Skip to main content

Nilai dan Norma Sosial yang Berlaku di Masyarakat

Nilai terbentuk dari apa yang benar, pantas, dan luhur untuk dikerjakan dan diperhatikan. Nilai bukanlah keinginan, melainkan apa yang diinginkan, jadi bersifat subjektif. Nilai juga bersifat relatif sebab apa yang menurut kita sudah benar dan baik belum tentu disebut nilai. Penentuan suatu nilai harus didasarkan pada pandangan dan ukuran orang banyak. Misalnya, Joko bernyanyi di kamarnya untuk menghibur diri. Menurut pendapat Joko bernyanyi adalah sesuatu yang sangat bernilai. Meskipun ia bernyanyi di kamarnya sendiri dengan suara yang merdu, belum tentu perbuatan itu bernilai bagi masyarakat di sekelilingnya.
Berdasarkan kenyataan menunjukkan, bahwa orang dapat mengembangkan ide sendiri di luar lingkup sistem nilai masyarakat. Sistem nilai ini beroperasi dalam bidang yang terbatas, khususnya membantu dalam membuat keputusan secara individual, tetapi dalam kasus tertentu, nilai individual itu sangat berpengaruh dalam tingkah laku dan tindakannya sehingga dapat menyimpang dari norma-norma serta melanggar nilai-nilai yang terkandung dalam sistem nilai sosial.
A. Nilai
1. Pengertian Nilai
Nilai merupakan sesuatu yang baik, yang diinginkan, dicita-citakan, dan dianggap penting oleh warga masyarakat.
Berbagai rumusan yang telah dikemukakan oleh para sosiolog tentang nilai sosial sebagai berikut.
a. Young merumuskan nilai sosial, yaitu sebagai asumsi-asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang benar dan apa yang penting.
b. Green, melihat nilai sosial itu sebagai kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi terhadap objek, ide, dan orang perorangan.
c. Woods, menyatakan bahwa nilai sosial merupakan petunjuk-petunjuk umum dan telah berlangsung lama yang mengarah pada tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dirumuskan bahwa nilai sosial adalah petunjuk secara sosial terhadap objek-objek, baik bersifat material maupun nonmaterial. Dengan susunan ini nilai harga diri masing-masing yang diukur dan ditempatkan dalam suatu struktur berdasarkan ranking yang ada dalam masyarakat tertentu sifatnya abstrak. Apabila sikap dan perasaan tentang nilai sosial diikat bersama dalam suatu sistem, disebut sebagai sistem nilai sosial.
Wujud nilai dalam kehidupan itu merupakan sesuatu yang berharga sebab dapat membedakan yang benar dan yang salah, yang indah dan yang tidak indah, dan yang baik dan yang buruk. Wujud nilai dalam masyarakat berupa penghargaan, hukuman, pujian, dan sebagainya. Sumber dari nilai tersebut adalah hal-hal yang berhubungan dalam masyarakat.
Pada prinsipnya nilai dari seseorang dapat dipelajari sejak masa kanak-kanak melalui proses sosiologi, dan dapat dipelajari melalui pengalaman hidup sehari-hari. Pengalaman hidup ini ada yang tertanam dalam diri anggota masyarakat, tetapi ada pula yang bersifat sementara.
Pengalaman ini sering bertukar, kalau ada pengalaman baru yang dapat memberikan kepuasan yang lebih besar mereka menyusun asumsi bahwa apa yang benar dan penting itu merupakan sesuatu yang abstrak, dan sering tidak disadari. Pengalaman itu dapat ditularkan olleh orang seorang atau grup lain dalam masyarakat dengan tingkat intensitas yang beraneka ragam. Penularan ini merupakan faktor penting dalam pembentukan pribadi seseorang di masyarakat.

2. Ciri-ciri, Tolak Ukur, Sumber, dan Jenis Nilai Sosial
Nilai merupakan tujuan yang ingin dicapai. Nilai sosial ditentukan berdasarkan ukuran, patokan, anggapan, dan keyakinan yang dianut oleh masyarakat dalam suatu lingkungan kebudayaan tertentu tentang apa yang pantas, luhur, dan baik, yang berdaya guna fungsional demi kebaikan hidup bersama.
Sosiologi merumuskan nilai berdasarkan data yang ditemukan di dalam masyarakat. Data itu diangkat dari pengalaman orang banyak, baik dari masa lampau maupun masa sekarang. Anggota masyarakat tentu mengalami sendiri atau bersama-sama, daya guna, gotong royong, musyawarah, jembatan layang, lalu lintas, taman hiburan, dan sebagainya. Mereka menghargainya, baik secara terang-terangan, maupun diam-diam. Penghargaan yang mereka berikan itulah yang disebut nilai sosial.
a. Ciri-ciri Nilai Sosial
Beberapa ciri-ciri nilai sosial sebagai berikut.
1) Nilai sosial merupakan konstruksi masyarakat yang tercipta melalui interaksi di antara para anggota masyarakat. Nilai tercipta secara sosial bukan secara biologis ataupun bawaan sejak lahir.
2) Nilai sosial dipelajari dan bukan bawaan lahir. Proses belajar dan pencapaian nilai-nilai itu sejak kanak-kanak melalui proses sosialisasi keluarga.
3) Nilai sosial ditularkan dari suatu kelompok ke kelompok yang lain, melalui berbagai macam proses sosial. Bila nilai itu berwujud kebudayaan, dapat ditularkan melalui akulturasi, difusi, dan sebagainya.
4) Nilai memuaskan manusia dan mengambil bagian dalam usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial. Nilai yang telah disetujui dan diterima secara sosial menjadi dasar tindakan dan tingkah laku, baik secara pribadi maupun secara kelompok, dan secara keseluruhan. Nilai juga membantu masyarakat agar dapat berfungsi baik. Sistem nilai sosial sangat penting untuk pemeliharaan kemakmuran dan kepuasan sosial bersama.
5) Masing-masing nilai mempunyai efek yang berbeda terhadap orang perorangan dan masyarakat sebagai keseluruhan.
6) Nilai dapat mempengaruhi pengembangan pribadi dalam masyarakat baik positif dan negatif.
b. Tolak Ukur Nilai Sosial
Tolak ukur nilai sosial, yaitu daya guna fungsional suatu nilai dan kesungguhan penghargaan, penerimaan, atau pengakuan yang diberikan oleh seluruh atau sebagian besar masyarakat terhadap nilai sosial tersebut.
Disebut daya guna fungsional, sebab setiap objek dihargai menurut fungsinya dalam struktur dan sistem masyarakat yang bersangkutan. Jadi, penghargaan yang diberikan berbeda-beda, tergantung pada besar kecilnya fungsi. Presiden mendapat nilai sosial lebih tinggi daripada menteri sebab fungsi presiden dinilai lebih tinggi daripada fungsi menteri. Candi Borobudur dan Candi Mendut merupakan nilai sosial yang berbeda. Candi Borobudur dihargai lebih tinggi sebab dinilai mempunyai nilai sosiokultural yang lebih besar daripada Candi Mendur, Borobudur lebih dikenal orang di seluruh dunia.
Dari kehidupan sehari-hari ternyata masyarakat terus berubah. Oleh karena itu, tidak ada tolak ukur nilai yang bersifat kekal yang ada dan dapat dibuat hanyalah tolak ukur sementara. Supaya tolak ukur nilai menjadi bersifat tetap, harus dipenuhi 2 syarat sebagai berikut.
1) Penghargaan itu harus diberikan dan disetujui oleh seluruh atau sebagian besar anggota masyarakat, jadi bukan didasarkan atas keinginan penilaian individu.
2) Tolak ukur itu harus diterima sungguh-sungguh oleh minimal sebagian besar masyarakat.
Penghargaan dan kesungguhan penerimaan itu harus diketahui dan diukur berdasarkan kuantitas dan kualitas, pengorbanan yang dilakukan masyarakat. Untuk mempertahankan kelestarian tolak ukur itu, juga harus ada sanksi yang dikenakan apabila ada yang melanggar kesepakatan bersama. Di samping itu manusia juga dapat mengetahui intensitas penerimaan itu dari luapan emosi masyarakat, apabila ada tindakan yang akan menghancurkan.
c. Sumber-sumber Nilai Sosial
Nilai sosial bersumber dari daya guna fungsional yang diakui dan diberikan masyarakat kepada segala kreasi manusia yang disebut kebudayaan. Sumber itu terletak di luar orang atau barang yang dihargai itu. Sumber nilai sosial terletak di dalam masyarakat itu sendiri, sejauh masyarakat mengetahui dan mengalami kegunaan atau jasa-jasa orang dan barang tersebut. Sumber nilai yang terletak di luar orang atau benda yang bernilai itu disebut sumber ekstrinsik.
Selain sumber ekstrinsik, ada pula sumber intrinsik. Pada masyarakat sebagian terdapat golongan manusia yang sejak lahir belum pernah menunjukkan jasa bagi masyarakat. Mereka para penyandang cacat tubuh, mental, dan yatim piatu. Mereka disebut orang-orang yang tidak mempunyai daya guna fungsional bagi masyarakat, tetapi ternyata ada anggota masyarakat mau menyisihkan waktu dan uang bagi mereka, mengasuh, dan merawat mereka. Kesediaan sejumlah orang untuk mengasuh mereka sama sekali tidak didasarkan pada daya guna fungsional yang praktis tidak mereka miliki, melainkan pada nilai harkat dan martabat manusia. Dapat dikatakan bahwa nilai intrinsik dari nilai sosial adalah harkat dan martabat manusia itu sendiri.
Mutu dan nilai manusia diakui lebih tinggi daripada makhluk-makhluk lain karena manusia merupakan makhluk yang berpribadi. Manusia mempunyai hak-hak asasi yang tidak dapat dilanggar, tetapi harus dihormati dan dijunjung tinggi. Manusia berhak dilindungi undang-undang, bila manusia terlantar dan menderita, ia mempunyai hak untuk mendapat pertolongan dari sesama manusia. Di dalam masyarakat, nasional maupun internasional, banyak ditemukan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia, seperti diskriminasi, perbudakan, dan perang.
d. Jenis-jenis Nilai Sosial
Menurut Prof. Dr. Notonagoro, nilai daapt dibagi atas tiga jenis sebagai berikut.
1) Nilai material, yaitu segala benda yang berguna bagi manusia.
2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat hidup dan mengadakan kegiatan.
3) Nilai spiritual, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dibagi menjadi empat macam, yaitu.
a) Nilai moral (kebaikan) yang bersumber dari unsur kehendak atau kemauan (karsa, etika);
b) Nilai religius, yang merupakan nilai keTuhanan, kerohanian yang tertinggi dan mutlak;
c) Nilai kebenaran (kenyataan) yang bersumber dari unsur akal manusia; dan
d) Nilai keindahan, yang bersumber dari unsur rasa manusia atau perasaan (estetis).

3. Macam-macam Nilai
Beberapa macam nilai sebagai berikut.
a. Nilai yang berhubungan dengan kebendaan (bersifat ekonomi). Nilai ini diukur dari kedayagunaan usaha manusia untuk mencukupi kebutuhannya.
b. Nilai yang berhubungan dengan kesehatan. Nilai ini erat hubungannya dengan unsur biologis, manusia selalu berusaha agar sehat jiwa raganya.
c. Nilai yang berhubungan dengan undang-undang atau peraturan negara. Nilai ini merupakan pedoman bagi setiap warga negara agar mengetahui hak dan kewajibannya.
d. Nilai yang berhubungan dengan pengetahuan. Nilai pengetahuan mengutamakan dan mencari kebenaran sesuai konsep keilmuannya.
e. Nilai yang berhubungan dengan agama atau kepercayaannya. Nilai ini bersumber dari ajaran agama yang menjelaskan tentang sikap, perilaku, perbuatan, dan larangan bagi manusia.
f. Nilai yang berhubungan dengan keindahan. Nilai keindahan merupakan salah satu aspek kebudayaan, misalnya seni musik, seni tari, seni ukis, dan lain-lainnya.

4. Fungsi Nilai dalam Interaksi Sosial
Dalam kenyataan sehari-hari, setiap manusia, kelompok, maupun masyarakat, selalu dituntut untuk bersikap dan bertingkah laku berdasarkan nilai-nilai dasar (nilai budaya) yang merupakan pandangan hidup atau pedoman hidup yang dipilih secara selektif dari nilai-nilai yang ada. Contoh, Pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup bangsa merupakan kristalisasi nilai-nilai budaya luhur bangsa Indonesia.
Apabila dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari sangat sulit menentukan nilai budaya yang dianut oleh seseorang, kelompok, atau masyarakat. Hal ini terjadi sebab nilai budaya itu bersifat relatif.
Menurut Kluckhohn, semua nilai dalam setiap kebudayaan pada dasarnya mencakup lima masalah pokok, yaitu sebagai berikut.
a. Nilai Mengenai Hakikat Karya Manusia
Misalnya, ada sebagian orang yang beranggapan bahwa manusia berkarya untuk mendapatkan nafkah, kedudukan, dan kehormatan.
b. Nilai Mengenai Hakikat Hidup Manusia
Misalnya, ada yang memahami bahwa hidup itu buruk, dan hidup itu baik, tetapi manusia wajib berikhtiar supaya hidup itu baik.
c. Nilai Mengenai Hakikat Kedudukan Manusia Dalam Ruang dan Waktu
Misalnya, ada yang berorientasi ke masa lalu, masa kini, dan masa depan.
d. Nilai Mengenai Hakikat Hubungan Manusia dengan Alam
Misalnya, ada yang beranggapan bahwa manusia tunduk kepada alam, menjaga keselarasan dengan alam, atau berhasrat menguasa alam.
e. Nilai Mengenai Hakikat Manusia dengan Sesamanya
Misalnya, ada yang berorientasi kepada sesama, ada yang berorientasi kepada atasan, ada yang mementingkan diri sendiri.
Nilai memegang peranan penting dalam setiap kehidupan sebab nilai-nilai menjadi orientasi dalam setiap tindakan melalui interaksi sosial. Nilai sosial itulah yang menjadi sumber dinamika masyarakat. Apabila nilai-nilai sosial itu lenyap dari masyarakat maka seluruh kekuatan akan hilang.
Fungsi nilai dalam interaksi sosial sebagai berikut.
a. Nilai berfungsi mengatur cara-cara berpikir dan bertingkah laku secara ideal. Hal ini terjadi karena anggota masyarakat selalu dapat melihat cara bertindak dan bertingkah laku yang terbaik, dan dapat mempengaruhi dirinya sendiri.
b. Nilai mengembangkan seperangkat alat yang siap dipakai untuk menetapkan harga sosial dan pribadi/grup. Nilai-nilai ini memungkinkan sistem stratifikasi dalam masyarakat.
c. Nilai dapat berfungsi sebagai alat pengawas dengan daya tahan dan daya mengikat tertentu. Mereka mendorong, menuntun, dan kadang-kadang menekan manusia untuk berbuat yang tidak baik.
d. Nilai dapat berfungsi sebagai alat solidaritas di kalangan anggota grup dan masyarakat.
e. Nilai merupakan penentu terakhir bagi manusia dalam memenuhi peranan-peranan sosialnya. Mereka menciptakan minat dan memberi semangat pada manusia untuk mewujudkan apa yang diminta dan diharapkan, menuju terciptanya cita-cita.

B. Norma
1. Pengertian Norma dan Fungsi Norma
Norma adalah aturan-aturan yang dilengkapi dengan sanksi-sanksi kepada orang yang melanggarnya. Atau dikatakan seperangkat tatanan baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang berlaku, dan merupakan pedoman sehari-hari dalam masyarakat. Dalam pelaksanaan, norma berlaku di segala bidang kehidupan misalnya kesenian, keagamaan, adat istiadat, dan pendidikan.
Fungsi norma di masyarakat menurut Selo Soemardjan, yaitu sebagai berikut.
a. Merupakan pedoman hidup yang berlaku untuk semua warga masyarakat.
b. Mengikat setiap anggota masyarakat sehingga berakibat memberikan sanksi terhadap anggota masyarakat yang melanggarnya.
Di dalam masyarakat norma-norma yang ada mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang berdaya ikat lemah, sedang, maupun kuat. Umumnya, anggota masyarakat tidak berani melanggar norma yang berdaya ikat kuat. Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut, dikenal empat pengertian norma, yaitu sebagai berikut.
a. Cara (Usage)
Cara menunjuk pada suatu bentuk perbuatan. Norma ini mempunyai daya ikat yang sangat lemah dibanding dengan kebiasaan. Cara lebih menonjol di dalam hubungan antarindividu. Suatu penyimpangan terhadap cara tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat, tetapi hanya celaan. Misalnya, orang mempunyai cara minum dan makan masing-masing pada waktu bertemu. Ada yang minum dan makan tidak mengeluarkan bunyi ada pula yang mengeluarkan bunyi sebagai pertanda rasa kepuasannya. Cara yang terakhir biasanya dianggap tidak sopan, kalau cara tersebut dilakukan juga maka orang akan merasa tersinggung dan mencela cara minum tersebut.
b. Kebiasaan (Folkways)
Kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat yang lebih tinggi daripada cara. Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama sebab orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Contohnya, kebiasaan menghormati orang-orang yang lebih tua.
c. Tata Kelakuan (Mores)
Kalau kebiasaan tersebut tidak semata-mata sebagai cara perilaku saja, tetapi diterima sebagai norma pengatur maka kebiasaan tersebut menjadi tata kelakuan. Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia dan dilaksanakan sebagai alat pengawas. Tata kelakuan, di satu pihak, memaksakan suatu perbuatan. Di lain pihak, sebagai larangan sehingga secara langsung menjadi alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan dengan tata kelakuan tadi.
d. Adat Istiadat (Custom)
Tata kelakuan masyarakat yang berintegrasi secara kuat dengan pola-pola perilaku baik dapat meningkat menjadi adat istiadat. Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan mendapatkan sanksi keras. Contoh hukum adat melarang terjadinya perceraian suami-istri di daerah Lampung. Suatu perkawinan dinilai sebagai kehidupan abadi bersama dan hanya dapat terputus apabila salah seorang meninggal dunia. Kalau terjadi perceraian maka tidak hanya orang-orang yang bersangkutan yang tercemar, tetapi juga seluruh keluarga. Untuk menghilangkan kecemaran tersebut, perlu dilakukan upacara adat khusus yang biasanya membutuhkan biaya besar. Bisa juga orang yang melakukan pelanggaran tersebut dikeluarkan dari desa dan lingkungan masyarakat, termasuk keturunannya.
Setiap masyarakat mempunyai seperangkat nilai dan norma sosial. Seluruh nilai dan norma itu dianggap sebagai kekayaan dan kebanggaan masyarakat. Nilai dan norma tersebut dijunjung tinggi dan diakui sebagai perbendaharaan kultur dan sebagai bukti bahwa masyarakat tersebut beradab. Nilai dan norma tersebut harus dibela apabila eksistensinya diremehkan orang lain. Misalnya, bangsa Indonesia menjunjung tinggi hak asasi dan musyawarah sebagai nilai-nilai sosial yang harus dibina dan dipertahankan.

2. Macam-macam Norma
Dilihat dari resmi tidaknya norma tersebut dan ditilik dari kekuatan sanksinya, dibedakan dua macam, yaitu sebagai berikut.
a. Norma Tidak Resmi dan Norma Resmi
1) Norma Tidak Resmi (Nonformal)
Norma tidak resmi ialah patokan yang dirumuskan secara tidak jelas di masyarakat dan pelaksanaannya tidak diwajibkan bagi warga yang bersangkutan. Norma tersebut tumbuh dari kebiasaan bertindak yang seragam dan diterima oleh masyarakat. Meskipun tidak diwajibkan, tetapi semua anggota sadar, bahwa patokan tidak resmi itu harus ditaati dan mempunyai kekuatan memaksa yang lebih besar daripada patokan resmi. Patokan tidak resmi dijumpai dalam kelompok primer, seperti keluarga, kumpulan tidak resmi, dan paguyuban.
2) Norma Resmi (Formal)
Norma resmi ialah patokan yang dirumuskan dan diwajibkan dengan jelas dan tegas oleh yang berwenang kepada semua warga masyarakat. Keseluruhan norma formal ini merupakan suatu tubuh hukum yang dimiliki masyarakat modern. Jalan untuk memperkenalkan kaidah formal/peraturan-peraturan yang telah dibuat harus disebarluaskan. Pembuatan peraturan tersebut tidak semata-mata didasarkan pada kebiasaan yang sudah ada, tetapi lebih sesuai dengan prinsip susila (etika) dan prinsip "baik dan buruk". Dari sumber moral itu dibuatlah perundang-undangan, keputusan, peraturan, dan sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan pertimbangan rasional yang masak mengenai tujuan yang hendak dicapai dan faktor-faktor yang dapat menghalangi keberhasilannya.
Dalam masyarakat yang sudah maju, sebagian patokan resmi dijabarkan dalam suatu kompleks peraturan hukum. Masyarakat adat diubah menjadi masyarakat hukum. Kebutuhan akan peraturan hukum tidak dapat dihindari oleh negara, lembaga kepartaian, ekonomi, lalu lintas, dan sebagainya. Seluruh hukum positif/tertulis diperlukan demi terciptanya keseragaman bertindak bagi semua anggota masyarakat modern.
b. Norma-norma Utama
Berdasarkan daya mengikat dan sanksi yang tersedia bagi para pelanggarnya, norma utama dibagi atas enam golongan, yaitu norma kelaziman, norma hukum, norma kesusilaan, norma agama, norma kesopanan, dan mode.
1) Norma kelaziman/Folkways
Norma kelaziman, yaitu norma yang diikuti tanpa berpikir panjang, melainkan hanya didasarkan atas tradisi atau kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Folkways ini, lebih luas dari Custom. Custom, yaitu cara-cara bertindak yang telah diterima oleh masyarakat, misalnya: cara mengangkat topi, cara duduk, cara makan, cara-cara peminangan, dan lain-lainnya.
Volkways dan Custom, keduanya tidak memerlukan sanksi (ancaman hukuman untuk berlakunya). Biasanya orang-orang yang menyimpang dari kelaziman dianggap aneh, gila, ditertawakan, diejek, dan lain-lainnya. Misalnya : cara makan, minum, berpakaian, bersepatu, berbicara, tertawa, menerima tamu, memberi salam, dan sebagainya. Kesemuanya mengikuti contoh-contoh Volkways atau Custom. Penyimpangan terhadap kelaziman tersebut tidak mendatangkan kekacauan.
2) Norma Hukum
Norma hukum, yaitu norma yang berasal dari pemerintah berupa peraturan, instruksi, ketetapan, keputusan, dan undang-undang. Norma hukum dapat dibedakan menjadi dua macam.
a) Yang tertulis, misalnya : hukum pidana dan hukum perdata.
b) Yang tidak tertulis, misalnya : hukum adat.
Adanya aturan-aturan ini, kepada orang yang melanggarnya akan mendapat sanksi atau hukuman.
3) Norma Kesusilaan/Mores
Norma kesusilaan, yaitu norma yang berasal dari kebiasaan yang dibuat manusia sebagai anggota masyarakat, misalnya sopan santun dan tingkah laku.
Mores biasanya dihubungkan dengan keyakinan keagamaan. Barang siapa melanggar kesusilaan, biasanya tidak ada hukumnya secara langsung. Si pelanggar biasanya diisolir (diasingkan) oleh masyarakat dan menjadi pembicaraan masyarakat.
Masyarakat biasanya mengamat-amati kepada anggota-anggotanya, apakah ada yang menyimpang dari kesusilaan atau tidak. Bila ternyata ada penyimpangan, maka mereka berani melancarkan ejekan-ejekan, sindiran-sindiran, atau memaksa dan mengusir orang itu untuk meninggalkan tempat tinggalnya. Tindakan-tindakan masyarakat yang demikian itu disebut social pressure (social control).
4) Norma Agama
Norma agama, yaitu norma yang berasal dari Tuhan, berisi perintah, larangan, dan anjuran yang menyangkut hubungan antarmanusia, dan hubungan manusia dengan Tuhan.
5) Norma Kesopanan
Norma kesopanan, yaitu norma yang berasal dari hati nurani tiap manusia dalam masyarakat. Wujud norma kesopanan itu berupa aturan dan kebiasaan yang dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat agar dipandang baik, tertib, dan menghargai sesamanya. Misalnya, berpakaian rapi, berlaku jujur, dan sebagainya.
6) Mode (Fashion)
Mode biasanya dilakukan dengan meniru atau iseng saja. Biasanya mode ini di dalam masyarakat berkembangnya sangat cepat. Pada dasarnya orang mengikuti mode untuk mempertinggi gengsi menurut pandangan pribadi masing-masing.
Contoh : Mode rambut, mode celana, mode pakaian mini, mode tarian, mode rumah, mode lagu, mode mobil, mode sepeda motor, dan lain-lain.
Masyarakat kadang-kadang senang meniru cara dan gaya hidup yang digunakan orang lain. Dari segi mental, kadang-kadang kita belum siap menerimanya. Akhirnya, terjadilah cultural lag (kesenjangan budaya).
Contoh : Di kota, banyak didirikan tempat rekreasi atau tempat peristirahatan yang menyediakan hiburan dengan suasana alam. Dalam kenyataannya masyarakat belum memahami bahwa kebersihan merupakan bagian dari keindahan alam tempat rekreasi itu sehingga mereka membuang sampah di sembarang tempat, ada yang corat-coret.
Mode berbeda dnegan gaya (style) walaupun keduanya berhubungan. Mode banyak dipengaruhi oleh gaya. Gaya merupakan penjelmaan dari cita-cita dan konsep keindahan baru serta teknologi baru. Cita-cita dan konsepsi baru itu mempunyai dasar yang lebih dalam dan mencerminkan perubahan kemasyarakatan. Gaya umumnya dapat kita amati di bidang seni rupa, seni suara, literatur, arsitektur bangunan, dekorasi rumah, dan lain-lain.

3. Norma Sebagai Petunjuk Tertib Hidup Sosial
Norma adalah petunjuk tertib hidup sosial untuk melangsungkan hubungan sosial dalam masyarakat yang berisi perintah, larangan, dan anjuran agar seseorang dapat bertingkah laku yang pantas guna menciptakan ketertiban, keteraturan, dan kedamaian dalam hidup bermasyarakat. Perlu diketahui bahwa di masyarakat, banyak pekerjaan sehari-hari yang motif-motifnya merupakan keharusan alam yang tidak disadari, seperti : makan, minum, tidur, buang air, istirahat, dan lain-lain. Pekerjaan sehari-hari tersebut termasuk cabang yang dipelajari ilmu biologi.
Yang kita selidiki dalam sosiologi di sini bukanlah seperti pada biologi, tetapi bagaimana caranya atau waktunya makan menurut kebiasaan dan kelaziman pada suatu kelompok masyarakat tertentu. Seperti di masyarakat Jawa dan Tapanuli, apabila datang waktunya makan, maka semua keluarga duduk menghadap makanan. Kepala keluarga ayah atau ennek, tetap duduk pada tempat tertentu dengan alat-alat spesial seperti piring, gelas tertentu, dan sebagainya. Sebelum kepala keluarga mempersilakan makan, semua anak-anaknya tidak boleh mendahuluinya.
Demikian pula dalam tindakan-tindakan lain, kepala keluarga selalu memainkan peranan utama dalam membina anggotanya. Tiap-tiap anggota keluarga harus menyesuaikan segala tindakan-tindakannya terhadap norma-norma yang berlaku dalam lingkungan keluarga tersebut. Segala yang terjadi dengan normalisasi, dan segala perbuatan anggota suatu kelompok disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok tersebut. Hal ini disebut tata tertib hidup sosial.
Adanya tertib hidup sosial ini tergantung pada norma-norma yang melindungi sosial budaya seseorang. Kalau seseorang tinggal di Jawa, misalnya maka norma-norma yang melindunginya ialah sosial budaya Jawa. Demikianlah di mana saja manusia bertempat tinggal, orang tersebut harus menormalisasi dirinya pada lingkungan norma-norma itu. Kalau tidak, seseorang akan terisolir.
Tertib atau norma-norma yang berlaku di masyarakat biasanya sangat kuat. Seseorang yang datang dari kota ke desa, meskipun dia merasa segala sesuatu alam desa bertentangan dengannya, namun dia terpaksa harus mengikutinya. Sebab kalau tidak, pasti dia disingkirkan dari desa tersebut. Kadang-kadang meskipun melanggar kesehatan, kesopanan, dan keyakinan yang kita anut, namun normalisasi lingkungan itu kita patuhi. Ini dikarenakan kita takut tidak diterima dalam lingkungan tersebut.
Gambar 1. Kerja Bakti Termasuk Tertib Hidup Sosial
(Sumber : tni-au.mil.id)


Daftar Pustaka

Ruswanto. (2009). Sosiologi untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Comments

  1. Your Affiliate Money Printing Machine is ready -

    And making profit with it is as simple as 1, 2, 3!

    It's super easy how it works...

    STEP 1. Input into the system which affiliate products you want to push
    STEP 2. Add push button traffic (this LITERALLY takes 2 minutes)
    STEP 3. Watch the system grow your list and upsell your affiliate products on it's own!

    So, do you want to start making money??

    Click here to check it out

    ReplyDelete

Post a Comment

Iklan Ad

Popular posts from this blog

Menghitung Persediaan dengan Metode LCNRV (Lower-Cost-Net-Realizable-Value)

NILAI TERENDAH DARI BIAYA PEROLEHAN ATAU NILAI REALISASI NETO (LCNRV) Persediaan dicatat sebesar biaya perolehan. Namun, jika persediaan turun nilainya sampai ke tingkat di bawah biaya aslinya, maka prinsip biaya historis menjadi tidak relevan. Apapun alasan untuk penurunan nilai tersebut, baik itu usang, perubahan tingkat harga, atau rusak, perusahaan harus menurunkan nilai persediaan menjadi nilai realisasi neto untuk melaporkan kerugian ini. Perusahaan meninggalkan prinsip biaya historis ketika utilitas masa depan (kemampuan menghasilkan pendapatan) dari aset turun di bawah biaya aslinya. Nilai Realisasi Neto Ingat bahwa biaya adalah harga perolehan persediaan yang dihitung dengan menggunakan salah satu metode berbasis biaya historis. Nilai realisasi neto ( net realizable value /NRV) mengacu pada jumlah neto yang diharapkan oleh perusahaan untuk direalisasi dari penjualan persediaan. Secara khusus, nilai realisasi neto adalah estimasi harga penjualan dalam kegiatan bisnis bi...

Urbanisasi Sebagai Dampak Globalisasi Terhadap Perubahan Sosial di Komunitas Lokal

A.  LATAR BELAKANG Globalisasi didefinisikan sebagai suatu proses yang menempatkan masyarakat dunia bisa menjangkau satu dengan yang lain atau saling terhubungkan dalam semua aspek kehidupan mereka, baik dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi, maupun lingkungan.  Masyarakat dapat menjangkau satu dengan yang lain dalam segala aspek kehidupan didukung oleh kemajuan IPTEK dan keterbukaan sistem perekonomian negara yang mempercepat akselerasi globalisasi. Keterbukaan sistem perekonomian negara dipicu oleh adanya liberalisasi perdagangan dunia. Hal ini mengakibatkan masyarakat di berbagai dunia dapat menikmati hasil produksi dari negara lain, seperti makanan, minuman, pakaian, dan sebagainya. Selain itu, keterbukaan sistem perekonomian ini juga meningkatkan aktivitas perekonomian dunia yang dikuasai oleh perusahaan multinasional. Sebagai akibatnya, masyarakat dunia merasakan dampak dari adanya globalisasi pada aspek ekonomi tersebut, baik dari segi produksi, pembiayaan, te...

Soal Latihan Piutang Dagang (Account Receivable) dan Kunci Jawaban

1. Pada akhir tahun 2017, Goblin Company memiliki piutang sebesar $700.000 dan cadangan kerugian piutang sebesar $54.000. Pada 24 Januari 2018, perusahaan mengetahui bahwa piutang dari Sun Company tidak dapat ditagih, dan pihak manajemen mengizinkan penghapusan sebesar $6.200. a. Buatlah jurnal penyesuaian untuk mencatat penghapusan piutang b. Berapa cash realizable value dari piutang (1) sebelum penghapusan dan (2) setelah penghapusan? 2. Buku besar perusahaan Tsubasa pada akhir tahun 2019 menunjukkan saldo piutang usaha $150.000, pendapatan penjualan $850.000, dan retur penjualan $30.000. Intruksi (a) Jika perusahaan Tsubasa menggunakan metode penghapusan piutang langsung untuk akun piutang tidak tertagih, buatlah jurnal penyesuaian pada 31 Desember 2019, dengan asumsi pihak manajer menentukan saldo piutang tidak tertagih sebesar $1.500. (b) Jika cadangan piutang tak tertagih memiliki saldo kredit sebesar $2.400 dalam neraca saldo, buatlah jurnal penyesuaian pada tanggal...