Di masyarakat juga terdapat suatu lembaga politik. Lembaga politik yang ada di masyarakat disebut dengan infrastruktur. Lembaga ini meliputi partai-partai politik, organisasi-organisasi kemasyarakatan (Ormas), lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM), kelompok-kelompok penekan, media massa, tokoh-tokoh politik, dan kelompok kepentingan. Dalam masyarakat, infrastruktur politik ini memiliki peran (fungsi) sebagai berikut.
a. Komunikasi politik untuk menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat, baik asosiasi, institusi atau pikiran intra golongan maupun sektor kehidupan politik masyarakat dengan sektor pemerintahan.
b. Pendidikan politik untuk meningkatkan pengetahuan politik masyarakat agar mereka dapat berperan maksimal dalam sistem politik. Hal ini sesuai dengan paham demokrasi, bahwa masyarakat (warga negara) harus mampu menjalankan partisipasi politik.
c. Melakukan seleksi kepemimpinan dengan cara menyelenggarakan pemilihan pemimpin atau calon pemimpin bagi masyarakat.
d. Agregasi kepentingan merupakan penyertaan segala aspirasi serta pendapat masyarakat kepada pemegang kekuasaan yang berwenang supaya tuntutan/dukungan menjadi perhatian dan bagian dari suatu keputusan politik.
e. Mempertemukan beragam kepentingan di dalam masyarakat. Hal ini disebabkan adanya pendapat, kepentingan, dan peran serta yang berbeda dalam lingkungan serta kondisi masyarakat untuk dapat ditampung dalam suatu aspirasi yang sama.
Berikut penjelasan mengenai komponen-komponen infrastruktur politik.
a. Partai Politik (Political Party)
Pada awalnya, partai politik muncul di negara-negara Eropa Barat. Partai politik dianggap sebagai manifestasi sistem politik yang sudah modern dan sedang dalam proses memodernisasikan diri. Dewasa ini, di negara baru pun, partai politik sudah menjadi lembaga politik yang biasa dijumpai. Berikut ini definisi partai politik menurut beberapa ahli.
1) R. H. Soltou
Partai politik adalah sekelompok warga negara yang terorganisir, bertindak sebagai suatu kesatuan politik yang memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, menguasai pemerintahan, serta melaksanakan kebijaksanaan umum.
2) Carl J. Friedrich
Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya. Berdasarkan penguasaan ini, anggota partai mendapatkan kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil.
3) Sigmund Neumann
Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha menguasai kekuasaan pemerintahan dan merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongan-golongan lain yang mempunyai pandangan berbeda.
Dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi, partai politik memiliki beberapa fungsi sebagai berikut.
1) Partai sebagai sarana rekruitmen politik.
2) Partai sebagai sarana sosialisasi politik.
3) Partai sebagai sarana pengatur konflik.
4) Partai sebagai sarana komunikasi politik.
Sistem kepartaian pada suatu negara dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
1) Sistem Multipartai
Sistem multipartai ini muncul karena adanya keanekaragaman dalam komposisi masyarakat negara tersebut, yaitu keragaman ras, agama, suku bangsa, kebudayaan, maupun ideologi yang dianut dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, pola multipartai lebih mencerminkan keanekaragaman budaya dan politik. Negara-negara penganut sistem multipartai, antara lain Indonesia, Malaysia, Korea Selatan, Taiwan, Belanda, Perancis, Jepang, Thailand, dan Swedia.
2) Sistem Partai Tunggal
Sistem partai tunggal artinya hanya ada satu-satunya partai dalam negara tersebut. Beberapa negara yang menganut sistem partai tunggal, antara lain, Pantai Gading, Gunea, Kuba, Korea Utara, Mali, dan RRC.
3) Sistem Dwi Partai
Sistem dwi partai adalah negara yang menganut dua partai atau beberapa partai, tetapi dengan peranan jaminan dari dua partai. Dalam sistem ini, partai-partai dibagi dalam partai yang berkuasa (memenangkan pemilu) dan partai oposisi (kalah dalam pemilu). Contohnya, Amerika Serikat dengan Partai Republik yang beroposisi dengan Partai Demokrat.
Berkembangnya partai politik di Indonesia dimulai sejak zaman Belanda sebagai suatu manifestasi bangkitnya kesadaran nasional. Pola kepartaian pada masa itu menunjukkan keanekaragaman. Ada yang bertujuan sosial, seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah. Ada yang menganut asas politik berdasarkan agama, seperti Masyumi, Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Katolik, dan Partai Kristen Indonesia (Parkindo). Ada juga partai-partai yang mendasarkan diri pada suatu ideologi tertentu, seperti Partai Nasional Indonesia (PNI) yang berasaskan Nasionalis dan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang berasaskan Komunis. Pada masa penjajahan Jepang, kegiatan partai politik tidak diperbolehkan, hanya golongan Islam yang diperbolehkan dengan membentuk Partai Masyumi.
Sejak kemerdekaan Republik Indonesia sampai saat ini terdapat berbagai perkembangan partai politik di Indonesia, yaitu sebagai berikut.
1) Pada Masa Demokrasi Liberal (1945-1959)
Pada masa ini ditandai adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peranan partai-partai politik sangat dominan dalam menentukan arah tujuan negara melalui badan perwakilan. Masa ini diakhiri dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.
2) Pada Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Pada masa ini ditandai dengan adanya persaingan (rivalitas) dua kubu, yaitu antara Soekarno (Presiden RI) yang didukung oleh partai-partai berhaluan Nasionalis, PKI yang didukung oleh partai-partai berhaluan sosialis dengan pihak Militer (yang dimotori oleh TNI AD). Saat itu partai politik memiliki posisi tawar (bargaining position) yang lemah sehingga kurang menunjukkan aset yang berarti dalam pencaturan politik di Indonesia. Periode ini diakhiri dengan Pemberontakan G 30 S/PKI pada tanggal 30 September 1965.
3) Pada Masa Orde Baru (1966-1998)
Pada masa ini adalah masa pemerintahan Soeharto (Presiden RI kedua), yang melakukan "pembenahan" dalam sistem politik, antara lain, jumlah partai politik dengan menyederhanakan partai politik (Fusi) menjadi tiga, yaitu :
a) PPP (Partai Persatuan Pembangunan) berdasarkan ideologi Islam, yaitu NU, Parmusi, PSII, dan Partai Islam.
b) Golkar (Golongan Karya) berdasarkan kekaryaan serta keadilan sosial.
c) PDI (Partai Demokrasi Indonesia) berdasarkan demokrasi, nasionalis, dan keadilan, yaitu Parkindo, Partai Katolik, PNI, Murba, dan PKI.
Dengan demikian kedudukan partai politik lemah, karena adanya kontrol yang ketat dari lembaga eksekutif. Hal ini berdampak pada lembaga perwakilan yang penuh dengan intervensi dari kekuasaan eksekutif.
4) Pada Masa Reformasi (1998-sekarang)
Pada masa ini merupakan masa setelah jatuhnya pemerintahan Orde Baru. Reformasi membawa perubahan dalam sistem politik. Dengan demikian juga terdapat perubahan dalam kedudukan partai politik. Partai politik diberi kesempatan untuk hidup kembali serta mengikuti pemilu yang pertama setelah masa Orde Baru, yaitu pada tahun 1999 dengan diikuti oleh banyak partai politik.
Hal ini juga dapat dilihat pada lembaga DPR yang beranggotakan Partai Politik yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Demikian pula Presiden dan Wakil Presiden juga diusung dari partai politik serta dipilih langsung oleh rakyat (sejak PEMILU 2004 hingga sekarang).
b. Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Organisasi Kemasyarakatan serta Lembaga Swadaya Masyarakat disebut Civil Society adalah organisasi yang dibuat oleh masyarakat dan memiliki sifat mandiri yang tidak tergantung pada siapa pun sehingga memiliki kebebasan. Anggota dari Organisasi Kemasyarakatan serta Lembaga Swadaya Masyarakat bersifat sukarela. Kegiatan dari Organisasi Kemasyarakatan serta Lembaga Swadaya Masyarakat bermacam-macam. Ada yang bergerak pada bidang HAM, Gender (masalah persamaan hak perempuan), politik, pemberantasan KKN, agama, dan sebagainya.
Sejak masa akhir Orde Baru hingga memasuki masa Reformasi banyak bermunculan LSM serta Ormas, yang memberikan peran serta yang baik bagi pemerintah, yaitu sebagai pengontrol guna membatasi penyalahgunaan dalam kewenangan oleh penyelenggara negara serta peran yang baik pula bagi masyarakat untuk melindungi hak-hak pribadi serta memberikan pendidikan kewarganegaraan.
c. Kelompok Kepentingan (Interest Group)
Kelompok kepentingan adalah sekumpulan orang yang memiliki tujuan, sikap, dan kepercayaan yang sama untuk mengorganisasikan diri dalam melindungi serta memperjuangkan kepentingan atau tuntutan kelompok itu. Kegiatan dari kelompok kepentingan ini berhubungan dengan yang lebih terbatas melalui sasaran yang monolitis serta intensitas usaha yang tidak berlebihan.
Kelompok kepentingan, dalam hal tertentu, seringkali mencari dukungan maupun melakukan negosiasi dengan partai politik dengan tujuan ikut memperjuangkan kepentingan yang ingin dicapai oleh kelompok tersebut.
Kelompok kepentingan memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1) Kepentingan yang sama yang menyatukan orang untuk bergabung membentuk satu organisasi dengan nama tertentu.
2) Kumpulan orang yang terorganisasi atas nama satu atau lebih kepentingan tertentu yang diperjuangkan.
3) Setiap aktivitas yang dilakukan akan mengatasnamakan masyarakat mengingat fungsinya sebagai artikulator kepentingan dalam masyarakat.
4) Aktivitas kelompok kepentingan tidak ditujukan untuk mendapat jabatan publik, tetapi lebih pada upaya partisipasi politik.
5) Setiap aktivitas kelompok kepentingan selalu bergandengan dengan isu publik yang ditujukan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah.
6) Adanya berbagai variasi kelompok kepentingan yang bergantung pada karakteristik organisasi dari kelompok kepentingan.
Kelompok-kelompok kepentingan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan berikut ini.
1) Kelompok Non Assosiasional
Kelompok non assosiasional adalah kelompok kepentingan yang mempunyai kegiatan bersifat temporer. Kelompok ini jarang yang terorganisir secara rapi sehingga hanya berwujud kelompok keluarga, regional, dan status.
2) Kelompok Anomik
Kelompok anomik adalah kelompok kepentingan yang terbentuk di antara unsur-unsur di dalam masyarakat secara spontan (bersifat seketika). Oleh sebab itu, kelompok anomik tidak memiliki nilai serta norma yang mengatur. Kelompok ini sering overlap (tumpang tidih) dengan bentuk seperti kerusuhan, demonstrasi, dan tindak kekerasan politik. Kelompok ini juga dapat terbentuk tidak spontan, melainkan direncanakan oleh kelompok kepentingan.
3) Kelompok Institusional
Kelompok institusional adalah kelompok yang bersifat formal serta memiliki fungsi sosial atau politik. Kelompok ini menyatakan kepentingannya sendiri ataupun mewakili kepentingan kelompok lain dalam masyarakat.
4) Kelompok Asosiasional
Kelompok asosiasional adalah kelompok yang meliputi serikat buruh, paguyuban etnik, dan persatuan-persatuan yang diorganisir oleh kelompok agama, perkumpulan usahawan, dan sebagainya.
Dalam aktivitasnya, kelompok ini memiliki ciri khas menyatakan suatu kepentingan dari suatu kelompok khusus, menggunakan tenaga profesional, dan memiliki prosedur teratur untuk memutuskan kepentingan serta tuntutan. Pada masa Orde Baru, kelompok kepentingan tidak memiliki keleluasaan karena para pemegang kekuasaan negara atau pemerintah cukup kuat mengendalikan politik. Akibatnya dalam kehidupan politik warga negara menjadi terhambat proses kedewasaannya. Hal ini berbeda dengan masa sekarang. Ketika reformasi, kehidupan politik berkembang dengan leluasa, sehingga partisipasi anggota masyarakat dapat tumbuh dengan baik ke arah positif.
5) Kelompok Penekan
Kelompok penekan adalah institusi politik yang dipergunakan oleh masyarakat untuk menyalurkan aspirasi dengan tujuan mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kelompok penekan memiliki kedudukan yang dapat memaksa pihak yang ada di dalam pemerintahan untuk melakukan sesuatu ke arah yang diinginkan. Beberapa cara yang digunakan, antara lain, dengan propaganda dan persuasi.
Dalam kehidupan politik, kelompok penekan bisa muncul lebih dominan dari partai politik. Pada saat peranan (fungsi) dari partai politik tidak dapat diharapkan dalam mengangkat suatu isu sentral yang diperjuangkan. Dalam kondisi seperti itu, kelompok penekan ini dapat menciptakan suatu gambaran yang baik kepada masyarakat. Contohnya, menampilkan program aksi sosial, aktivitas rekreatif, olahraga, kepemudaan, aksi untuk menumbuhkan kesadaran politik masyarakat, serta kegiatan menerbitkan laporan pada media massa. Kelompok penekan memiliki orientasi yang bersifat dari bawah ke atas, sedangkan kelompok kepentingan memiliki orientasi yang bersifat dari atas ke bawah.
d. Media Massa
Media massa adalah sarana komunikasi yang memiliki peranan untuk memberitahu kepada masyarakat tentang ide, buah pikiran, perasaan seseorang/sekelompok warga, kejadian/peristiwa yang disampaikan tertulis, seperti surat kabar dan majalah maupun lisan, seperti radio, televisi, dan internet.
Daftar Pustaka
Hartati, Atik dan Sarwono. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan.
Pada masa ini ditandai adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peranan partai-partai politik sangat dominan dalam menentukan arah tujuan negara melalui badan perwakilan. Masa ini diakhiri dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.
2) Pada Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Pada masa ini ditandai dengan adanya persaingan (rivalitas) dua kubu, yaitu antara Soekarno (Presiden RI) yang didukung oleh partai-partai berhaluan Nasionalis, PKI yang didukung oleh partai-partai berhaluan sosialis dengan pihak Militer (yang dimotori oleh TNI AD). Saat itu partai politik memiliki posisi tawar (bargaining position) yang lemah sehingga kurang menunjukkan aset yang berarti dalam pencaturan politik di Indonesia. Periode ini diakhiri dengan Pemberontakan G 30 S/PKI pada tanggal 30 September 1965.
3) Pada Masa Orde Baru (1966-1998)
Pada masa ini adalah masa pemerintahan Soeharto (Presiden RI kedua), yang melakukan "pembenahan" dalam sistem politik, antara lain, jumlah partai politik dengan menyederhanakan partai politik (Fusi) menjadi tiga, yaitu :
a) PPP (Partai Persatuan Pembangunan) berdasarkan ideologi Islam, yaitu NU, Parmusi, PSII, dan Partai Islam.
b) Golkar (Golongan Karya) berdasarkan kekaryaan serta keadilan sosial.
c) PDI (Partai Demokrasi Indonesia) berdasarkan demokrasi, nasionalis, dan keadilan, yaitu Parkindo, Partai Katolik, PNI, Murba, dan PKI.
Dengan demikian kedudukan partai politik lemah, karena adanya kontrol yang ketat dari lembaga eksekutif. Hal ini berdampak pada lembaga perwakilan yang penuh dengan intervensi dari kekuasaan eksekutif.
4) Pada Masa Reformasi (1998-sekarang)
Pada masa ini merupakan masa setelah jatuhnya pemerintahan Orde Baru. Reformasi membawa perubahan dalam sistem politik. Dengan demikian juga terdapat perubahan dalam kedudukan partai politik. Partai politik diberi kesempatan untuk hidup kembali serta mengikuti pemilu yang pertama setelah masa Orde Baru, yaitu pada tahun 1999 dengan diikuti oleh banyak partai politik.
Hal ini juga dapat dilihat pada lembaga DPR yang beranggotakan Partai Politik yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Demikian pula Presiden dan Wakil Presiden juga diusung dari partai politik serta dipilih langsung oleh rakyat (sejak PEMILU 2004 hingga sekarang).
b. Organisasi Kemasyarakatan (ORMAS) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Organisasi Kemasyarakatan serta Lembaga Swadaya Masyarakat disebut Civil Society adalah organisasi yang dibuat oleh masyarakat dan memiliki sifat mandiri yang tidak tergantung pada siapa pun sehingga memiliki kebebasan. Anggota dari Organisasi Kemasyarakatan serta Lembaga Swadaya Masyarakat bersifat sukarela. Kegiatan dari Organisasi Kemasyarakatan serta Lembaga Swadaya Masyarakat bermacam-macam. Ada yang bergerak pada bidang HAM, Gender (masalah persamaan hak perempuan), politik, pemberantasan KKN, agama, dan sebagainya.
Sejak masa akhir Orde Baru hingga memasuki masa Reformasi banyak bermunculan LSM serta Ormas, yang memberikan peran serta yang baik bagi pemerintah, yaitu sebagai pengontrol guna membatasi penyalahgunaan dalam kewenangan oleh penyelenggara negara serta peran yang baik pula bagi masyarakat untuk melindungi hak-hak pribadi serta memberikan pendidikan kewarganegaraan.
c. Kelompok Kepentingan (Interest Group)
Kelompok kepentingan adalah sekumpulan orang yang memiliki tujuan, sikap, dan kepercayaan yang sama untuk mengorganisasikan diri dalam melindungi serta memperjuangkan kepentingan atau tuntutan kelompok itu. Kegiatan dari kelompok kepentingan ini berhubungan dengan yang lebih terbatas melalui sasaran yang monolitis serta intensitas usaha yang tidak berlebihan.
Kelompok kepentingan, dalam hal tertentu, seringkali mencari dukungan maupun melakukan negosiasi dengan partai politik dengan tujuan ikut memperjuangkan kepentingan yang ingin dicapai oleh kelompok tersebut.
Kelompok kepentingan memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1) Kepentingan yang sama yang menyatukan orang untuk bergabung membentuk satu organisasi dengan nama tertentu.
2) Kumpulan orang yang terorganisasi atas nama satu atau lebih kepentingan tertentu yang diperjuangkan.
3) Setiap aktivitas yang dilakukan akan mengatasnamakan masyarakat mengingat fungsinya sebagai artikulator kepentingan dalam masyarakat.
4) Aktivitas kelompok kepentingan tidak ditujukan untuk mendapat jabatan publik, tetapi lebih pada upaya partisipasi politik.
5) Setiap aktivitas kelompok kepentingan selalu bergandengan dengan isu publik yang ditujukan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah.
6) Adanya berbagai variasi kelompok kepentingan yang bergantung pada karakteristik organisasi dari kelompok kepentingan.
Kelompok-kelompok kepentingan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan berikut ini.
1) Kelompok Non Assosiasional
Kelompok non assosiasional adalah kelompok kepentingan yang mempunyai kegiatan bersifat temporer. Kelompok ini jarang yang terorganisir secara rapi sehingga hanya berwujud kelompok keluarga, regional, dan status.
2) Kelompok Anomik
Kelompok anomik adalah kelompok kepentingan yang terbentuk di antara unsur-unsur di dalam masyarakat secara spontan (bersifat seketika). Oleh sebab itu, kelompok anomik tidak memiliki nilai serta norma yang mengatur. Kelompok ini sering overlap (tumpang tidih) dengan bentuk seperti kerusuhan, demonstrasi, dan tindak kekerasan politik. Kelompok ini juga dapat terbentuk tidak spontan, melainkan direncanakan oleh kelompok kepentingan.
3) Kelompok Institusional
Kelompok institusional adalah kelompok yang bersifat formal serta memiliki fungsi sosial atau politik. Kelompok ini menyatakan kepentingannya sendiri ataupun mewakili kepentingan kelompok lain dalam masyarakat.
4) Kelompok Asosiasional
Kelompok asosiasional adalah kelompok yang meliputi serikat buruh, paguyuban etnik, dan persatuan-persatuan yang diorganisir oleh kelompok agama, perkumpulan usahawan, dan sebagainya.
Dalam aktivitasnya, kelompok ini memiliki ciri khas menyatakan suatu kepentingan dari suatu kelompok khusus, menggunakan tenaga profesional, dan memiliki prosedur teratur untuk memutuskan kepentingan serta tuntutan. Pada masa Orde Baru, kelompok kepentingan tidak memiliki keleluasaan karena para pemegang kekuasaan negara atau pemerintah cukup kuat mengendalikan politik. Akibatnya dalam kehidupan politik warga negara menjadi terhambat proses kedewasaannya. Hal ini berbeda dengan masa sekarang. Ketika reformasi, kehidupan politik berkembang dengan leluasa, sehingga partisipasi anggota masyarakat dapat tumbuh dengan baik ke arah positif.
5) Kelompok Penekan
Kelompok penekan adalah institusi politik yang dipergunakan oleh masyarakat untuk menyalurkan aspirasi dengan tujuan mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kelompok penekan memiliki kedudukan yang dapat memaksa pihak yang ada di dalam pemerintahan untuk melakukan sesuatu ke arah yang diinginkan. Beberapa cara yang digunakan, antara lain, dengan propaganda dan persuasi.
Dalam kehidupan politik, kelompok penekan bisa muncul lebih dominan dari partai politik. Pada saat peranan (fungsi) dari partai politik tidak dapat diharapkan dalam mengangkat suatu isu sentral yang diperjuangkan. Dalam kondisi seperti itu, kelompok penekan ini dapat menciptakan suatu gambaran yang baik kepada masyarakat. Contohnya, menampilkan program aksi sosial, aktivitas rekreatif, olahraga, kepemudaan, aksi untuk menumbuhkan kesadaran politik masyarakat, serta kegiatan menerbitkan laporan pada media massa. Kelompok penekan memiliki orientasi yang bersifat dari bawah ke atas, sedangkan kelompok kepentingan memiliki orientasi yang bersifat dari atas ke bawah.
d. Media Massa
Media massa adalah sarana komunikasi yang memiliki peranan untuk memberitahu kepada masyarakat tentang ide, buah pikiran, perasaan seseorang/sekelompok warga, kejadian/peristiwa yang disampaikan tertulis, seperti surat kabar dan majalah maupun lisan, seperti radio, televisi, dan internet.
Daftar Pustaka
Hartati, Atik dan Sarwono. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan.
Comments
Post a Comment