1. Teori Konflik Menurut Lewis A. Coser
Teori konflik sosial yang ada di masyarakat sangat beragam. Salah satunya dikemukakan oleh Lewis A. Coser. Menurut Coser, konflik yang terjadi di masyarakat dikarenakan adanya kelompok lapisan bawah yang semakin mempertanyakan legitimasi dari keberadaan distribusi sumber-sumber langka. Coser menilai bahwa konflik tidak selalu bersifat negatif, namun konflik daat mempererat dan menjalin kerukunan dalam suatu kelompok.
Suatu konflik dapat berlangsung lama atau cepat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, begitu juga menurut Coser. Ada tiga faktor yang memengaruhi lama tidaknya suatu konflik di masyarakat, yaitu sebagai berikut.
a. Luas sempitnya tujuan konflik.
b. Adanya pengetahuan bagi pemimpin mengenai simbol kemenangan maupun kekalahan dalam konflik.
c. Adanya peranan pemimpin dalam memahami biaya konflik dan persuasi pengikutnya.
Konflik yang dinilai memiliki pengaruh negatif, namun menurut Coser konflik dapat bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan, dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menjaga hubungan antarkelompok dan memperkuat kembali identitas kelompok. Adapun manfaat konflik menurut Coser, adalah sebagai berikut.
a. Konflik dapat menjadi media untuk berkomunikasi.
b. Konflik dapat memperkuat solidaritas kelompok.
c. Konflik dengan kelompok lain dapat menghasilkan solidaritas di dalam kelompok tersebut dan solidaritas tersebut dapat mengantarkan kepada aliansi dengan kelompok lain.
d. Konflik dapat menyebabkan anggota masyarakat yang terisolasi menjadi berperan aktif.
Coser mengelompokkan konflik sosial menjadi dua macam, yaitu konflik realistis dan konflik nonrealistis.
1) Konflik Realistis
Dalam Kamus Sosiologi, konflik realistis ialah konflik yang berasal dari kekecewaan individu atau kelompok atas tuntutan maupun perkiraan-perkiraan keuntungan yang terjadi dalam hubungan sosial. Contoh konflik realistis, misalnya para karyawan yang melakukan pemogokan kerja melawan manajemen perusahaan sebagai aksi menuntut kenaikan gaji.
2) Konflik Nonrealistis
Konflik nonrealistis merupakan konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan saingan yang bertentangan, melainkan dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan. Sebagai contoh konflik nonrealistis ialah pada masyarakat buta huruf, ada ilmu gaib yang digunakan untuk melakukan pembalasan.
2. Teori Konflik Menurut Karl Marx
Karl Marx memiliki pandangan tentang konflik sosial sebagai pertentangan kelas. Masyarakat yang berada dalam konflik dikuasai oleh kelompok dominan. Adanya pihak yang lebih dominan muncul pihak yang berkuasa dengan pihak yang dikuasai. Kedua pihak tersebut memiliki kepentingan yang berbeda atau bertentangan sehingga dapat menimbulkan konflik. Dalam teori Karl Marx terdapat beberapa fakta sebagai berikut.
a. Adanya struktur kelas dalam masyarakat.
b. Adanya kepentingan ekonomi yang saling bertentangan di antara orang-orang yang berada dalam kelas yang berbeda.
c. Adanya pengaruh yang besar dilihat dari kelas ekonomi terhadap gaya hidup seseorang.
d. Adanya berbagai pengaruh dari konflik kelas dalam menimbulkan pengaruh struktur sosial.
Karl Marx menguraikan tentang adanya kelas objektif. Kelas ini dapat dibagi atas kepentingan manifes dan kepentingan laten. Oleh karena itu, setiap sistem sosial harus dikoordinasi dan mengandung kepentingan laten yang sama. Kelompok tersebut biasa dikenal dengan istilah kelompok semu. Dalam Kamus Sosiologi, kelompok semu adalah kelompok yang terdiri atas orang-orang yang sifatnya sementara, tanpa struktur, ikatan, kesadaran, dan aturan. Kelompok semu ini terdiri atas kelompok yang menguasai dan kelompok yang dikuasai.
3. Teori Konflik Menurut Ralf Dahrendorf
Pada awalnya, Dahrendorf melihat teori konflik sebagai teori parsial yang digunakan utnuk menganalisa fenomena sosial. Dahrendorf melihat masyarakat memiliki dua sisi yang berbeda, yaitu konflik dan kerja sama. Berdasarkan pemikiran tersebut, Dahrendorf menyempurnakan dan menganalisisnya dengan fungsionalisme struktural, agar mendapat teori konflik yang lebih baik.
Dahrendorf menggunakan teori perjuangan kelas marxian untuk membangun teori kelas dan pertentangan kelas dalam masyarakat industri kontemporer. Perjuangan kelas dalam masyarakat modern berada pada pengendalian kekuasaan. Dahrendorf juga melihat bahwa kelompok pertentangan sebagai kelompok yang lahir dari kepentingan bersama maupun individu.
Dahrendorf mengombinasikan pemikiran fungsional mengenai struktur dan fungsi masyarakat dengan teori konflik antarkelas sosial. Teori tersebut difokuskan pada kelompok yang berkaitan dengan kepemimpinan, ideologi, dan komunikasi. Dahrendorf tidak memandang masyarakat sebagai sebuah hal yang statis, namun dapat berubah oleh adanya konflik di masyarakat.
Daftar Pustaka :
Rufikasari, Lia Candra. 2016. Buku Siswa : Sosiologi Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial untuk SMA/MA Kelas XI. Surakarta : Mediatama.
Comments
Post a Comment