Peradaban awal masyarakat Tiongkok tumbuh dan berkembang di sekitar sungai besar, yaitu Sungai Hwang-Ho dan Yang Tse Kiang. Namun, hanya Sungai Hwang-Ho yang memberikan banyak pengaruh bagi kebudayaan Tiongkok.
Peta Sungai Hwang-Ho (Sungai Kuning)
Awalnya, bangsa Tiongkok Kuno mengalami kesulitan dalam mengatasi Sungai Hwang Ho, karena Sungai Hwang Ho sering membeku pada waktu musim dingin yang mengakibatkan aktivitas kehidupan masyarakat Tiongkok Kuno mnejadi terhambat. Sementara itu, pada waktu memasuki musim semi tiba ketika es mencair, air Sungai Hwang Ho sering meluap dan mengakibatkan banjir besar yang merusak pemukiman-pemukiman penduduk. Akibat keadaan ini, timbul dorongan dalam diri bangsa Tiongkok untuk mengatasi tantangan dan kesulitan-kesulitan tersebut dengan cara membangun tanggul-tanggul raksasa di sekitar Sungai Hwang Ho.
Setelah dibangunnya tanggul-tanggul raksasa, maka tidak terjadi lagi banjir besar di sekitar Sungai Hwang-Ho. Bahkan, daerah yang sebelumnya sering terkena banjir, menjadi lahan pertanian yang subur. Dengan demikian, Sungai Hwang Ho yang pada awalnya berbahaya. Akhirnya, menjadi berkah bagi bangsa Tiongkok.
Pertanian di Lembah Sungai Kuning dimulai kira-kira tahun 5000 SM. Kira-kira tahun 3000 SM, pertanian padi menyebar dari tanah banjir Sungai Hwang Ho, dan di sinilah peradaban Tiongkok dimulai.
Masyarakat Tiongkok Kuno telah mengenal ilmu pengetahuan, seperti seni, sastra, pengolahan logam, arsitektur, astronomi, dan lain-lain. Perkembangan seni pada bangsa Tiongkok Kuno telah maju. Hal ini ditandai dengan banyaknya lukisan-lukisan bernilai tinggi yang menghiasi dinding-dinding tembok istana dan kuil-kuil. Objek dari lukisan itu, biasanya berhubungan dengan alam, binatang (naga atau harimau), dewa-dewa, dan raja-raja yang pernah memerintah. Selain itu, terdapat juga seni ukiran pada keramik yang dihias dengan ukiran naga, binatang, dan tumbuh-tumbuhan.
Di bidang kesusastraan, bangsa Tiogkok Kuno telah mengalami kemajuan. Bangsa Tiongkok telah mempunyai tulisan sendiri dan kertas sebagai media penulisan. Kertas mulai ada sejak zaman Dinasti Han. Munculnya kertas, menyebabkan budaya tulis menulis di Tiongkok semakin berkembang, karena mempermudah para sastrawan Tiongkok Kuno dalam menuangkan ide-ide dan pikirannya tersebut dalam bentuk tulisan yang dibukukan. Sebelum mengenal kertas, para sastrawan menggunakan kulit penyu, bambu, kayu, dan tulang binatang sebagai bahan dalam kegiatan tulis-menulis.
Bangsa Tiongkok telah mempunyai teknik atau cara dalam pengolahan logam. Mereka mengolah logam seperti bijih besi, timah, dan emas. Bangsa Tiongkok mengolah logam-logam untuk membuat alat-alat rumah tangga, alat-alat pertanian, senjata, perhiasan, dan lain-lain. Bahkan, peralatan-peralatan yang terbuat dari logam-logam itu telah diperdagangkan sampai ke negara lain.
Selanjutnya, dalam bidang arsitektur, teknik merancang bangunan megah telah dimiliki oleh bangsa Tiongkok Kuno. Hal ini terbukti dengan adanya bangunan-bangunan monumental, seperti Tembok Besar Cina, istana, dan kuil-kuil.
Bangsa Tiongkok kuno telah memiliki ilmu astronomi (ilmu perbintangan) yang digunakan untuk sistem penanggalan. Ilmu astronomi merupakan dasar aktivitas kehidupan bangsa Tiongkok dalam bidang pertanian, pelayaran, dan usaha lainnya yang memerlukan informasi tentang pergantian dan perputaran musim. Selain itu, para astronom juga tertarik pada bintang-bintang atau benda langit, karena alasan keilmuan dan keyakinan bahwa langit dapat meramalkan masa depan.
Ketika berbicara teknologi, bangsa Tiongkok Kuno telah mengenal teknologi dari yang tingkatan sederhana sampai dengan teknologi tinggi. Contoh teknologi sederhana yang dimiliki bangsa Tiongkok Kuno adalah pembuatan alat-alat rumah tangga dan alat-alat senjata, seperti pisau, pedang, tombak, cangkul, dan sabit. Sementara itu, teknologi tinggi yang dimiliki bangsa Tiongkok kuno terlibat dalam pembuatan gedung-gedung, istana, tembok besar, tanggul-tanggul raksasa, dan pembuatan logam.
Sementara itu, kepercayaan bangsa Tiongkok Kuno adalah politeisme atau pemujaan terhadap banyak dewa. Dewa dianggap sebagai kekuatan alam, seperti Dewa Feng-Pa sebagai Dewa Angin dan Lei-Shik sebagai Dewa Topan. Bangsa Tiongkok Kuno juga mengenal upacara korban manusia, mereka mempersembahkan gadis cantik untuk tertinggi Ho-Po yang bertakhta di Sungai Hwang-Ho.
Dalam bidang pemerintahan, Dinasti Shang merupakan pemerintahan tertua di negeri Tiongkok (1523-1027 SM). Letak wilayah kerajaan Dinasti Shang berada di daerah pegunungan sehingga dengan kondisi alam seperti ini pemerintahan Dinasti Shang tidak mendapatkan serangan atau gangguan dari bangsa-bangsa lain.
Pertanian Dinasti Shang sudah lebih maju. Mereka sudah dapat menghasilkan anggur. Hubungan perdagangan Kerajaan Shang ke daerah barat daya dan utara sudah tercapai. Peninggalan-peninggalan Dinasti Shang, yaitu bejana, senjata, alat pertanian, dan hiasan-hiasan perunggu. Alat-alat dibuat dengan sangat indah. Selain itu, kereta perang pun sudah mulai digunakan pada pemerintahan Dinasti Shang.
Setelah Dinasti Shang berakhir, kemudian muncul Dinasti Chou/Zhou (1027-256 SM). Peralihan kekuasaan ini disebabkan raja Dinasti Shang telah salah dalam mengurus negara sekaligus telah melanggar mandat dari Dewa Langit.
Pada masa pemerintahan Dinasti Chou, filsafat Tiongkok berkembang pesat dengan munculnya para filsuf kelas dunia. Sebut saja Kong Hu Cu (551 SM - 479 SM), Lao Tse (abad ke-4), dan Meng Tse (371 SM - 289 SM). Kong Hu Cu merupakan orang pertama pengembang sistem memadukan alam pikiran dan kepercayaan orang Tiongkok yang paling mendasar. Filosofinya menyangkut moralitas orang per orang dan konsepsi suatu pemerintahan tentang cara-cara melayani rakyat dan memerintahnya melalui tingkah laku teladan.
Ada dua nilai yang sangat penting, kata Kong Hu Cu, yaitu "Yen" dan "Li". "Yen" sering diterjemahkan dengan kata "Cinta", namun lebih tepat diartikan "Keramah-tamahan dalam hubungan dengan seseorang". "Li" dilukiskan sebagai gabungan antara tingkat laku, ibadah, adat kebiasaan, tata krama, dan sopan santun. Ajaran Kong Hu Cu juga menggarisbawahi arti penting kewajiban seorang istri menghormati dan menaati suami serta kewajiban serupa dari seorang warga kepada pemerintahannya. Kong Hu Cu yakin, adanya negara itu tidak lain untuk melayani kepentingan rakyat, bukan sebaliknya. Kong Hu Cu menekankan bahwa penguasa mesti memerintah pertama-tama dengan memberi contoh teladan yang moralis dan bukannya menindas. Selain itu, salah satu hukum ajarannya sedikit mirip dengan Golden Rule-nya Nasrani yang berbunyi "Apa yang kamu tidak suka orang lain berbuat terhadap dirimu, jangan lakukan". Pada awalnya, ajaran-ajaran Kong Hu Cu tidaklah banyak diminati orang. Baru setelah ia wafat, ajaran-ajarannya menyebar hampir di seluruh daratan Tiongkok. Namun, dengan berkuasanya Dinasti Chin, ajaran beserta penganut Kong Hu Cu diberantas.
Lao Tse tidak diketahui pasti kapan tahun kelahirannya. Menurut Michael Hart (2009), Lao Tse hidup di abad ke-4. Ajaran Lao Tse tercantum dalam kitab yang berjudul Tao Te Ching, yang berarti "Cara Lama dan Kekuatannya". Kitab ini merupakan naskah utama, rincian dari filosofi Taoisme. Menurut ajaran Taoisme, setiap individu dianjurkan hidup dalam kesederhanaan dan kewajaran. Tiap bentuk kekerasan harus dihindari. Selain itu, Taoisme mengajarkan pula bahwa suka dan duka adalah sama saja sehingga setiap penderitaan harus dihadapi dengan hati yang tidak goncang.
Meng Tse meskipun hidup dalam tradisi Kong Hu Cu, namun ia dihormati sebagai filsuf yang memiliki buah pikirnya sendiri. Menurut Meng Tse, komponen paling penting dari negara adalah rakyat, bukan penguasa. Penguasa memiliki keharusan untuk memajukan rakyatnya dan memberi teladan. Ia percaya bahwa kekuasaan adalah mandat dari langit. Apabila raja atau penguasa mengabaikan kewajibannya, ia akan kehilangan mandatnya dan pantas untuk ditumbangkan. Hal ini sesuai dengan apa yang dicetuskan oleh John Lock, jauh berabad-abad sebelumnya.
Dalam hal pemerintahan, Dinasti Chou melaksanakan sistem pemerintahan secara terpusat yang berada di bawah kekuasaan langsung dari kaisar. Sementara itu, pemerintahan daerah-daerah diserahkan kepada raja-raja bawahan. Tugas raja bawahan adalah menekan rakyat daerah untuk membayar upeti dan memperkuat daerah dengan pasukan militer agar dapat membantu pemerintah pusat apabila ada serangan dari musuh.
Pemerintahan Dinasti Chou menguasai wilayah yang sangat luas, dari barat ke timur. Tanah kerajaan yang dikerjakan oleh petani menghasilkan berbagai macam buah-buahan, sayur-sayuran, dan padi. Selain itu, ternak ayam, babi, dan ulat sutra juga sudah mulai dikembangkan. Namun, pemerintahan Dinasti Chou selalu mendapat ancaman dari bangsa Barbar.
Pada tahun 770 SM, bangsa Barbar menyerang dari arah barat yang menyebabkan pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah. Akibatnya, kerajaan menjadi melemah. Sekitar tahun 286 SM, ketika negara masih dalam keadaan berperang, Chin berhasil menggulingkan kekuasaan Chou. PAda tahun 220 SM, Chin digantikan oleh Pangeran Cheng. Pada masa pemerintahannya, wilayah Tiongkok semakin bertambah luas, membentang dari Manchuria sampai Yang Tse. Ia berhasil menyatukan Tiongkok menjadi satu negara pada tahun 321 SM. Atas keberhasilannya itu, Pangeran Cheng menamakan dirinya Shih Huang Ti (Kaisar Pertama). Kebijakannya yang paling terkenal adalah pembangunan Tembok Besar Cina yang berfungsi untuk menahan serangan dari tentara Mongol di utara. Dalam pembangunannya, bangunan fenomenal ini memakan ribuan korban jiwa.
Seiring berjalannya waktu, Dinasti Chin mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan oleh wafatnya Kaisar Shih Huang Ti, banyak kekacauan di provinsi-provinsi oleh para gubernur dan bangsawan yang saling memperebutkan kekuasaan dan rakyat pun ikut terprovokasi untuk menentang kebijakan-kebijakan pemerintah.
Salah seorang petani yang bernama Liu Pang berhasil mengatasi kekacauan tersebut dan akhirnya Liu Pang mendirikan pemerintahan baru di Tiongkok, yaitu Dinasti Han (206 SM - 220 M), dan menggelari dirinya dengan sebutan Gao Zu. Pada masa pemerintahannya, ia menurunkan tingkat pajak, dan hak kepemilikan tanah diakui sehingga banyak perubahan terjadi dalam bidang sosial ekonomi. Hasil pertanian berlipat ganda setelah peralatan besi dipergunakan dalam dunia pertanian. Selain itu, ajaran Konfusionisme dihidupkan kembali dan dijadikan filsafat resmi negara Tiongkok. Sementara itu, agama Buddha baru masuk dan berkembang di Tiongkok.
Seperti dinasti-dinasti sebelumnya, Dinasti Han juga melakukan ekspansi untuk memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke Korea, Turkistan, India, dan Indochina. Dinasti Han mencapai masa keemasannya pada masa pemerintahan Kaisar Wu Ti. Pada masa ini, mulai terjadi hubungan perdagangan antara Tiongkok dengan India sehingga ajaran Buddha dari India mulai masuk ke Tiongkok. Selain itu, terjadi juga perdagangan antara Tiongkok dengan Asia Tengah, jalurnya melalui India bagian utara. Tetapi, jalur ini rawan perampok. Oleh karena itu, jalur perdagangan diubah ke daerah Asia Tenggara dengan menggunakan kapal layar.
Pada tahun-tahun sesudah masehi, kekuasaan Dinasti Han bahkan pernah diambil alih oleh para pemberontakan yang dipimpin oleh Wang Mang. Setelah empat belas tahun, kekuasaan berhasil direbut kembali. Namun, pada tahun 220 M, Dinasti Han benar-benar runtuh dan Tiongkok kembali terbagi menjadi kerajaan-kerajaan yang terpisah dan saling berperang. Dinasti tidak lagi dapat dipertahankan setelah terjadinya perebutan kekuasaan antarkeluarga kerajaan dan pemberontakan para petani yang semakin gencar.
Pada tahun 246 M, muncul tokoh yang bernama Sima Yan dan berhasil mendirikan Dinasti Jin. Pada masa pemerintahannya, ia berhasil menaklukkan kedua kerajaan lain dan menyatukan kembali Tiongkok. Namun, persatuan ini tidaklah berlangsung lama. Tiongkok kembali pecah dan masuk dalam masa rawan dan akhirnya menyebabkan kehancuran Dinasti Jin dan digantikan oleh Dinasti Sui yang didirikan oleh Yang Jiang dengan gelar Sui Wendi (581- 604 M). Di bawah kekuasaannya, keadaan keamanan dan politik Tiongkok berhasil dipulihkan serta berhasil meningkatkan pertanian. Sayangnya, penggantinya Sui Yangdi tidak cakap dalam memegang kendali pemerintahan. Dinasti ini mengalami keruntuhan setelah mengalami kegagalan dalam menginvasi Korea dan meluapnya Sungai Hwang Ho yang menimbulkan kesengsaraan dan akhirnya menimbulkan kerusuhan. Keadaan ini kemudian dimanfaatkan oleh tokoh militer yang bernama Li Yuan untuk merebut kekuasaan. Kaisar akhirnya menyelamatkan diri ke selatan, namun tertangkap dan akhirnya meninggal.
Li Yuan pun berhasil menggulingkan kekuasaan kasiar dan mengangkat cucunya yang bernama Yang Di sebagai kaisar. Namun, tidak lama Yang Di diturunkan dan digantikan oleh dirinya sendiri. Denan berkuasanya Li Yuan, maka dimulailah kekuasaan Dinasti Tang. Setelah kekuasaan Li Yuan berakhir, kekuasaan digantikan oleh anaknya yang bernama Li Shimin, dan bergelar Kaisar Tang Taizong (626 - 649). Ia berhasil melumpuhkan kekuatan suku-suku Turki Timur serta menguasai Ordos dan sebagian Mongolia.
Pada masa Dinasti Tang, agama Buddha menjadi agama resmi dan menyebar hingga ke seluruh kawasan Asia Tenggara. Pada masa ini pula, Biksu Xuangzang melakukan perjalanan ke India untuk mengambil Tripitaka. Pada perkembangan selanjutnya, agama Islam dan Kristen juga masuk secara berkala.
Daftar Pustaka :
Farid, Samsul dan Taulan Harimurti. 2016. Sejarah untuk SMA.MA Kelas X Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Bandung : Yrama Widya.
Setelah dibangunnya tanggul-tanggul raksasa, maka tidak terjadi lagi banjir besar di sekitar Sungai Hwang-Ho. Bahkan, daerah yang sebelumnya sering terkena banjir, menjadi lahan pertanian yang subur. Dengan demikian, Sungai Hwang Ho yang pada awalnya berbahaya. Akhirnya, menjadi berkah bagi bangsa Tiongkok.
Pertanian di Lembah Sungai Kuning dimulai kira-kira tahun 5000 SM. Kira-kira tahun 3000 SM, pertanian padi menyebar dari tanah banjir Sungai Hwang Ho, dan di sinilah peradaban Tiongkok dimulai.
Masyarakat Tiongkok Kuno telah mengenal ilmu pengetahuan, seperti seni, sastra, pengolahan logam, arsitektur, astronomi, dan lain-lain. Perkembangan seni pada bangsa Tiongkok Kuno telah maju. Hal ini ditandai dengan banyaknya lukisan-lukisan bernilai tinggi yang menghiasi dinding-dinding tembok istana dan kuil-kuil. Objek dari lukisan itu, biasanya berhubungan dengan alam, binatang (naga atau harimau), dewa-dewa, dan raja-raja yang pernah memerintah. Selain itu, terdapat juga seni ukiran pada keramik yang dihias dengan ukiran naga, binatang, dan tumbuh-tumbuhan.
Di bidang kesusastraan, bangsa Tiogkok Kuno telah mengalami kemajuan. Bangsa Tiongkok telah mempunyai tulisan sendiri dan kertas sebagai media penulisan. Kertas mulai ada sejak zaman Dinasti Han. Munculnya kertas, menyebabkan budaya tulis menulis di Tiongkok semakin berkembang, karena mempermudah para sastrawan Tiongkok Kuno dalam menuangkan ide-ide dan pikirannya tersebut dalam bentuk tulisan yang dibukukan. Sebelum mengenal kertas, para sastrawan menggunakan kulit penyu, bambu, kayu, dan tulang binatang sebagai bahan dalam kegiatan tulis-menulis.
Bangsa Tiongkok telah mempunyai teknik atau cara dalam pengolahan logam. Mereka mengolah logam seperti bijih besi, timah, dan emas. Bangsa Tiongkok mengolah logam-logam untuk membuat alat-alat rumah tangga, alat-alat pertanian, senjata, perhiasan, dan lain-lain. Bahkan, peralatan-peralatan yang terbuat dari logam-logam itu telah diperdagangkan sampai ke negara lain.
Selanjutnya, dalam bidang arsitektur, teknik merancang bangunan megah telah dimiliki oleh bangsa Tiongkok Kuno. Hal ini terbukti dengan adanya bangunan-bangunan monumental, seperti Tembok Besar Cina, istana, dan kuil-kuil.
Bangsa Tiongkok kuno telah memiliki ilmu astronomi (ilmu perbintangan) yang digunakan untuk sistem penanggalan. Ilmu astronomi merupakan dasar aktivitas kehidupan bangsa Tiongkok dalam bidang pertanian, pelayaran, dan usaha lainnya yang memerlukan informasi tentang pergantian dan perputaran musim. Selain itu, para astronom juga tertarik pada bintang-bintang atau benda langit, karena alasan keilmuan dan keyakinan bahwa langit dapat meramalkan masa depan.
Ketika berbicara teknologi, bangsa Tiongkok Kuno telah mengenal teknologi dari yang tingkatan sederhana sampai dengan teknologi tinggi. Contoh teknologi sederhana yang dimiliki bangsa Tiongkok Kuno adalah pembuatan alat-alat rumah tangga dan alat-alat senjata, seperti pisau, pedang, tombak, cangkul, dan sabit. Sementara itu, teknologi tinggi yang dimiliki bangsa Tiongkok kuno terlibat dalam pembuatan gedung-gedung, istana, tembok besar, tanggul-tanggul raksasa, dan pembuatan logam.
Sementara itu, kepercayaan bangsa Tiongkok Kuno adalah politeisme atau pemujaan terhadap banyak dewa. Dewa dianggap sebagai kekuatan alam, seperti Dewa Feng-Pa sebagai Dewa Angin dan Lei-Shik sebagai Dewa Topan. Bangsa Tiongkok Kuno juga mengenal upacara korban manusia, mereka mempersembahkan gadis cantik untuk tertinggi Ho-Po yang bertakhta di Sungai Hwang-Ho.
Dalam bidang pemerintahan, Dinasti Shang merupakan pemerintahan tertua di negeri Tiongkok (1523-1027 SM). Letak wilayah kerajaan Dinasti Shang berada di daerah pegunungan sehingga dengan kondisi alam seperti ini pemerintahan Dinasti Shang tidak mendapatkan serangan atau gangguan dari bangsa-bangsa lain.
Pertanian Dinasti Shang sudah lebih maju. Mereka sudah dapat menghasilkan anggur. Hubungan perdagangan Kerajaan Shang ke daerah barat daya dan utara sudah tercapai. Peninggalan-peninggalan Dinasti Shang, yaitu bejana, senjata, alat pertanian, dan hiasan-hiasan perunggu. Alat-alat dibuat dengan sangat indah. Selain itu, kereta perang pun sudah mulai digunakan pada pemerintahan Dinasti Shang.
Setelah Dinasti Shang berakhir, kemudian muncul Dinasti Chou/Zhou (1027-256 SM). Peralihan kekuasaan ini disebabkan raja Dinasti Shang telah salah dalam mengurus negara sekaligus telah melanggar mandat dari Dewa Langit.
Pada masa pemerintahan Dinasti Chou, filsafat Tiongkok berkembang pesat dengan munculnya para filsuf kelas dunia. Sebut saja Kong Hu Cu (551 SM - 479 SM), Lao Tse (abad ke-4), dan Meng Tse (371 SM - 289 SM). Kong Hu Cu merupakan orang pertama pengembang sistem memadukan alam pikiran dan kepercayaan orang Tiongkok yang paling mendasar. Filosofinya menyangkut moralitas orang per orang dan konsepsi suatu pemerintahan tentang cara-cara melayani rakyat dan memerintahnya melalui tingkah laku teladan.
Ada dua nilai yang sangat penting, kata Kong Hu Cu, yaitu "Yen" dan "Li". "Yen" sering diterjemahkan dengan kata "Cinta", namun lebih tepat diartikan "Keramah-tamahan dalam hubungan dengan seseorang". "Li" dilukiskan sebagai gabungan antara tingkat laku, ibadah, adat kebiasaan, tata krama, dan sopan santun. Ajaran Kong Hu Cu juga menggarisbawahi arti penting kewajiban seorang istri menghormati dan menaati suami serta kewajiban serupa dari seorang warga kepada pemerintahannya. Kong Hu Cu yakin, adanya negara itu tidak lain untuk melayani kepentingan rakyat, bukan sebaliknya. Kong Hu Cu menekankan bahwa penguasa mesti memerintah pertama-tama dengan memberi contoh teladan yang moralis dan bukannya menindas. Selain itu, salah satu hukum ajarannya sedikit mirip dengan Golden Rule-nya Nasrani yang berbunyi "Apa yang kamu tidak suka orang lain berbuat terhadap dirimu, jangan lakukan". Pada awalnya, ajaran-ajaran Kong Hu Cu tidaklah banyak diminati orang. Baru setelah ia wafat, ajaran-ajarannya menyebar hampir di seluruh daratan Tiongkok. Namun, dengan berkuasanya Dinasti Chin, ajaran beserta penganut Kong Hu Cu diberantas.
Lao Tse tidak diketahui pasti kapan tahun kelahirannya. Menurut Michael Hart (2009), Lao Tse hidup di abad ke-4. Ajaran Lao Tse tercantum dalam kitab yang berjudul Tao Te Ching, yang berarti "Cara Lama dan Kekuatannya". Kitab ini merupakan naskah utama, rincian dari filosofi Taoisme. Menurut ajaran Taoisme, setiap individu dianjurkan hidup dalam kesederhanaan dan kewajaran. Tiap bentuk kekerasan harus dihindari. Selain itu, Taoisme mengajarkan pula bahwa suka dan duka adalah sama saja sehingga setiap penderitaan harus dihadapi dengan hati yang tidak goncang.
Meng Tse meskipun hidup dalam tradisi Kong Hu Cu, namun ia dihormati sebagai filsuf yang memiliki buah pikirnya sendiri. Menurut Meng Tse, komponen paling penting dari negara adalah rakyat, bukan penguasa. Penguasa memiliki keharusan untuk memajukan rakyatnya dan memberi teladan. Ia percaya bahwa kekuasaan adalah mandat dari langit. Apabila raja atau penguasa mengabaikan kewajibannya, ia akan kehilangan mandatnya dan pantas untuk ditumbangkan. Hal ini sesuai dengan apa yang dicetuskan oleh John Lock, jauh berabad-abad sebelumnya.
Dalam hal pemerintahan, Dinasti Chou melaksanakan sistem pemerintahan secara terpusat yang berada di bawah kekuasaan langsung dari kaisar. Sementara itu, pemerintahan daerah-daerah diserahkan kepada raja-raja bawahan. Tugas raja bawahan adalah menekan rakyat daerah untuk membayar upeti dan memperkuat daerah dengan pasukan militer agar dapat membantu pemerintah pusat apabila ada serangan dari musuh.
Pemerintahan Dinasti Chou menguasai wilayah yang sangat luas, dari barat ke timur. Tanah kerajaan yang dikerjakan oleh petani menghasilkan berbagai macam buah-buahan, sayur-sayuran, dan padi. Selain itu, ternak ayam, babi, dan ulat sutra juga sudah mulai dikembangkan. Namun, pemerintahan Dinasti Chou selalu mendapat ancaman dari bangsa Barbar.
Pada tahun 770 SM, bangsa Barbar menyerang dari arah barat yang menyebabkan pusat pemerintahan dipindahkan ke daerah. Akibatnya, kerajaan menjadi melemah. Sekitar tahun 286 SM, ketika negara masih dalam keadaan berperang, Chin berhasil menggulingkan kekuasaan Chou. PAda tahun 220 SM, Chin digantikan oleh Pangeran Cheng. Pada masa pemerintahannya, wilayah Tiongkok semakin bertambah luas, membentang dari Manchuria sampai Yang Tse. Ia berhasil menyatukan Tiongkok menjadi satu negara pada tahun 321 SM. Atas keberhasilannya itu, Pangeran Cheng menamakan dirinya Shih Huang Ti (Kaisar Pertama). Kebijakannya yang paling terkenal adalah pembangunan Tembok Besar Cina yang berfungsi untuk menahan serangan dari tentara Mongol di utara. Dalam pembangunannya, bangunan fenomenal ini memakan ribuan korban jiwa.
Seiring berjalannya waktu, Dinasti Chin mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan oleh wafatnya Kaisar Shih Huang Ti, banyak kekacauan di provinsi-provinsi oleh para gubernur dan bangsawan yang saling memperebutkan kekuasaan dan rakyat pun ikut terprovokasi untuk menentang kebijakan-kebijakan pemerintah.
Salah seorang petani yang bernama Liu Pang berhasil mengatasi kekacauan tersebut dan akhirnya Liu Pang mendirikan pemerintahan baru di Tiongkok, yaitu Dinasti Han (206 SM - 220 M), dan menggelari dirinya dengan sebutan Gao Zu. Pada masa pemerintahannya, ia menurunkan tingkat pajak, dan hak kepemilikan tanah diakui sehingga banyak perubahan terjadi dalam bidang sosial ekonomi. Hasil pertanian berlipat ganda setelah peralatan besi dipergunakan dalam dunia pertanian. Selain itu, ajaran Konfusionisme dihidupkan kembali dan dijadikan filsafat resmi negara Tiongkok. Sementara itu, agama Buddha baru masuk dan berkembang di Tiongkok.
Seperti dinasti-dinasti sebelumnya, Dinasti Han juga melakukan ekspansi untuk memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke Korea, Turkistan, India, dan Indochina. Dinasti Han mencapai masa keemasannya pada masa pemerintahan Kaisar Wu Ti. Pada masa ini, mulai terjadi hubungan perdagangan antara Tiongkok dengan India sehingga ajaran Buddha dari India mulai masuk ke Tiongkok. Selain itu, terjadi juga perdagangan antara Tiongkok dengan Asia Tengah, jalurnya melalui India bagian utara. Tetapi, jalur ini rawan perampok. Oleh karena itu, jalur perdagangan diubah ke daerah Asia Tenggara dengan menggunakan kapal layar.
Pada tahun-tahun sesudah masehi, kekuasaan Dinasti Han bahkan pernah diambil alih oleh para pemberontakan yang dipimpin oleh Wang Mang. Setelah empat belas tahun, kekuasaan berhasil direbut kembali. Namun, pada tahun 220 M, Dinasti Han benar-benar runtuh dan Tiongkok kembali terbagi menjadi kerajaan-kerajaan yang terpisah dan saling berperang. Dinasti tidak lagi dapat dipertahankan setelah terjadinya perebutan kekuasaan antarkeluarga kerajaan dan pemberontakan para petani yang semakin gencar.
Pada tahun 246 M, muncul tokoh yang bernama Sima Yan dan berhasil mendirikan Dinasti Jin. Pada masa pemerintahannya, ia berhasil menaklukkan kedua kerajaan lain dan menyatukan kembali Tiongkok. Namun, persatuan ini tidaklah berlangsung lama. Tiongkok kembali pecah dan masuk dalam masa rawan dan akhirnya menyebabkan kehancuran Dinasti Jin dan digantikan oleh Dinasti Sui yang didirikan oleh Yang Jiang dengan gelar Sui Wendi (581- 604 M). Di bawah kekuasaannya, keadaan keamanan dan politik Tiongkok berhasil dipulihkan serta berhasil meningkatkan pertanian. Sayangnya, penggantinya Sui Yangdi tidak cakap dalam memegang kendali pemerintahan. Dinasti ini mengalami keruntuhan setelah mengalami kegagalan dalam menginvasi Korea dan meluapnya Sungai Hwang Ho yang menimbulkan kesengsaraan dan akhirnya menimbulkan kerusuhan. Keadaan ini kemudian dimanfaatkan oleh tokoh militer yang bernama Li Yuan untuk merebut kekuasaan. Kaisar akhirnya menyelamatkan diri ke selatan, namun tertangkap dan akhirnya meninggal.
Li Yuan pun berhasil menggulingkan kekuasaan kasiar dan mengangkat cucunya yang bernama Yang Di sebagai kaisar. Namun, tidak lama Yang Di diturunkan dan digantikan oleh dirinya sendiri. Denan berkuasanya Li Yuan, maka dimulailah kekuasaan Dinasti Tang. Setelah kekuasaan Li Yuan berakhir, kekuasaan digantikan oleh anaknya yang bernama Li Shimin, dan bergelar Kaisar Tang Taizong (626 - 649). Ia berhasil melumpuhkan kekuatan suku-suku Turki Timur serta menguasai Ordos dan sebagian Mongolia.
Pada masa Dinasti Tang, agama Buddha menjadi agama resmi dan menyebar hingga ke seluruh kawasan Asia Tenggara. Pada masa ini pula, Biksu Xuangzang melakukan perjalanan ke India untuk mengambil Tripitaka. Pada perkembangan selanjutnya, agama Islam dan Kristen juga masuk secara berkala.
Daftar Pustaka :
Farid, Samsul dan Taulan Harimurti. 2016. Sejarah untuk SMA.MA Kelas X Kelompok Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Bandung : Yrama Widya.
Comments
Post a Comment