Menurut Kuntowijoyo (2001), sejarah sering kali diartikan secara negatif, seperti disamakan dengan mitos, filsafat, ilmu alam, dan sastra. Padahal, sejarah bukan mitos, bukan filsafat, bukan ilmu alam, dan bukan pula sastra. Berikut ini merupakan penjelasan pengertian sejarah secara negatif menurut Kuntowijoyo.
Sejarah bukan mitos. Dalam bahasa Yunani, Mythos berarti dongeng. Sejarah dan mitos sama-sama bercerita tentang masa lalu. Perbedaannya, mitos menceritakan masa lalu dengan waktu yang tidak jelas dan kejadiannya tidak masuk akal orang masa kini, sekalipun dipercaya sebagai sunggug-sungguh terjadi di masa lalu. Pada umumnya, mitos dimulai dengan "Kata yang empunya cerita" atau "Kata sahibul hikayat". Sementara itu, sejarah mengungkapkan waktu yang tegas dan peristiwa yang diungkapkan dalam sejarah adalah empiris(nyata).
Di tanah Jawa, terdapat mitos yang menyebutkan bahwa raja-raja Mataram merupakan keturunan Nabi. Di Sumatra, terdapat mitos Meriam Puntung sebagai penjelmaan Putri Mambang Khayali. Mitos sebetulnya memiliki kegunaan tersendiri. Namun, mitos bukanlah sejarah. Mitos bersamaan dengan nyanyian, mantra, syair, dan pepatah termasuk tradisi lisan. Tradisi lisan dapat menjadi sejarah, selama didukung sumber lainnya. Bagi masyarakat yang belum mengenal tulisan, peneliti sejarah dapat mengandalkan tradisi lisan dalam penulisan sejarah. Dengan demikian, semua sumber sejarah dapat digunakan untuk merekonstruksi sejarah, selama prosedur penelitian sejarah diterapkan.
Sejarah bukan filsafat. Sejarah sebagai ilmu dapat menjadi tidak ilmiah apabila dihubungkan dengan filsafat. Karena dengan demikian, sejarah dapat dimoralkan. Artinya, sejarah dapat kehilangan objektivitasnya,padahal sejarah seharusnya menuliskan apa yang sesungguhannya terjadi. Selain itu, apabila sejarah disatukan dengan filsafat, sejarah sebagai ilmu yang konkret dapat menjadi filsafat yang abstrak. Apabila sejarah berbicara tentang manusia, maka yang dibicarakan adalah orang tertentu yang memiliki tempat dan waktu serta terlibat dalam kejadian. Filsafat, sebaliknya, ketika berbicara tentang manusia, maka manusia itu adalah manusia pada umumnya, manusia yang ada dalam angan-angan.
Sejarah bukan ilmu alam. Ilmu alam bertujuan untuk menemukan hukum-hukum yang bersifat umum dan tetap atau bersifat nomotetis, sedangkan sejarah berusaha menuliskan hal-hal yang bersifat kausalitas dan khas atau ideografis. Dalam ilmu alam, hukum-hukum berlaku secara tetap, tidak memandang orang, tempat, waktu, dan suasana. Apabila ada hukum bahwa benda yang dipanaskan akan memuai, maka semua benda akan memuai tanpa peduli siapa, di mana, kapan, dan dalam keadaan apa.
Sejarah bukanlah sastra. Perbedaan sejarah dan sastra, paling tidak ada empat hal, yaitu cara kerja, kebenaran, hasil keseluruhan, dan simpulan. Berdasarkan cara kerja, sastra adalah pekerjaan imajinasi yang lahir dari kehidupan seorang pengarang. Kebenaran bagi seorang pengarang secara mutlak ada di bawah kekuasaannya atau bersifat subjektif. Hasil keseluruhannya hanya menuntut supaya pengarang taat atas dunia yang dibangunnya. Dalam simpulan, sastra bisa saja berakhir dengan sebuah pertanyaan. Sementara dalam sejarah, harus berusaha memberikan informasi selengkap-lengkapnya dan sejelas-jelasnya.
Daftar Pustaka :
Farid, Samsul dan Taufan Harimurti. 2016. Sejarah untuk SMA/MA Kelas X Kelompok Peminatan Ilmu-ilmu Sosial. Bandung : Yrama Widya.
Comments
Post a Comment