untuk mendapatkan beberapa pemahaman dasar mengenai psikologi. Mari kita lihat beberapa pemahaman tersebut.
1. Masyarakat Tidak Selalu Bersikap Rasional
Teori ekonomi dipenuhi oleh suatu spesies tertentu yang terkadang disebut sebagai homo economicus. Anggota spesies ini selalu bersikap rasional. Sebagai pengelola perusahaan, mereka memaksimalkan keuntungan. Sebagai konsumen, mereka memaksimalkan utilitas (atau ekuivalen dengan, memilih titik pada kurva indeferen tertinggi). Dihadapkan pada batas-batas, mereka secara rasional menimbang semua biaya dan manfaat serta selalu memilih tindakan terbaik yang dapat dilakukan,
Masyarakat yang sebenarnya, bagaimanapun juga, adalah homo sapiens. Meskipun dalam banyak hal mereka menyerupai masyarakat rasional dan penuh perhitungan yang diasumsikan dalam teori ekonomi, mereka jauh lebih kompleks. Mereka bisa lupa, impulsif, bingung, emosional, dan tidak berpikir panjang. Ketidaksempurnaan kemampuan manusia untuk berpikir adalah pembahasan sehari-hari dalam ilmu psikologi, tetapi sampai beberapa waktu terakhir, para ekonomi sebelumnya benar-benar mengabaikan hal ini.
Herbert Simon, salah satu ilmuwan sosial yang pertama kali bekerja di batas-batas antara ilmu ekonomi dan psikologi, mengemukakan bahwa manusia harus dipandang bukan sebagai makhluk rasional yang selalu memaksimalkan segala sesuatu, tetapi sebagai pemuas diri. Alih-alih selalu memilih tindakan terbaik, mereka hanya membuat keputusan yang cukup baik. Begitu juga, para ekonom telah mengemukakan bahwa manusia hanya "mendekati rasional" atau mereka menunjukkan "rasionalitas yang terkungkung".
Penelitian mengenai pengambilan keputusan oleh manusia telah mencoba mendeteksi kesalahan-kesalahan sistematis yang dilakukan manusia. Berikut adalah beberapa temuannya:
- Orang-orang pada umumnya terlalu percaya diri. Bayangkan, ketika ditanya suatu pertanyaan numerik, misalnya jumlah negara di Afrika atau jumlah anggota PBB, atau tinggi gunung tertinggi di Amerika Utara, dan seterusnya. Akan tetapi, alih-alih diminta membuat perkiraan tunggal, kita diminta untuk memberikan jawaban yang berada pada kisaran tingkat keyakinan 90 persen. Ketika para psikolog menjalankan percobaan seperti ini, mereka menemukan bahwa orang kebanyakan memberikan kisaran yang terlalu kecil. Nilai yang sebenarnya berada dalam kisaran yang mereka berikan kurang dari 90 persen dari semua percobaan. Artinya, orang kebanyakan terlalu yakin atas kemampuan dirinya sendiri.
- Orang-orang yang memberikan bobot yang terlalu besar atas sejumlah kecil pengamatan yang jelas. Bayangkan, kita sedang berpikir untuk membeli mobil merek X. Untuk mempelajari keandalan mobil ini, kita membaca Consumer Reports, yang telah menyurvei sekitar seribu pemilik mobil X. Kemudian, kita pergi ke seorang teman yang memiliki mobil X, dan ia berkata bahwa mobil itu sangat rendah kualitasnya. Bagaimana kita memperlakukan pengamatan teman kita ini? Jika kita berpikir secara rasional, kita akan menyadari bahwa ia hanya meningkatkan jumlah sampel yang kita telah ketahui dari 1.000 menjadi 1.001, yang artinya tidak memberikan informasi terlalu banyak. Tetapi, karena cerita teman kita itu begitu jelas, maka kita akan terdorong untuk memberinya bobot yang lebih besar dalam pengambilan keputusan kita daripada yang seharusnya.
- Orang-orang enggan untuk berubah pikiran. Orang-orang cenderung menginterpretasikan bukti-bukti untuk menegaskan keyakinan-keyakinan yang telah mereka pegang sebelumnya. Dalam suatu penelitian, para subjeknya diminta untuk membaca dan mengevaluasi suatu laporan penelitian mengenai apakah hukuman mati dapat mengurangi kriminalitas. Setelah membaca laporan tersebut, mereka yang awalnya mendukung hukuman mati berkata bahwa mereka semakin yakin atas pandangan mereka, dan mereka yang awalnya menentang hukuman mati berkata bahwa mereka juga semakin yakin atas pandangan mereka. Kedua kelompok ini menginterpretasikan bukti yang sama dalam cara yang jelas bertolak belakang.
Isu hangat yang diperdebatkan adalah menyangkut apakah deviasi dari rasionalitas penting untuk diperhitungkan dalam rangka memahami fenomena ekonomi. Suatu contoh yang menarik muncul dari penelitian akan program 401(k), rekening dana pensiun yang unggul dari sisi pajak yang ditawarkan oleh perusahaan kepada para pekerjanya di AS. Di beberapa perusahaan, pekerja dapat memilih untuk berpartisipasi dalam program tersebut dengan cara mengisi formulir yang sederhana. Di beberapa perusahaan lain, pekerja secara otomatis disertakan dalam program ini dan daapt keluar dari program ini dengan mengisi formulir yang sederhana. Ternyata, jumlah pekerja yang berpartisipasi di kasus kedua jauh lebih banyak daripada di kasus pertama. Jika para pekerja sepenuhnya bersikap rasional dan selalu memaksimalkan segalanya maka mereka akan memilih jumlah simpanan dana pensiun yang paling optimal, terlepas dari standar yang diberikan oleh majikannya. Pada kenyataannya, perilaku para pekerja tampaknya menunjukkan suatu keenganan yang cukup berpengaruh. Kita akan lebih mudah memahami perilaku mereka jika mengabaikan model manusia yang rasional.
Mengapa, ilmu ekonomi dibangun di atas asumsi rasionalitas ketika ilmu psikologi dan akal sehat jelas-jelas meragukan hal ini? Satu jawabannya adalah karena asumsi, jika seandainya tidak benar sekalipun, masih merupakan perkiraan yang cukup baik. Sebagai contoh, ketika kita mempelajari perbedaan-perbedaan antara perusahaan kompetitif dan perusahaan monopoli, asumsi bahwa perusahaan secara rasional memaksimalkan keuntungan menghasilkan banyak pemahaman penting yang sekaligus benar. Ingat bahwa model-model ekonomi tidak diciptakan untuk mereplika kenyataan, melainkan untuk menunjukkan inti permasalahan yang sedang dibahas sebagai bantuan untuk memahaminya.
Satu alasan lainnya mengapa para ekonom sering kali mengasumsikan rasionalitas adalah karena para ekonom sendiri tidak sepenuhnya makhluk rasional yang serba memaksimalkan. Seperti kebanyakan orang, mereka terlalu percaya diri dan enggan untuk berubah pikiran. Pilihan mereka di antara berbagai alternatif teori perilaku manusia bisa jadi sangat sulit diubah. Selain itu, para ekonom mungkin puas dengan teori yang tidak sempurna tapi cukup baik. Model manusia yang rasional mungkin merupakan suatu teori pilihan bagi ilmuwan sosial yang merasa puas diri.
2. Masyarakat Peduli akan Keadilan
Pemahaman lain mengenai perilaku manusia dapat digambarkan dengan sangat baik menggunakan suatu percobaan yang disebut permainan ultimatum. Permainan seperti ini : Dua orang sukarelawan (yang tidak mengenal satu sama lain) diberitahukan bahwa mereka akan memainkan suatu permainan dan akan memenangkan hadiah total sebesar $100. Sebelum bermain, mereka mempelajari peraturannya dulu. Permainan dimulai dengan pelemparan koin, yang digunakan untuk menunjuk pemain mana yang menjadi A dan mana yang menjadi B. Tugas pemain A adalah mengusulkan pembagian dari hadiah $100 itu antara dirinya sendiri dan pemain B. Setelah pemain A memberikan usulannya, pemain B diminta menentukan untuk menerima atau menolak usulan itu. Jika ia menerimanya maka kedua pemain ini akan dibayar uang senilai usul si pemain A. Jika pemain B menolak usul pemain A maka keduanya tidak akan memenangkan apa-apa. Apa pun yang terjadi, permainannya berakhir di sini.
Sebelum memulai, berhentilah dan pikirkanlah terlebih dulu apa yang akan kita lakukan dalam situasi seperti ini. Jika kita menjadi pemain A, berapakah pembagian $100 yang akan diusulkan? Jika kita menjadi pemain B, usulan seperti apakah yang akan diterima?
Teori ekonomi konvensional mengasumsikan dalam situasi ini bahwa masyarakat bersifat rasional dan selalu ingin memaksimalkan kekayaannya. Asumsi ini akan menghasilkan sebuah terkaan sederhana : Pemain A harus mengusulkan bahwa dirinya mendapatkan $99 dan pemain B mendapatkan $1, dan pemain B harus menerima usulan itu. Bagaimanapun juga, setelah usulan itu dikemukakan oleh pemain A, pemain B sebaiknya menerimanya, berapa pun nilainya, selama ia masih mendapatkan sesuatu alih-alih tidak sama sekali. Selain itu, karena pemain A tahu bahwa pemain B pasti akan menerima usulannya, maka pemain A tidak mempunyai alasan untuk memberinya lebih dari $1. Dalam bahasa teori permainan, pembagian 99-1 ini adalah keseimbangan Nash.
Namun, ketika para ekonom eksperimental meminta orang-orang untuk bermain permainan ultimatum ini, hasilnya sangat berbeda dari perkiraan. Mereka yang jadi pemain B biasanya menolak usulan yang memberikan mereka hanya $1 atau nilai kecil lainnya. Karena mengetahui kecenderungan ini, mereka yang menjadi pemain A biasanya mengusulkan untuk memberi pemain B jauh lebih banyak daripada $1. Sebagian akan menawarkan pembagian 50-50, namun pada umumnya pemain A akan mengusulkan untuk memberi pemain B sekitar $30 atau $40, dan menyimpan bagian yang lebih besar untuk dirinya sendiri. Pada kasus ini, pemain B biasanya menerima usulan tersebut.
Sebenarnya apa yang terjadi? Interpretasi alamiahnya adalah bahwa masyarakat terdorong oleh suatu kecenderungan untuk berbuat adil. Pembagian 99-1 tampaknya sangat tidak adil untuk sebagian besar orang, sehingga mereka menolaknya, meskipun mereka sendirilah yang dirugikan. Sebaliknya, pembagian 70-30 masih juga tidak adil, tetapi masih lebih baik dibandingkan pembagian 99-1, sehingga orang-orang cenderung masih bisa menerimanya.
Di sepanjang penelitian kita atas perilaku rumah tangga dan perusahaan, kecenderungan untuk berbuat adil ini tidak pernah memainkan peranan apa pun. Tetapi, hasil dari permainan ultimatum ini mengemukakan bahwa mungkin hal itu seharusnya memainkan peranan. Sebagai contoh, pada Bab 18 dan 19 kita membahas bagaimana upah ditentukan oleh penawaran dan permintaan tenaga kerja. Sebagian ekonom telah menyatakan bahwa keadilan yang tampak dari apa yang dibayarkan suatu perusahaan kepada karyawannya seharusnya juga diperhitungkan. Oleh karena itu, ketika suatu perusahaan mengalami tahun yang sangat menguntungkan, para pekerja (seperti pemain B) akan berharap dibayar lebih banyak, meskipun keseimbangan standar tidak mewajibkannya. Perusahaan (seperti pemain A) dapat saja memutuskan untuk memberikan upah yang lebih tinggi daripada tingkat keseimbangannya kepada para pekerja, karena jika tidak demikian perusahaan takut para pekerja akan mencoba memberikan hukuman kepada perusahaan itu dalam bentuk kinerja yang menurun, pemogokan, atau bahkan vandalisme.
3. Masyarakat Tidak Senantiasa Konsisten Sepanjang Waktu
Bayangkan, suatu pekerjaan yang sangat membosankan, misalnya mencuci pakaian, atau mengisi formulir pajak. Sekarang, perhatikan pertanyaan-pertanyaan berikut :
a. Apakah Anda memilih (A) menghabiskan 50 menit untuk melakukan pekerjaan itu sekarang, atau (B) menghabiskan 60 menit untuk melakukan pekerjaan itu besok?
b. Apakah Anda memilih (A) menghabiskan 50 menit melakukan pekerjaan itu selama 90 hari atau (B) menghabiskan 60 menit melakukan pekerjaan itu selama 91 hari?
Ketika ditanya pertanyaan ini kebanyakan orang akan memilih B untuk pertanyaan yang pertama dan A untuk pertanyaan yang kedua. Ketika mereka memandang masa depan (seperti pada pertanyaan kedua), mereka meminimalkan jumlah waktu yang dihabiskan untuk melakukan pekerjaan itu. Tetapi, ketika mereka dihadapkan dengan kemungkinan untuk melakukan pekerjaan itu segera (seperti pada pertanyaan pertama), mereka memilih untuk menundanya.
Dalam banyak hal, perilaku ini tidaklah mengejutkan : Semua orang sering menunda pekerjaannya. Tetapi, dari sudut pandang teori manusia yang rasional, hal ini sebenarnya membingungkan. Misalkan, sebagai jawaban atas pertanyaan kedua, seseorang memilih menghabiskan 50 menit selama 90 hari. Kemudian, ketika hari ke-90 tiba, ia diperbolehkan untuk berubah pikiran. Hasilnya, ia kemudian menghadapi pertanyaan pertama, sehingga ia memutuskan untuk melakukan tugas itu besok. Tetapi, mengapa seiring berjalannya waktu memengaruhi pilihan-pilihan yang dibuatnya?
Sering kali dalam hidup, orang-orang membuat rencana bagi diri mereka sendiri, tetapi kemudian mereka gagal mengikuti rencananya. Seorang perokok berjanji akan berhenti merokok tapi dalam beberapa jam saja setelah ia selesai menghabiskan rokok terakhirnya ia segera ingin merokok lagi dan mengingkari janjinya sendiri. Seseorang yang sedang mencoba mengurangi berat badannya berjanji ia akan berhenti makan yang manis-manis, tetapi ketika pelayan restoran menawarkan es krim, janji orang itu segera terlupakan. Dalam banyak kasus, keinginan untuk memuaskan diri sendiri mendorong si pengambil keputusan meninggalkan rencana yang telah dibuatnya.
Para ekonom yakin bahwa pemilihan keputusan antara belanja dan menabung adalah contoh penting di mana masyarakat umumnya menunjukkan bahwa mereka tidak konsisten dalam hal waktu. Bagi kebanyakan orang, berbelanja memberikan suatu jenis kepuasan tersendiri. Menabung, seperti berhentu merokok atau menjaga pola makan, membutuhkan pengorbanan di masa sekarang untuk suatu imbalan di masa depan. Sama seperti para perokok yang ingin berhenti merokok dan orang-orang yang kelebihan berat badan ingin makan lebih sedikit, kebanyakan konsumen berharap mereka bisa menabung lebih banyak. Menurut suatu survei, 76 persen warga AS berkata bahwa mereka tidak menabung cukup banyak untuk masa pensiunnya.
Suatu implikasi dari inkonsistensi dalam hal waktu ini adalah bahwa masyarakat seharusnya mencoba menemukan cara-cara untuk berkomitmen terhadap rencana awal yang telah mereka buat. Seorang perokok yang ingin berhentu dapat membuang seluruh persediaan rokoknya, dan seseorang yang sedang menjalani diet ketat dapat mengunci lemari esnya. Apa yang dapat dilakukan orang yang menabung terlalu sedikit? Ia harus mencari cara untuk mengunci uangnya sebelum ia menghabiskannya. Beberapa jenis rekening dana pensiun, seperti program 401(k) di AS, melakukan hal tersebut. Seorang pekerja dapat setuju untuk menaruh sebagian upahnya ke dalam program tersebut sebelum ia mendapatkan upah dalam bentuk tunai. Uangnya disimpan dalam suatu rekening yang hanya dapat dikeluarkan sebelum masa pensiun jika orang itu rela membayar penaltinya. Mungkin inilah salah satu alasan mengapa rekening dana pensiun ini begitu populer. Mereka melindungi masyarakat dari keinginannya memuaskan diri sendiri.
Contoh dari Behavioral Economics :
1. Kecenderungan konsumen akan memilih harga TV dari produsen pertama seharga Rp 2.990.000 dibandingkan harga TV dari produsen lain seharga Rp 3.000.000. Konsumen menganggap Rp 2.990.000 terkesan lebih murah dibandingkan Rp 3.000.000, walaupun perbedaan harganya hanya Rp 10.000. Oleh produsen, strategi ini disebut Out Pricing.
2. Ketika kita lapar dan ingin pergi ke suatu restoran. Kita dihadapkan dengan dua pilihan, yaitu restoran A atau restoran B. Restoran A jauh tampak lebih ramai dibandingkan restoran B, sehingga kecenderungan kita memilih pergi ke restoran A akan jauh lebih besar, padahal kita sendiri belum pernah mencicipi makanan di restoran A.
3. Ketika sosial media heboh dengan produk X sebagai tren saat ini. Kita sebagai konsumen akan beranggapan bahwa produk X sangat bagus untuk dikonsumsi padahal kita belum pernah memakainya.
4. Ibu rumah tangga yang kehabisan sabun cuci piring memutuskan pergi ke pasar swalayan. Saat berada di pasar swalayan, sebelum memasuki area penjualan sabun cuci piring, ibu rumah tangga itu dihadapkan terlebih dahulu dengan berbagai jenis barang lainnya, seperti makanan, minuman, dan sebagainya.
Daftar Pustaka
Mengapa, ilmu ekonomi dibangun di atas asumsi rasionalitas ketika ilmu psikologi dan akal sehat jelas-jelas meragukan hal ini? Satu jawabannya adalah karena asumsi, jika seandainya tidak benar sekalipun, masih merupakan perkiraan yang cukup baik. Sebagai contoh, ketika kita mempelajari perbedaan-perbedaan antara perusahaan kompetitif dan perusahaan monopoli, asumsi bahwa perusahaan secara rasional memaksimalkan keuntungan menghasilkan banyak pemahaman penting yang sekaligus benar. Ingat bahwa model-model ekonomi tidak diciptakan untuk mereplika kenyataan, melainkan untuk menunjukkan inti permasalahan yang sedang dibahas sebagai bantuan untuk memahaminya.
Satu alasan lainnya mengapa para ekonom sering kali mengasumsikan rasionalitas adalah karena para ekonom sendiri tidak sepenuhnya makhluk rasional yang serba memaksimalkan. Seperti kebanyakan orang, mereka terlalu percaya diri dan enggan untuk berubah pikiran. Pilihan mereka di antara berbagai alternatif teori perilaku manusia bisa jadi sangat sulit diubah. Selain itu, para ekonom mungkin puas dengan teori yang tidak sempurna tapi cukup baik. Model manusia yang rasional mungkin merupakan suatu teori pilihan bagi ilmuwan sosial yang merasa puas diri.
2. Masyarakat Peduli akan Keadilan
Pemahaman lain mengenai perilaku manusia dapat digambarkan dengan sangat baik menggunakan suatu percobaan yang disebut permainan ultimatum. Permainan seperti ini : Dua orang sukarelawan (yang tidak mengenal satu sama lain) diberitahukan bahwa mereka akan memainkan suatu permainan dan akan memenangkan hadiah total sebesar $100. Sebelum bermain, mereka mempelajari peraturannya dulu. Permainan dimulai dengan pelemparan koin, yang digunakan untuk menunjuk pemain mana yang menjadi A dan mana yang menjadi B. Tugas pemain A adalah mengusulkan pembagian dari hadiah $100 itu antara dirinya sendiri dan pemain B. Setelah pemain A memberikan usulannya, pemain B diminta menentukan untuk menerima atau menolak usulan itu. Jika ia menerimanya maka kedua pemain ini akan dibayar uang senilai usul si pemain A. Jika pemain B menolak usul pemain A maka keduanya tidak akan memenangkan apa-apa. Apa pun yang terjadi, permainannya berakhir di sini.
Sebelum memulai, berhentilah dan pikirkanlah terlebih dulu apa yang akan kita lakukan dalam situasi seperti ini. Jika kita menjadi pemain A, berapakah pembagian $100 yang akan diusulkan? Jika kita menjadi pemain B, usulan seperti apakah yang akan diterima?
Teori ekonomi konvensional mengasumsikan dalam situasi ini bahwa masyarakat bersifat rasional dan selalu ingin memaksimalkan kekayaannya. Asumsi ini akan menghasilkan sebuah terkaan sederhana : Pemain A harus mengusulkan bahwa dirinya mendapatkan $99 dan pemain B mendapatkan $1, dan pemain B harus menerima usulan itu. Bagaimanapun juga, setelah usulan itu dikemukakan oleh pemain A, pemain B sebaiknya menerimanya, berapa pun nilainya, selama ia masih mendapatkan sesuatu alih-alih tidak sama sekali. Selain itu, karena pemain A tahu bahwa pemain B pasti akan menerima usulannya, maka pemain A tidak mempunyai alasan untuk memberinya lebih dari $1. Dalam bahasa teori permainan, pembagian 99-1 ini adalah keseimbangan Nash.
Namun, ketika para ekonom eksperimental meminta orang-orang untuk bermain permainan ultimatum ini, hasilnya sangat berbeda dari perkiraan. Mereka yang jadi pemain B biasanya menolak usulan yang memberikan mereka hanya $1 atau nilai kecil lainnya. Karena mengetahui kecenderungan ini, mereka yang menjadi pemain A biasanya mengusulkan untuk memberi pemain B jauh lebih banyak daripada $1. Sebagian akan menawarkan pembagian 50-50, namun pada umumnya pemain A akan mengusulkan untuk memberi pemain B sekitar $30 atau $40, dan menyimpan bagian yang lebih besar untuk dirinya sendiri. Pada kasus ini, pemain B biasanya menerima usulan tersebut.
Sebenarnya apa yang terjadi? Interpretasi alamiahnya adalah bahwa masyarakat terdorong oleh suatu kecenderungan untuk berbuat adil. Pembagian 99-1 tampaknya sangat tidak adil untuk sebagian besar orang, sehingga mereka menolaknya, meskipun mereka sendirilah yang dirugikan. Sebaliknya, pembagian 70-30 masih juga tidak adil, tetapi masih lebih baik dibandingkan pembagian 99-1, sehingga orang-orang cenderung masih bisa menerimanya.
Di sepanjang penelitian kita atas perilaku rumah tangga dan perusahaan, kecenderungan untuk berbuat adil ini tidak pernah memainkan peranan apa pun. Tetapi, hasil dari permainan ultimatum ini mengemukakan bahwa mungkin hal itu seharusnya memainkan peranan. Sebagai contoh, pada Bab 18 dan 19 kita membahas bagaimana upah ditentukan oleh penawaran dan permintaan tenaga kerja. Sebagian ekonom telah menyatakan bahwa keadilan yang tampak dari apa yang dibayarkan suatu perusahaan kepada karyawannya seharusnya juga diperhitungkan. Oleh karena itu, ketika suatu perusahaan mengalami tahun yang sangat menguntungkan, para pekerja (seperti pemain B) akan berharap dibayar lebih banyak, meskipun keseimbangan standar tidak mewajibkannya. Perusahaan (seperti pemain A) dapat saja memutuskan untuk memberikan upah yang lebih tinggi daripada tingkat keseimbangannya kepada para pekerja, karena jika tidak demikian perusahaan takut para pekerja akan mencoba memberikan hukuman kepada perusahaan itu dalam bentuk kinerja yang menurun, pemogokan, atau bahkan vandalisme.
3. Masyarakat Tidak Senantiasa Konsisten Sepanjang Waktu
Bayangkan, suatu pekerjaan yang sangat membosankan, misalnya mencuci pakaian, atau mengisi formulir pajak. Sekarang, perhatikan pertanyaan-pertanyaan berikut :
a. Apakah Anda memilih (A) menghabiskan 50 menit untuk melakukan pekerjaan itu sekarang, atau (B) menghabiskan 60 menit untuk melakukan pekerjaan itu besok?
b. Apakah Anda memilih (A) menghabiskan 50 menit melakukan pekerjaan itu selama 90 hari atau (B) menghabiskan 60 menit melakukan pekerjaan itu selama 91 hari?
Ketika ditanya pertanyaan ini kebanyakan orang akan memilih B untuk pertanyaan yang pertama dan A untuk pertanyaan yang kedua. Ketika mereka memandang masa depan (seperti pada pertanyaan kedua), mereka meminimalkan jumlah waktu yang dihabiskan untuk melakukan pekerjaan itu. Tetapi, ketika mereka dihadapkan dengan kemungkinan untuk melakukan pekerjaan itu segera (seperti pada pertanyaan pertama), mereka memilih untuk menundanya.
Dalam banyak hal, perilaku ini tidaklah mengejutkan : Semua orang sering menunda pekerjaannya. Tetapi, dari sudut pandang teori manusia yang rasional, hal ini sebenarnya membingungkan. Misalkan, sebagai jawaban atas pertanyaan kedua, seseorang memilih menghabiskan 50 menit selama 90 hari. Kemudian, ketika hari ke-90 tiba, ia diperbolehkan untuk berubah pikiran. Hasilnya, ia kemudian menghadapi pertanyaan pertama, sehingga ia memutuskan untuk melakukan tugas itu besok. Tetapi, mengapa seiring berjalannya waktu memengaruhi pilihan-pilihan yang dibuatnya?
Sering kali dalam hidup, orang-orang membuat rencana bagi diri mereka sendiri, tetapi kemudian mereka gagal mengikuti rencananya. Seorang perokok berjanji akan berhenti merokok tapi dalam beberapa jam saja setelah ia selesai menghabiskan rokok terakhirnya ia segera ingin merokok lagi dan mengingkari janjinya sendiri. Seseorang yang sedang mencoba mengurangi berat badannya berjanji ia akan berhenti makan yang manis-manis, tetapi ketika pelayan restoran menawarkan es krim, janji orang itu segera terlupakan. Dalam banyak kasus, keinginan untuk memuaskan diri sendiri mendorong si pengambil keputusan meninggalkan rencana yang telah dibuatnya.
Para ekonom yakin bahwa pemilihan keputusan antara belanja dan menabung adalah contoh penting di mana masyarakat umumnya menunjukkan bahwa mereka tidak konsisten dalam hal waktu. Bagi kebanyakan orang, berbelanja memberikan suatu jenis kepuasan tersendiri. Menabung, seperti berhentu merokok atau menjaga pola makan, membutuhkan pengorbanan di masa sekarang untuk suatu imbalan di masa depan. Sama seperti para perokok yang ingin berhenti merokok dan orang-orang yang kelebihan berat badan ingin makan lebih sedikit, kebanyakan konsumen berharap mereka bisa menabung lebih banyak. Menurut suatu survei, 76 persen warga AS berkata bahwa mereka tidak menabung cukup banyak untuk masa pensiunnya.
Suatu implikasi dari inkonsistensi dalam hal waktu ini adalah bahwa masyarakat seharusnya mencoba menemukan cara-cara untuk berkomitmen terhadap rencana awal yang telah mereka buat. Seorang perokok yang ingin berhentu dapat membuang seluruh persediaan rokoknya, dan seseorang yang sedang menjalani diet ketat dapat mengunci lemari esnya. Apa yang dapat dilakukan orang yang menabung terlalu sedikit? Ia harus mencari cara untuk mengunci uangnya sebelum ia menghabiskannya. Beberapa jenis rekening dana pensiun, seperti program 401(k) di AS, melakukan hal tersebut. Seorang pekerja dapat setuju untuk menaruh sebagian upahnya ke dalam program tersebut sebelum ia mendapatkan upah dalam bentuk tunai. Uangnya disimpan dalam suatu rekening yang hanya dapat dikeluarkan sebelum masa pensiun jika orang itu rela membayar penaltinya. Mungkin inilah salah satu alasan mengapa rekening dana pensiun ini begitu populer. Mereka melindungi masyarakat dari keinginannya memuaskan diri sendiri.
Contoh dari Behavioral Economics :
1. Kecenderungan konsumen akan memilih harga TV dari produsen pertama seharga Rp 2.990.000 dibandingkan harga TV dari produsen lain seharga Rp 3.000.000. Konsumen menganggap Rp 2.990.000 terkesan lebih murah dibandingkan Rp 3.000.000, walaupun perbedaan harganya hanya Rp 10.000. Oleh produsen, strategi ini disebut Out Pricing.
2. Ketika kita lapar dan ingin pergi ke suatu restoran. Kita dihadapkan dengan dua pilihan, yaitu restoran A atau restoran B. Restoran A jauh tampak lebih ramai dibandingkan restoran B, sehingga kecenderungan kita memilih pergi ke restoran A akan jauh lebih besar, padahal kita sendiri belum pernah mencicipi makanan di restoran A.
3. Ketika sosial media heboh dengan produk X sebagai tren saat ini. Kita sebagai konsumen akan beranggapan bahwa produk X sangat bagus untuk dikonsumsi padahal kita belum pernah memakainya.
4. Ibu rumah tangga yang kehabisan sabun cuci piring memutuskan pergi ke pasar swalayan. Saat berada di pasar swalayan, sebelum memasuki area penjualan sabun cuci piring, ibu rumah tangga itu dihadapkan terlebih dahulu dengan berbagai jenis barang lainnya, seperti makanan, minuman, dan sebagainya.
Daftar Pustaka
Ilmu, Bagi. (Director). (2017). Apa itu Behavioral
Economics : Kuliah Hak Segala Bangsa #8 [Youtube].
Mankiw, N. Gregory. (2013). Pengantar Ekonomi Mikro (7th
ed.). (C. Sungkono, Trans.) Jakarta: Salemba Empat.
As stated by Stanford Medical, It is really the ONLY reason women in this country live 10 years more and weigh on average 42 lbs less than us.
ReplyDelete(By the way, it is not about genetics or some secret diet and really, EVERYTHING about "how" they are eating.)
BTW, What I said is "HOW", not "what"...
Tap this link to discover if this short questionnaire can help you decipher your true weight loss potential
As stated by Stanford Medical, It's really the SINGLE reason this country's women get to live 10 years longer and weigh 42 pounds less than us.
ReplyDelete(And realistically, it has totally NOTHING to do with genetics or some secret diet and really, EVERYTHING to do with "HOW" they eat.)
P.S, What I said is "HOW", not "what"...
CLICK on this link to find out if this short quiz can help you decipher your true weight loss potential