Kesultanan Mataram
Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah berdiri pada abad ke-17. Kerajaan ini dipimpin suatu Dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pemanahan, yang mengklaim sebagai suatu cabang ningrat keturunan penguasa Majapahit. Asal-usulnya adalah suatu Kadipaten di bawah Kesultanan Pajang,
berpusat di "Bumi Mentaok" yang diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan
sebagai hadiah atas jasanya. Raja berdaulat pertama adalah Sutawijaya (Panembahan Senapati), putra dari Ki Ageng Pemanahan.
Puncak Kejayaan
--> Mataram Islam mencapai puncak kejayaannya pada jaman Sultan Agung
Hanyokrokusumo (1613-1646). Daerah kekuasaannya mencakup Pulau Jawa
(kecuali Banten dan Batavia), Pulau Madura, dan daerah Sukadana di
Kalimantan Barat. Pada waktu itu, Batavia dikuasai VOC (Vereenigde Oost
Indische Compagnie ) Belanda.Kekuatan militer Mataram sangat besar.
Sultan Agung yang sangat anti kolonialisme itumenyerang VOC di Batavia
sebanyak dua kali (1628 dan 1629).
Kehidupan Politik
--> Kemajuan politik yang dicapai Sultan Agung adalah menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa dan menyerang Belanda di Batavia. Sultan Agung berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Usaha
ini dimulai dengan menguasai Gresik, Jaratan, Pamekasan, Sumenep,
Sampang, Pasuruhan, kemudian Surabaya. Sultan Agung adalah raja yang sangat benci terhadap penjajah Belanda.
Hal ini terbukti dengan dua kali menyerang Belanda ke Batavia, yaitu
yang pertama tahun 1628 dan yang kedua tahun 1629.
Kehidupan Ekonomi
--> Kemajuan dalam bidang ekonomi meliputi hal-hal berikut ini :
– Sebagai negara agraris, Mataram mampu meningkatkan produksi beras dengan memanfaatkan beberapa sungai di Jawa sebagai irigasi. Mataram juga mengadakan pemindahan penduduk (transmigrasi) dari daerah yang kering ke daerah yang subur dengan irigasi yang baik. Dengan usaha tersebut, Mataram banyak mengekspor beras ke Malaka.
– Penyatuan kerajaan-kerajaan Islam di pesisir Jawa tidak hanya menambah kekuatan politik,tetapi juga kekuatan ekonomi. Dengan demikian ekonomi Mataram tidak semata-mata tergantung ekonomi agraris, tetapi juga karena pelayaran dan perdagangan.
– Sebagai negara agraris, Mataram mampu meningkatkan produksi beras dengan memanfaatkan beberapa sungai di Jawa sebagai irigasi. Mataram juga mengadakan pemindahan penduduk (transmigrasi) dari daerah yang kering ke daerah yang subur dengan irigasi yang baik. Dengan usaha tersebut, Mataram banyak mengekspor beras ke Malaka.
– Penyatuan kerajaan-kerajaan Islam di pesisir Jawa tidak hanya menambah kekuatan politik,tetapi juga kekuatan ekonomi. Dengan demikian ekonomi Mataram tidak semata-mata tergantung ekonomi agraris, tetapi juga karena pelayaran dan perdagangan.
Kehidupan Sosial-Budaya
--> Kehidupan masyarakat di kerajaan Mataram, tertata dengan baik
berdasarkan hukum Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja.
Dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, Raja merupakan pemegang
kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan. Di
bidang keagamaan terdapat penghulu, khotib, naid, dan surantana yang
bertugas memimpin upacara-upacara keagamaan. Di bidang pengadilan,dalam
istana terdapat jabatan jaksa yang bertugas menjalankan pengadilan
istana. Untuk menciptakan ketertiban di seluruh kerajaan, diciptakan
peraturan yang dinamakan anger-anger yang harus dipatuhi oleh seluruh
pendudukKebudayaan yang berkembang pesat pada masa Kerajaan Mataram
berupa seni tari, pahat, suara, dan sastra. Bentuk kebudayaan yang
berkembang adalah Upacara Kejawen yang merupakan akulturasi antara
kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam.
Peninggalan-peninggalan
- Sastra Ghending karya dari Sultan Agung,
- Tahun Saka,
- Kerajinan Perak
- Kalang Obong
- Kue kipo
- Pertapaan Kembang Lampir
- Segara Wana serta Syuh Brata
- Puing – puing candi Hindu dan Budha di aliran Sungai Opak serta aliran sungai Progo
- Masjid Agung Negara yang dibangun pada tahun 1763 oleh PB III.
- Masjid Jami Pakuncen yang didirikan oleh Sunan Amangkurat I
- Gapura Makam Kota Gede
Keruntuhan Kesultanan Mataram
--> Setelah Sultan Agung, raja Mataram berikutnya adalah Sunan Amangkurat I
(1645-1677). Pada masa pemerintahannya, masa kejayaan Mataram pun lambat
laun mulai pudar. Raja-raja berikutnya juga tidak mampu membawa Mataram
kembali ke masa jayanya. Daerah-daerah yang selama ini berada di bawah
kekuasaan Mataram, satu per satu berusaha memisahkan diri. Akhirnya, setelah dikacau berbagai pemberontakan, seperti Pangeran
Trunojoyo dari Madura yang mendirikan keratonnya di Kediri (1677-1680)
dan Untung Surapati yang kemudian berkeraton di Pasuruan (1686-1703),
Mataram pun terjerumus dalam 3 perang suksesi, yang berakhir dengan
Perjanjian Giyanti (1755) dan Perjanjian Salatiga (1757).
Comments
Post a Comment